Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Otomojok

Kawasaki D-Tracker Cuma Motor Gaya-gayaan

Antonius Sigit Aribowo oleh Antonius Sigit Aribowo
30 Januari 2018
A A
D-Tracker-MOJOK.CO
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

[MOJOK.CO] “Tampang Kawasaki D-Tracker sih gahar. Top speed? Pffft.”

Tahun 2009 adalah tahun pertama kemunculan kawasaki KLX. Pas dengan tahun kelulusan saya dari bangku kuliah. Sekali lihat, saya langsung naksir motor Satria Baja Hitam ini. Saking ngidamnya sama Kawasaki KLX, saat itu saya punya angan-angan, jika dapat kerja nanti, hal yang akan saya lakukan saat menerima gaji pertama adalah datang ke dealer Kawasaki buat ngajuin kredit motor KLX.

Badalah, begitu dapat kerja, boro-boro ke dealer Kawasaki KLX, gaji bisa buat hidup sebulan aja susah. Paling banter setengah bulan sudah minta “infus” dari orangtua. Sampai suatu saat pernah disindir sama Ibu, “Tiap hari berangkat kerja kok masih minta uang saku!” Saya sebenarnya mau membalas, tapi kok kata-kata Ibu benar juga. Akhirnya saya cuma menjawab dengan tawa tiga jari.

Barulah tujuh tahun kemudian angan-angan itu separuh terwujud. Saya bilang separuh karena saya akhirnya sanggup beli motor, tapi sayangnya bukan Kawasaki KLX, melainkan saudaranya, Kawasaki D-Tracker.

Walau secara tampang mirip, sebenarnya KLX berbeda dengan D-Tracker. Yang pertama adalah motor off-road, yang kedua motor untuk di medan perkotaan. Hal ini bisa langsung terlihat dari ban yang ia pakai. Itulah yang menjadi pertimbangan saya memilih Kawasaki D-Tracker: motor ini meski punya tampang sangar ala KLX, toh akan saya pakai harian.

Memang sih, KLX dan D-Tracker tak hanya punya tampang mirip, tetapi juga mesin dan spesifikasi yang sebagian besar sama. Misalnya, KLX dan D-Tracker sama-sama menggunakan Unitrack Single Shock dengan lima penyetelan kekerasan. Alhasil, berkendara di segala medan menjadi lebih luwes ketimbang motor kebanyakan.

Bagaimana dengan dapur pacunya? Keduanya menggunakan basis mesin single 4 tak 150 cc dengan karburator KEIHIN NCV 24. Kompisisi ini membuat keduanya menjadi lebih irit dan ekonomis. Konfigurasi mesin tegak membantu kedua motor ini mencapai daya maksimum 11,47 hp/8.000 rpm dengan torsi maksimal 11,3 Nm/6.500 rpm.

Baik Kawasaki KLX maupun Kawasaki D-Tracker sudah menggunakan teknologi KSAI (Kawasaki Secondary Air Injection System). Teknologi ini membuat keduanya menjadi ramah lingkungan, dengan emisi gas buang sesuai standar EURO 2. Sedangkan perbedaan paling mencolok antara KLX dan D-Tracker ada pada ban. D-Tracker menggunakan ban yang lebih ramah dengan jalan raya. Cocok buat Anda yang nggak suka main becek-becekan walau berani kotor itu baik.

Tapi, saya agak kecewa ketika pertama kali memacu Kawasaki D-Tracker. Saat kali pertama naik, saya membayangkan akan terasa seperti naik Suzuki TS, kompetitornya di kelas yang sama, yang kalau dipakai gasnya bakalan galak melompat-lompat. Eee… lha, pas dicoba kok melempem.

Ngomong-ngomong, kegarangan Suzuki TS ini bukan cuma rumor lho. Teman saya pernah uji coba. Ceritanya, dia punya Yamaha Touch 125 masih gres. Di jalan, dia banyak gaya, congkak, ngece polisi di pos yang di situ kebetulan ada Suzuki TS yang siap dipacu.

Pikirnya, nggak bakal ketangkap kalau diuber polisi, wong sama-sama 125 cc dan dia start tancap gas duluan. Ndilalah, kok pas dikejar sama polisi, dibandul kopling sekali, Yamaha Touch 125 langsung kekejar sama Suzuki TS. Lak yo mung dibonusi push-up neng pinggir dalan. Capek, Dik!

Kekecewaan saya sendiri memuncak ketika saya geber D-Tracker di jalan. Sa coba gaspol kok cuma mentok 100 km/jam. Lha kok top speed-nya masih kalah sama Honda Supra 125 saya yang bisa mencapai 105 km/jam. Padahal, harapan saya, kalau motor ini tidak bisa dipakai buat gas-gasan, setidaknya top speed-nya bisa diandalkan.

Pernah suatu waktu saya “diasapin” Yamaha Nmax, motor matic gemuk yang pantatnya jelek itu. Saya tambah sengit ketika lihat yang naik berlagak lagi menunggang moge! Hihhh! Terasa hina sekali “diasapin” sama motor yang dibenci, tapi nggak bisa membalas.

Setelah berdamai dengan keadaan, akhirnya saya jual motor tersebut. Padahal, rencana awalnya, bakal saya jadikan motor klangenan dan akan saya rawat hingga maut memisahkan. Sampai kemudian saya sadar, Kawasaki D-Tracker itu lemah dalam hal akselerasi dan kecepatan. Di balik kegagahan predikat supermoto-nya, sesungguhnya ia motor fesyen belaka.

Terakhir diperbarui pada 2 Februari 2018 oleh

Tags: Kawasaki D-TrackerKawasaki KLXkelebihankelemahanmotor trailreviewspesifikasisupermoto
Antonius Sigit Aribowo

Antonius Sigit Aribowo

Artikel Terkait

Penyalin Cahaya dan Catatan Saya untuk Penontonnya
Esai

Film Penyalin Cahaya dan Catatan Saya untuk Penontonnya

26 Januari 2022
ilustrasi Film Paranoia Angkat Tema KDRT yang Kompleks Meski Nanggung mojok.co
Pojokan

Film Paranoia Angkat Tema KDRT yang Kompleks Meski Nanggung

12 November 2021
blandong blandongan review novel anwar tohari mencari mati pencuri kayu mahfud ikhwan bosman batubara mojok.co
Esai

Mahfud Ikhwan Adalah Novelis Pencuri Kayu

1 Maret 2021
EDM, Weird Genius, gamelan, jawa, review, Lathi mojok.co
Pojokan

Review Lathi: Perpaduan Dua Musik Berbeda yang Nggak Maksa

21 Mei 2020
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Menanti kabar dari keluarga, korban bencana banjir dan longsor di Sumatera. MOJOK.CO

‘Kami Sedih dan Waswas, Mereka seperti Tinggal di Kota Mati’ – Kata Keluarga Korban Bencana di Sumatera

1 Desember 2025
8 tahun merantau di Jakarta akhirnya resign. MOJOK.CO

Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama

4 Desember 2025
Relawan di Sumatera Utara. MOJOK.CO

Cerita Relawan WVI Kesulitan Menembus Jalanan Sumatera Utara demi Beri Bantuan kepada Anak-anak yang Terdampak Banjir dan Longsor

3 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

2 Desember 2025
pendidikan, lulusan sarjana nganggur, sulit kerja.MOJOK.CO

Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada

5 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.