MOJOK.CO – Bentuk self love, nggak bakal beres hanya dengan makan mahal dan belanja doang. Pasalnya, itu bukan bentuk self love, tapi memanjakan diri.
Kita telah bekerja keras tiap hari. Mengerahkan segala pikiran kita untuk aktivitas yang diharapkan bakal menghidupi kita. Tidak sedikit, aktivitas ini membuat individu merasa tertekan, merasa terkungkung, dan ingin membebaskan dirinya. Lantas, saat uang gajian sudah masuk ke rekening, salah satu hal yang paling ingin dilakukan adalah makan enak atau berbelanja barang-barang yang tidak diperlukan tapi sungguh diinginkan. Dengan sebuah alasan, “Aku sudah bekerja keras. Nggak salah, dong? Kalau aku pengin mencintai diri sendiri dengan men-treat-nya?”
Betul. Memang nggak salah. Toh itu uang-uang kita sendiri. Hasil kerja keras kita sendiri. Bukan hasil mengemis-ngemis belas kasihan dari orang lain juga. Namun, jika menyebut aktivitas tersebut sebagai bentuk self love, kok agak kurang tepat,ya?
Masalahnya, yang namanya self love atau lebih tepatnya self compassion, itu bukan sekadar menghabiskan uang untuk secangkup kebahagiaan yang sesaat. Sok ngasih reward atas usaha kerja keras kita, itu nggak masalah. Tapi, bukan itu tujuannya.
Self love bukan cuma soal makan di tempat yang mahal lalu upload di Instastory dengan hastag, “Self Love”. Atau belanja barang-barang yang nggak diperlu-perluin banget, tapi pengin dibeli hanya karena lucu dan alasan, “Siapa tahu nanti butuh.” Ataupun memberi reward diri sendiri dengan liburan yang sampai ngabisin dua kali gaji. Maemunah, bentuk sayang ke diri sendiri itu bukan sekadar benda. Bukan sekadar sesuatu yang kasat mata supaya kita bisa terlihat tampak sukses di mata para follower kita.
Memang, self love adalah aktivitas pergulatan di dalam diri. Namun, bukan pula usaha menjadi pribadi yang lebih layak ini, untuk berlomba mendapatkan pengakuan dan pujian di sana-sini. Sebuah eksitensi memang bisa bikin kita girang. Pasalnya, itu menjadi bukti kalau mereka memperhitungkan kita. Padahal dulu, tampak kenal aja nggak. Tapi, bentuk cinta pada diri sendiri, tidak senarsis itu, Sayang.
Betul memang self love ini adalah mengelola perasaan berharga dari diri sendiri. Bagaimana kita dapat menghormati dan mencintai diri kita dengan cara yang sehat. Tapi, perasaan berharga itu, bukanlah kita rasakan karena pengakuan orang lain.
Akan ada masa, ketika kondisi menjadi sulit dan pujian-pujian itu pun mereda. Cintamu pada dirimu sendirilah yang kemudian dipertaruhkan. Seperti, tetap cinta dan menghargai setiap jerih payah sendiri meski masih belum menampakkan hasilnya. Bahwa, kita perlu untuk tetap mencintai diri kita sendiri sebagai sebuah usaha merawat harapan tetap ada.
Ya, bentuk self love ini, sama sekali tidak tergantung orang lain. Termasuk memiliki pasangan yang tepat, juga tak serta merta bikin hidup kita terasa lebih lengkap. Meski dia selalu ada dan betul-betul berhasil menghujani hari-hari kita dengan kasih sayang. Lagi-lagi, kalau self love ini belum kita kelola dengan baik, pasti akan ada perasaan yang mengganjal dalam dada. Ada sesuatu yang terasa masih kurang. Seolah kita memang tampak punya segalanya, tapi nyatanya hati tetap saja kosong rasanya. Lantaran kita tidak memprioritaskan rasa bahagia dari dalam.
Soal apa yang bisa bikin bahagia, hanya diri kita yang tahu. Kita yang paling tahu apa yang kita mau. Apa yang betul-betul kita butuhkan. Mencintai diri sendiri artinya kita sanggup punya keberanian lebih untuk memilah dan memilih, mana yang memang memberikan efek positif untuk diri kita, dan mana yang tidak? Dan setiap orang, punya rule-nya masing-masing.
Kalau saya sih, ketika berani menentukan batasan adalah bentuk rasa sayang pada diri saya. Pasalnya, sebagai orang yang tumbuh menjadi pribadi dengan tabiat nggak enakan, membuat saya “terpaksa” melakukan hal-hal yang sebetulnya tidak pengin saya lakukan. Ketika saya bisa mengelola perasaan nggak enakan ini dan berani untuk membatasi diri sendiri, saya merasa lebih lega karena berhasil ngeman-ngeman diri saya sendiri.
Bagi saya, salah satu wujud cinta adalah sanggup ngeman-ngeman dalam hal apa pun. Misalnya dengan berhenti membanding-bandingkan diri saya dengan orang lain. Berhenti untuk mengkritik diri saya sendiri. Lantas menyadari dan menerima bahwa saya memang nggak sempurna. Saya ngeman-ngeman diri saya, supaya tidak stres karena perasaan tidak aman. Apalagi sebetulnya, orang-orang yang saya anggap lebih baik itu, pasti memiliki rasa tidak amannya masing-masing—yang saya nggak tahu.
Atau mungkin, bagi orang lain, bentuk cinta ini dilakukan dengan istirahat yang cukup, makan-makanan sehat, dan berolahraga, mungkin? Supaya tubuh bisa bekerja dengan lebih segar dan nggak ngos-ngosan. Ya, setiap orang punya caranya sendiri.
Sekali lagi, membeli sesuatu sebagai bentuk cinta, memang tidak salah. Asalkan bukan untuk sebuah pengakuan dan kebahagiaan sesaat, kemudian terasa kosong setelahnya. Belum lagi dalam prosesnya, kita merasa menderita untuk mendapatkannya—karena telah berusaha keras dalam bekerja. Lalu, ketika sudah mendapatkannya, kita merasa sedih karena telah menghabiskan banyak uang. Ataupun merasa khawatir jika suatu saat dia menghilang.
Apakah hal semacam ini cukup melegakan hati? Atau kita malah sedang menumpuk masalah dan emosi negatif belaka? Lagi-lagi, hanya diri kita yang betul-betul bisa merasakan prioritasnya.
Mencintai diri sendiri memang tidak mudah. Penerimaan itu memang bukan proses yang instan. Self love adalah sebuah perjalanan kita seumur kita. Diri kita terus berkembang dan terus mengalami perubahan. Jadi, proses ini tidak akan selesai hanya ketika kita berhasil membeli barang hasil diskonan.