Dik Meliani Siti Sumartini yang baik,
Bolehkah kakak menyimpan rasa menyapamu? Saya sungguh-sungguh kepincut dengan wajah kemampuan Dik Meliani bermain gitar. Sebagai penggemar berat Pantera, saya tahu pasti betapa sulitnya memainkan gitar seperti yang Dik Meliani lakukan. Apalagi lagu yang Adik pilih adalah Hourglass dari album seminal Lamb of God, Ashes of the Wake.
Saya hakulyakin, gitaris Lamb of God, Mark Morton dan Willie Adler, juga bakal urun gumun dengan kemampuan Dik Meliani bermain gitar. Kemampuan yang Adik miliki mengingatkan saya kepada Prisa Rianzi. Prisa, tahun 2008 pernah mengcover Hourglass dari Lamb of God seperti kamu. Meski harus jujur saya akui, Dik Meliani lebih rapi memainkan Hourglass. Tapi tentu bukan tentang itu saya menulis ini, Dik.
Saya kira Dik Meliani butuh pacar didukung, mengingat banyaknya orang-orang sinting yang menghina Adik di youtube. Mereka menghinamu karena pasca penyerangan Charlie Hebdo, video Dik Meliani mulai viral dan dikenal banyak orang. Kamu seorang perempuan muslim yang berkerudung, dianggap salah dan mewakili seluruh Islam. Begitulah, Dik, orang-orang gendeng itu, mereka yang mengaku beradab itu gagal membedakan agama dan praktik kesenian.
Dik Meliani jangan khawatir. Karena sebagai perempuan Dik Meliani berhak dan diperbolehkan berkesenian tanpa harus dikekang. Dalam Karya Klasiknya The Rights of Woman in Islam, Murtadha Mutahhari menuliskan betapa sebenarnya posisi perempuan itu sangat mulia. Ia dengan bernas bahkan melakukan pembelaan perihal perbedaan biologis antara lelaki dan perempuan. Bagi Syahid Mutahhari, perempuan adalah mahluk mulia yang mampu hidup independen dan berdaulat.
Mungkin Dik Meliani bingung, kenapa saya bawa-bawa Syahid Mutahhari. Di negeri ini perempuan masih jadi warga kelas dua, kelak Dik Meliani akan sampai pada masa di mana akan diminta bahkan dipaksa berhenti main gitar. Alasannya, perempuan muslim kok gitaran, main gitar ala metal lagi. Orang-orang dengan pemikiran kayak gini akan selalu ada.
Dulu sekali, ada agen MLM Khilafah yang pernah bilang, “bila wanita habiskan untuk anaknya 3 jam sedangkan kantor 8 jam | lebih layak disebut ibu ataukah karyawan?” Omongan ngawur kayak gini banyak yang dukung lho, Dik.
Agen MLM Khilafah itu malah dipanggil ustadz oleh beberapa orang. Malahan bukunya yang punya tendensi misoginis dan mereduksi peran perempuan jadi best seller. Tapi jangan Dik Meliani berkecil hati. Dalam Islam, kaum perempuan boleh kok bekerja dan bereksistensi.
Dik Meliani pernah kenal Zainab binti Jahsy? Zainab, istri kanjeng nabi yang juga seorang penyamak kulit dan gemar bersedekah. Ia diperbolehkan bekerja dan mengaktualisasikan dirinya. Dalam hal ini, Dik Meliani juga sama berhaknya untuk bermain gitar.
Di negera ini, Dik, masih banyak juga liberal-liberal kebacut. Orang yang sok-sokan terdidik tapi mentalnya komprador. Teriak soal kebebasan berpendapat dan komentar ini-itu, tapi mingkem kalau bicara tentang hal-hal yang sensitif. Saat kelas menengah Indonesia sibuk mengicaukan tagar #JeSuisCharlie, seorang dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, Banda Aceh, yang membawa mahasiswanya belajar di gereja terancam dinonaktifkan dari tugas akademis.
Dosen bernama Rosnida Sari itu dianggap melanggar budaya dan kearifan lokal di Aceh. Sang dosen mengajak sejumlah mahasiswanya ke sebuah gereja di Banda Aceh untuk belajar tentang “bagaimana agama lain melihat relasi antara laki-laki dan perempuan.” Saya baru tahu, jika kita muslim di Aceh, dan datang belajar ke gereja, itu adalah pelanggaran terhadap budaya dan kearifan lokal. Ini akan saya jadikan pertimbangan, agar kelak saat ke Aceh saya tidak perlu melanggar norma dan aturan setempat.
Sebagai penutup, Dik Meilani, ada baiknya jangan pedulikan komentar dan omongan orang. Saya sarankan Dik Meliani untuk meng-cover lagu-lagu dari Pantera, Slayer atau Gojira yang agak kekinian. Teruslah belajar dan mengasah kemampuan bermain gitar dengan semangat untuk berbagi. Meminjam judul buku dari Agen MLM Khilafah yang sempat saya singgung tadi, Udah Gitaran Aja!