MOJOK.CO – Arsenal dan Manchester United bersaing dengan sengit untuk mendapatkan status klub pecundang. Sungguh sebuah kehormatan bisa menjadi fans salah satu klub berdedikasi tinggi ini.
“Apakah para pemain di kamar ganti betul-betul ingin bermain untuk Manchester United?”
“Saya tidak tahu.”
Rangkaian tanya dan jawab di atas terjadi setelah Manchester United dihajar Everton dengan skor 0-4. Kalah sih sudah menjadi habit bagi klub merah itu. Namun, kekalahan di detik-detik akhir Liga Inggris ini membuat mereka semakin berat untuk mengakhir musim di empat besar. Peluang United untuk bermain di Liga Champions musim depan menjadi begitu tipis.
Tengah minggu nanti, United akan melawan Manchester City. Sebuah pertandingan yang belum terjadi, tetapi seperti sudah ditakdirkan bahwa United akan kalah. Banyaknya pemain cedera, ditambah penurunan performa beberapa pemain secara signifikan membuat laga itu semakin berat. Kalau kalah adalah sebuah keniscayaan, menang bakal dianggap keajaiban.
Yang membuat kekalahan United semakin terlihat bodoh adalah sebuah kenyataan bahwa mereka punya kesempatan terbaik untuk masuk empat besar. Ketika Tottenham Hotspur, klub jamban dari London itu kalah dari City, tiga tim punya kesempatan besar untuk setidaknya mendekatkan diri, bahkan melewati, untuk masuk empat besar.
Kebodohan United semakin tegas ketika para pemain tidak bermain dengan determinasi yang dibutuhkan. Perlu kamu ketahui, secara keseluruhan, pemain-pemain Everton berlari delapan kilometer lebih jauh ketimbang pemain-pemain United. Satu data yang sudah cukup jadi bukti bahwa para pemain Setan, Merah hanya bermain untuk gaji besar setiap minggu, bukan demi nama baik klub yang mereka bela.
Sebuah data, yang juga menegaskan tanya jawab di awal tulisan ini. Para wartawan merasa para pemain tidak iklas dan “ingin” bermain untuk United. Ole Gunnar Solskjaer menjawab dengan begitu dingin; “Saya tidak tahu.”
Tapi siapa sih yang mau bermain untuk klub Setan, Merah itu? Hanya mereka yang butuh duit besar, cicilan menumpuk, dan tidak cukup bagus untuk tim lain, yang akan memilih United. Ketika tekanan semakin berat, mereka tak mau “memberikan nyawa” untuk tim ini. Sesuatu yang sudah ditakdirkan menjadi pecundang, selamanya akan menjadi pecundang.
Namun, buat kamu fans United, tak perlu sedu sedan itu. Sebagai pecundang sejati, kalian punya teman, yang juga sejati, bahkan sehati, bernama Arsenal. O, jangan salah, Arsenal ini pecundang yang paling orisinal. Bagaimana tidak, ketika segala sesuatu bisa dibikin gampang, saat itulah Arsenal punya skenario sendiri; dibuat sulit untuk pada akhirnya menjadi sampah.
Arsenal turun bermain melawan Crystal Palace dengan kesadaran bahwa Spurs dan United kalah. Yang mereka harus lakukan cuma satu, yaitu menang. Kemenangan atas Palace bakal bikin Arsenal naik ke peringkat ketiga, menggeser Spurs, dan sedikit menjauh dari United dan Chalsea. Kalau bisa dibuat sulit, kenapa dipermudah?
Unai Emery sadar betul dengan identitas klub asuhannya itu. Sebagai pelatih baru yang patuh dengan kebodohan paling hakiki, Emery menurunkan Mohamed Elneny dan Matteo Guendouzi. Sebuah kesalahan yang bikin Arsenal kalah di kandang Everton dengan skor 1-0. Kalau bukan pecundang, ya goblok namanya.
Karena kebutuhan rotasi? Ayolah, kesempatan mengamankan posisi di empat besar terbuka lebar, bermain di kandang, dan hanya menghadapi Crystal Palace. Lakukan rotasi ketika keadaan sudah aman.
Kompetisi menjadi pecundang sejati antara Arsenal dan Manchester United terlihat nyata di rumah Everton. Tentunya, United enggan label goblok itu diambil Arsenal. Mereka memberi bukti dengan kalah empat gol, ketika Arsenal hanya kalah satu gol.
Sebaliknya, Arsenal tidak rela gelar klub suram diambil alih United. Kalau United bisa kalah dengan skor 4-0, The Gunners bisa menyajikan kekalahan dengan lebih megah, lebih drama, dan yang pasti lebih mengenaskan. Kalah dengan skor 2-3, Shkrodran Mustafi dapat kartu kuning karena diving, dan kebobolan oleh Christian Benteke, striker yang sudah 365 hari tidak bikin gol!
Fans United mengeluhkan performa Paul Pogba dan Lukaku yang tanpa determinasi? Kalian memang patut khawatir. Gelar pemain terburuk bisa-bisa diambil Mustafi. Ia sangat cerdik ketika bikin Wilfried Zaha bisa merebut bola dengan mudah.
Ketika jarak antara dirinya dan kiper Arsenal masih sangat jauh, Mustafi berhenti berlari dan membentangkan tangannya. Mustafi berlagak seperti seorang bek yang sedang menghalangi pemain lawan yang ingin mengejar bola yang kurang setengah meter lagi akan keluar lapangan atau bisa ditangkap kiper.
Ketika bola berhasil direbut Zaha dan The Gunners kebobolan, Mustafi berlagak kecewa dengan mengangkat tangannya. Saya berani bertaruh, di dalam hatinya ia girang luar biasa. Sandiwaranya menjadi bek tergoblok di Liga Inggris berhasil untuk kesekian kali. Tidak ada bek lain yang bisa menandingi kreativitas Mustafi untuk merusak musim Arsenal.
Gelar pemain terbaik biar saja diperebutkan oleh Virgil van Dijk, Mohamed Salah, Sergio Aguero, Bernardo Silva, atau Raheem Sterling. Mustafi punya acaranya sendiri, memperebutkan pemain tergoblok sejagat raya, bersaing dengan para pemain United.
Sementara itu, masing-masing klub, Arsenal dan Manchester United bersaing dengan sengit untuk mendapatkan status klub pecundang. Sungguh sebuah kehormatan bisa menjadi fans salah satu klub berdedikasi tinggi ini. Sungguh, Liga Inggris tak bakal seru tanpa kegoblokan dua klub ini.