Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Seberapa Baik Sesungguhnya #SawitBaik Itu?

Aprilia Kumala oleh Aprilia Kumala
17 September 2019
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Sawit memang nggak baik-baik amat, tapi pasti ada alasan khusus kenapa tiba-tiba tagar #SawitBaik muncul dan langsung trending.

“Habis bakar, terbitlah sawit.”

Almarhum Sutopo Purwo Nugroho pernah mencuitkan keresahannya terhadap kebakaran hutan dan lahan yang terjadi sekitar empat tahun lalu, di Palangkaraya. Memang, seperti sudah jadi agenda rutin, kebakaran hutan di Sumatra dan Kalimantan terus saja terjadi, memberikan dampak yang tidak menyenangkan (kabut asap) sekaligus pertanyaan yang berulang: benarkah semua lahan yang dibakar itu demi sebuah kepentingan lain—untuk perkebunan sawit, misalnya?

Tahun ini, karhutla di Sumatra dan Kalimantan masih terjadi. Kabar terakhir, seorang bayi di Sumatra bahkan dilaporkan meninggal dunia akibat ISPA yang diduga karena tebalnya kabut asap tadi. Yang terbaru, salah seorang anggota Manggala Agni Daops Muara Bulian juga disebutkan meninggal dunia dalam tugasnya memadamkan api kebakaran karena tertimpa pohon.

Jangan lupakan ribuan warga yang harus berjuang dengan ISPA sejak karhutla menyerang. Jarak pandang di jalanan pun kian berkurang saja, yaitu ada di angka 300 meter hingga 1 km. Belum lagi kegiatan belajar mengajar yang jadi terganggu karena terpaksa diliburkan.

Maksud saya, hidup normal di tempat yang baik-baik saja kadang susah, apalagi kalau harus berada di tempat yang mengepungmu dengan kabut asap dari segala penjuru.

Di tengah kekhawatiran nyaris seluruh negeri terhadap karhutla di Sumatra dan Kalimantan, kejutan justru datang dari Kominfo kita (hah, kita???) sendiri. Tagar #SawitBaik langsung trending, yang merupakan kampanye dari balik akun bernama @SawitBaikID.

Gerakan Nasional ini menciptakan dukungan publik di medsos, menjawab berbagai isu negatif terhadap sawit, menyebarluaskan berbagai hal positif dari sawit, menumbuhkan kecintaan terhadap produk sawit, dan terwujudnya partisipasi aktif masyarakat dalam kampanye ini #SawitBaik

— #SawitBaik (@SawitBaikID) September 16, 2019

#SawitBaik: Apa dan Kenapa

Pemerhati lingkungan, dan semua orang yang mengerti ke arah mana kebakaran hutan dan lahan ini kemungkinan mengarah, sontak bertanya-tanya: buat apa, ya, ada tagar #SawitBaik? Kalaupun harus bikin campaign, kenapa sekarang—setelah jatuh korban yang diduga karena kabut asap kebakaran hutan dan lahan yang kian mengerikan di Sumatra dan Kalimantan?

Dikutip dari Mongabay, ada alasan tersendiri mengapa hutan dan lahan dibakar dengan tujuan untuk membuka kebun sawit—tepat seperti yang dikeluhkan oleh Pak Sutopo di paragraf awal tadi. Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB, Herry Purnomo, sekaligus ilmuwan dari Center for International Forestry Research (Cifor) telah melakukan penelitian yang berhasil mengungkap bahwa kebakaran hutan dan lahan justru menguntungkan pihak-pihak tertentu, meski dampaknya menyiksa masyarakat.

Kenapa lahan harus dibakar? Jawabannya satu: Karena cara pengolahan lahan yang lain memerlukan biaya yang lebih mahal, apalagi di lahan gambut. Lah wong bawa traktor aja pasti amblas, kok.

Masih menurut Herry, harga lahan kian meninggi setelah dibakar—mencapai Rp11 juta per hektare, berbeda dengan harga sebelum dibakar, yaitu Rp1,5 juta per hektare. Saat hujan mulai turun, saat semua orang bersorak karena asapnya “digempur air”, sawit pun mulai ditanam. Kala usia tanamannya mencapai tiga tahun, harganya melonjak hingga Rp40 juta per hektare.

Wow. #SawitBaik, ya?

Liputan6 pernah menulis bahwa Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mendapatkan laporan berupa fakta 80 persen wilayah kebakaran hutan dan lahan berakhir sebagai lahan perkebunan sawit atau tanaman industri lainnya. Bahkan, titik api yang terpantau pun menunjukkan bahwa karhutla terjadi 85 persen di luar kawasan sawit dan hutan industri.

Iklan

Kok bisa gitu? Entahlah, tapi mungkin ini merupakan pertanda betapa tagar #SawitBaik sungguh-sungguh telah dipercayai kalangan-kalangan penting di Indonesia. Gimana lagi; lah wong Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) saja melarang produk berlabel bebas minyak sawit, kok.

Dikutip dari Tirto, Kepala BPOM, Penny K Lukito, menyebutkan, “Kami membangun kesepakatan dan komitmen untuk membangun upaya perlindungan terhadap daya saing perdagangan kelapa sawit, dan khususnya menghentikan penggunaan label ‘Palm Oil Free’ yang akan menurunkan daya saing industri kelapa sawit Indonesia.”

Artinya, produk dengan label bebas minyak sawit kini sudah tergolong ilegal. Dasarnya, industri sawit dianggap menjadi motor penggerak ekonomi nasional yang mampu menyerap tenaga kerja. Ia bahkan menjadi salah satu bahan pokok pembawa fortifikan atau vitamin A untuk mengatasi masalah kurang gizi di tingkat nasional.

Wah, wah. #SawitBaik, ya?

#SawitBaik, tapi Nggak Baik-Baik Amat

Namun, dari DW, sebuah pendapat lain pernah ditulis. Kabarnya, Parlemen Uni Eropa kini tengah mempersiapkan keputusan peniadaan minyak sawit sebagai bahan bakar nabati di tahun 2021, berdasarkan alasan sosial dan lingkungan, termasuk kerusakan hutan. Sebagai negara yang Kominfo-nya mengagas tagar #SawitBaik, pejabat-pejabat di Indonesia jelas melemparkan kritik.

Lah gimana lagi; kita ini kan produsen minyak sawit terbesar di dunia! Walaupun ada laporan yang menyebutkan bahwa antara tahun 1999 sampai 2015 terdapat seratus ribu ekor orang utan mati akibat pembalakan lahan hutan, tapi kita kan juga harus ingat kalau sawit itu baik. Kalau nggak baik, ya ngapain kita bikin tagar #SawitBaik, ya kan?!

BACA JUGA Saat “Orang Hutan” Kasih Solusi Pembalakan Hutan Perkebunan Sawit Sumatra atau artikel Aprilia Kumala lainnya.

Terakhir diperbarui pada 17 September 2019 oleh

Tags: #SawitBaikBNPBKalimantankarhutlakebakaran hutan dan lahansawit baikSumatra
Aprilia Kumala

Aprilia Kumala

Penulis lepas. Pemain tebak-tebakan. Tinggal di Cilegon, jiwa Banyumasan.

Artikel Terkait

Bahayanya Cadangan Pangan Beras Jika Tak Dikelola Saat Bencana Sumatra. MOJOK.CO
Ragam

Pentingnya Cadangan Pangan Beras di Daerah agar Para Pimpinannya Nggak Cengeng Saat Darurat Bencana

8 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO
Ragam

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
waspada cuaca ekstrem cara menghadapi cuaca ekstrem bencana iklim indonesia banjir longsor BMKG mojok.co
Ragam

Alam Rusak Ulah Pemerintah, Masyarakat yang Diberi Beban Melindunginya

1 Desember 2025
Menanti kabar dari keluarga, korban bencana banjir dan longsor di Sumatera. MOJOK.CO
Aktual

‘Kami Sedih dan Waswas, Mereka seperti Tinggal di Kota Mati’ – Kata Keluarga Korban Bencana di Sumatera

1 Desember 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025
elang jawa.MOJOK.CO

Upaya “Mengadopsi” Sarang-Sarang Sang Garuda di Hutan Pulau Jawa

22 Desember 2025
Sarjana nganggur digosipin saudara. MOJOK.CO

Dianggap Aib Keluarga karena Jadi Sarjana Nganggur Selama 5 Tahun di Desa, padahal Sibuk Jadi Penulis

22 Desember 2025
Sirilus Siko (24). Jadi kurir JNE di Surabaya, dapat beasiswa kuliah kampus swasta, dan mengejar mimpi menjadi pemain sepak bola amputasi MOJOK.CO

Hanya Punya 1 Kaki, Jadi Kurir JNE untuk Hidup Mandiri hingga Bisa Kuliah dan Jadi Atlet Berprestasi

16 Desember 2025
SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025
Terpaksa jadi maling, buronan polisi, hingga masuk penjara karena lelah punya orang tua miskin MOJOK.CO

Terpaksa Jadi Maling-Mendekam di Penjara karena Lelah Punya Orang Tua Miskin, Sejak Kecil Hanya Bisa Ngiler ke Hidup Enak Teman Sebaya

22 Desember 2025

Video Terbaru

Sepak Bola Putri SD Negeri 3 Imogiri dan Upaya Membangun Karakter Anak

Sepak Bola Putri SD Negeri 3 Imogiri dan Upaya Membangun Karakter Anak

20 Desember 2025
SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025
Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.