MOJOK.CO – Arsenal dikabarkan mengejar Wilfried Zaha yang dibanderol 100 juta paun. Gooners tak terima dan mengusulkan menyebar dana transfer untuk menambal banyak lini.
Jual dan beli pemain di pasar transfer itu tidak pernah sederhana. Meskipun sebuah media melakukan investigasi, yang akan dimuat hanya permukaan saja. Pertemuan-pertemuan rahasia, telepon penting di tengah malam, dan email mendadak di sepertiga pagi, yang justru menjadi bagian paling krusial, tidak akan pernah diketahui publik.
Oleh sebab itu, kesulitan untuk mendapatkan sumber paling nyata, rumor atau sebatas gosip menjadi incaran. Didukung akun-akun penyedia statistik dan analisis pemain baik di Twitter dan Youtube, fans bisa menjadi semacam “ahli”. Mereka bisa menentukan pemain mana yang cocok dan harus dibeli dan mana yang perlu segera dilego.
Biasanya, meskipun sudah membaca, menonton, dan memahami sebuah analisis akan pemain, sentimen pribadi akan tetap mendominasi. Supaya mudah, saya pakai contoh Arsenal dan drama para pemainnya. Misalnya Granit Xhaka, gelandang Arsenal yang sempat dikabarkan mau dibeli Inter Milan dengan dana mencapai 45 juta paun.
Xhaka, musim lalu, boleh dikata dengan generator lini tengah di bawah asuhan Unai Emery. Ketika pemain asal Swiss itu tidak bermain, rerata umpan ke wilayah musuh menjadi berkurang. Catatan ini penting mengingat Xhaka menjadi pilihan pertama umpan dari bek maupun kiper ketika membangun serangan dari bawah.
Namun, tak bisa dimungkiri, Xhaka bukan gelandang bertahan yang betul-betul cakap. Ia bukan Sergio Busquets atau Xabi Alonso yang punya kemampuan seimbang antara menyerang dan bertahan. Oleh sebab itu, Xhaka selalu ditemani satu gelandang lagi. Bisa Lucas Torreira, Matteo Guendouzi, atau yang paling kacau: Mo Elneny.
Xhaka begitu mudah untuk dibenci karena sering kehilangan ketenangan dalam konsisi satu lawan satu. Ia sering terburu-buru menjulurkan kaki untuk melakukan tekel. Ingat, kata Paolo Maldini, pemain yang harus melakukan tekel artinya ia berada dalam posisi yang salah. Kartu kuning, kartu merah, dan menjadi penyebab kebobolan adalah corak Xhaka di tahun-tahun pertama bersama Arsenal.
Situasi yang sama terjadi kepada Alex Iwobi. Pemain asal Nigeria itu adalah satu-satunya winger yang berani melakukan penetrasi dengan bola di kaki. Makanya, Iwobi banyak dimainkan oleh Unai Emery. Tujuannya untuk memberikan warna berbeda kepada cara menyerang Arsenal. Sayangnya, si pemain memang tak konsisten.
Pada suatu kesempatan, Iwobi menjadi pemain terbaikdi atas lapangan. Penetrasinya menjadi solusi ketika usaha Arsenal masuk ke kotak penalti lawan selalu mentok. Namun, di kesempatan lain, ia terlalu lama memegang bola, terlambat membantu pertahanan, dan tidak awas ketika menggiring bola. Kehilangan bola, The Gunners kebobolan. Hal-hal menyedihkan itu, ditambah hasil buruk yang dicatat klub, menjadi lebih mudah menempel di ingatan Gooners seluruh dunia.
Fans, dengan sentimen pribadinya, akan menggunakan Xhaka dan Iwobi sebagai “bargaining chip”.
Tentang usaha Arsenal mengejar Wilfried Zaha
Bargaining chip itu dikeluarkan fans Arsenal di dalam saga Wilfried Zaha. Winger milik Crystal Palace itu, kabarnya menjadi buruan utama Emery. Masalahnya, harga yang dipatok Palace terlalu tidak masuk akal. Semua klub, tak terkecuali The Gunners, harus mau membakar uang sampai 100 juta paun.
Siapa sih Zaha sampai-sampai dibanderol hampir sama seperti Antoine Griezmann, striker Prancis ketika memenangi Piala Dunia? Siapa sih Zaha sampai-sampai harganya mencapai dua kali lipat harga Yannick Carrascao atau Hakim Ziyech yang menjadi bagian penting dari prestasi Ajax Amsterdam di Liga Champions musim lalu?
Sebagai usaha untuk memberi masukan kepada klub, Gooners menawarkan memasukkan nama Iwobi ke dalam tawaran. Siapa tahu, Palace mau menurunkan harga. Inilah masalah yang jamak terjadi.
Kita tak betul-betul tahu, apakah memang benar Arsenal sedang mengejar Zaha? Ada beberapa alasan tak masuk akal yang kalian sendiri sebenarnya sangat tahu. Pertama, harga jelas tak masuk akal. Lagipula klub harus melepas beberapa pemain dulu sebelum bisa membeli demi membebaskan ruang gaji.
Kedua, jika Gooners mengikuti perkembangan transfer secara lebih intens, tawaran Arsenal yang lebih nyata adalah kepada dua pemain, yaitu Kieran Tierney dan William Saliba. Untuk sisi lapangan, tak ada acara mau menjual pemain, termasuk di dalamnya Iwobi.
Sebab kedua ini menjadikan usaha klub mengejar Zaha hanya tampak seperti pengalih perhatian. Teknik seperti ini lumrah dilakukan ketika sebuah klub berusaha menjaga harga pemain incaran (sebenarnya) tidak naik terlalu tinggi. Ingat prinsip ekonomi, harga suatu barang akan naik ketika stoknya terbatas, tapi punya banyak peminat.
Pemangsa terlatih berburu dalam kesunyian. Sama seperti serigala mengintai mangsa yang sedang asyik mengunyah makanannya. Sama seperti macan tutul yang memindai buruan, lalu menunggu waktu paling pas untuk mengejar dan menerkam mangsanya.
Apalagi Arsenal, yang baru saja menjalin kerja sama dengan Adidas. Sungguh tidak lucu apabila The Gunners memperkenalkan pemain baru, tanpa mengenakan seragam yang juga baru.
Jika menggunakan akal sehat, tentu uang 100 juta paun lebih baik disebar untuk menambal banyak lini. Tierney, Saliba, dan salah satu dari Ziyech, Everton Soares, David Neres, Hirving Lozano, atau Malcom. Sesuatu yang masuk akal memang sudah seharusnya sulit dibantah. Dan untuk hal ini, Gooners menjadi begitu ahli.
Lalu, bagaimana bila, entah gimana caranya, ternyata Arsenal memang serius membayar permintaan Palace untuk Zaha?
Yang pasti lini masa akan sangat berwarna. Dan, warna dominan adalah keluhan dan keheranan.