MOJOK.CO – Tugas kelompok mungkin tak lebih seram bila dibanding sidang skripsi. Namun, percayalah tugas kelompok juga memiliki pengaruh yang besar terhadap capaian IPK-mu. Oleh sebab itu, kalau kamu pengen tugas kelompokmu berjalan lancar, simak ulasan berikut ini.
Dalam dunia perkuliahan, tugas kelompok kerap jadi tantangan bagi mahasiswa. Sebab, pada saat mengerjakan tugas kelompok, kita menghadapi berbagai macam jenis manusia yang berbeda, padahal kita mesti membuat mereka berada pada satu tujuan yang sama. Soalnya, kalau sampai gagal, ada dua resiko besar yang berpotensi kita alami: presentasi di kelas berantakan sampai mendapat nilai jelek dari dosen. Ironisnya, semua itu dapat mengancam capaian indeks prestasi kumulatif (IPK) selama satu semester.
Tapi jangan khawatir, demi perdamaian dunia perkuliahan yang adil dan sentosa, berikut ini Mojok Institute akan menjelaskan lima jenis mahasiswa saat mengerjakan tugas kelompok sekaligus cara menyikapinya.
1. Mahasiswa Hiperaktif
Ini adalah jenis mahasiswa yang biasanya mengerjakan segala macam komponen tugas seorang diri, mulai dari sampul makalah, nama kelompok, daftar isi, kajian teori, hingga slide presentasi. Tapi, itu bukan berarti dia baik atau rajin. Melainkan, karena dia tidak percaya dengan kemampuan teman-teman kelompoknya. Bagi dia, teman-teman kelompoknya cuma remah-remah roti, tak lebih.
Masalahnya, nggak selalu mahasiswa hiperaktif ini cerdas sejak lahir. Ada yang cuma sok tahu saja, padahal nggak paham-paham amat apa yang diomongkan.
Dulu, saya punya teman yang kalau di kelas dia aktif berargumen dengan istilah ndakik-ndakik. Misalnya, waktu dia bicara kalau orang berpaham liberal itu busuk dan sesat, tapi pas ditanya mengenai pengertian liberal jawabannya njelimet seperti anyaman, “Liberal itu bebas yang sebebas-bebasnya, pokoknya bebas membebaskan manusia!”
Teman saya ini, selain merasa cerdas juga suka mendominasi diskusi. Pada saat mengerjakan tugas kelompok, ia selalu merasa argumennya paling benar. Setiap ada rekan yang berpendapat, pasti disanggah. Pernah, ada seorang rekan, sebut saja Tini, mengusulkan buku Rekayasa Sosial karya Jalaluddin Rahmat untuk dijadikan refrensi makalah kami.
“Bagus ini, membahas macam-macam sesat logika,” kata Tini.
Lalu, teman saya yang sok cerdas menimpali. “Teori apaan tuh, Rekayasa Sosial? Mana ada sosial direkayasa, ngawur aja ini si Rahmat, pakai teori dari penulis yang kredibel dan teoretis, dong!”
Kami pun cuma bisa senyam-senyum, kesal.
Hati-hati dengan mahasiswa sok tahu tapi hiperaktif. Sebab, mereka sebetulnya orang-orang yang tidak tahu bahwa dirinya tidak tahu. Jadi, membiarkan mereka menguasai tugas kelompok bisa menjadi keputusan yang buruk.
Terlepas dari semua itu, baik hiperaktif cerdas betulan atau sekadar cerdas-cerdasan, tetap nggak baik buat kestabilan tim. Apalagi, pada saat presentasi, mahasiswa jenis ini pasti akan terlihat mendominasi. Akibatnya, bisa saja anggota lainnya mendapat nilai yang nggak sebagus dia dalam keaktifan.
Oleh sebab itu, cara terbaik menyikapi orang hiperaktif adalah dengan memuji kemampuan mereka. “Kamu ini cerdas betul, segalanya tahu, ha mbok kami diajari supaya bisa kaya kamu.”
Dengan cara itu, syukur-syukur mereka bisa luluh dan mau bekerja sama. Kalau sudah begitu, jadi enak kita ketika hendak berdiskusi. Ya, walaupun kita harus merasa rendah diri di hadapan mereka. Menjengkelkan memang, tapi orang-orang hiperaktif saat tugas kelompok sepertinya memang diciptakan Tuhan untuk menguji kesabaran dan kerendahan hati kita.
2. Mahasiswa Pasrah
Dalam dunia perkuliahan, ada golongan mahasiswa yang ada atau nggaknya mereka, nggak berpengaruh sama sekali terhadap alam semesta. Ya, mereka inilah golongan mahasiswa pasrah, yang segalanya serba manut. Mereka selalu hadir, tapi lebih sering diam daripada berpendapat.
Bila ditanya, “Menurut kalian teori analisis wacana kritis cocok nggak buat penelitian ini?” Maka yang keluar dari mereka adalah senandungnya Nissa Sabyan, “Hmm..Hmm.Hmmm..Hmmm.” Kemudian mereka akan mengangguk, canggung.
Namun, memiliki rekan mahasiswa pasrah dalam sebuah tugas kelompok bukan berarti kita nggak punya keuntungan. Paling nggak, mahasiswa pasrah akan selalu setuju dengan pendapat kita. Mau salah atau benar, mereka akan setuju, bahkan pasrah tanpa pertanyaan apalagi perlawanan.
Meski demikian, ada juga kelemahan mahasiswa pasrah, terutama dalam hal presentasi. Saya punya teman yang tipikalnya serba pasrah. Saban kerja kelompok, dia hanya manut-manut saja dengan teori atau kajian yang saya gunakan.
Saat presentasi, cara dia menerangkan materi seperti anak SD yang sedang latihan membaca. Bedanya, dia membaca di slide yang ditayangkan pada layar proyektor. Di satu sisi, dia juga harus menatap audience supaya presentasinya lebih komunikatif. Walhasil, kepala teman saya itu bolak-balik menghadap audience dan layar secara bergantian dalam rentang waktu yang cukup cepat. Saya sampai takut kalau tiba-tiba lehernya keseleo.
Meski demikian, mahasiswa pasrah tidak perlu perlakuan khusus. Sebab, sejatinya mereka itu rajin dan mau berkontribusi. Bahkan menurut saya, mahasiswa pasrah adalah jenis yang harus kita jaga baik-baik, kalau perlu dilestarikan. Sebab, mereka mengajarkan pada kita arti “menerima” dan “rendah hati” yang sesungguhnya.
3. Mahasiswa Moody
Jenis mahasiswa ini bisa menjadi sangat aktif dan bisa sangat pasrah saat mengerjakan tugas kelompok, tergantung situasi yang memengaruhi suasana hatinya. Saat sedang bersemangat, dia bisa diandalkan untuk berbagi pemikiran, menulis makalah, atau menggarap poin-poin presentasi. Tapi, kalau suasana hatinya sedang buruk, entah karena belum dapat uang jajan atau baru putus cinta, mahasiswa jenis ini cenderung murung dan pada saat mengerjakan tugas akan manut-manut kelompoknya saja.
Menyikapi mahasiswa moody itu cukup sulit. Pertama, kita susah menebak apa yang memengaruhi suasana hatinya. Soalnya, ada tipe orang yang tiba-tiba badmood cuma karena masalah cuaca yang nggak sesuai menurut dia. Ada juga tipe yang badmood hanya karena tempat ngerjain tugas kelompoknya nggak enak bagi dia.
Kedua, kita kadang nggak tahu apa yang sebetulnya diinginkan dia. Sepengalaman saya, orang-orang moody kalau ditanya soal masalah yang memengaruhi suasana hatinya, pasti dia bakal jawab, “Nggak kok, aku fine aja.” Padahal, ekspresi mukanya merengut dan bibirnya agak mengerucut.
Oleh sebab itu, cara terbaik menyikapi mahasiswa moody yang sedang buruk suasana hatinya adalah dengan mengajaknya nonton Kisah Nyata di Indosiar sebelum mengerjakan tugas kelompok. Supaya dia sadar dan berpikir bahwa, “Badmoodku, Menyiksa Teman-Teman Tugas Kelompokku.”
4. Mahasiswa MLM
Ada berbagai cara mahasiswa dalam mencari uang, salah satunya dengan bisnis multi level marketing atau MLM. Seorang mahasiswa yang menjalankan bisnis MLM, tidak hanya menjadi sales suatu produk tertentu, tetapi juga merekrut orang ke dalam bisnisnya supaya mendapat bonus.
Mahasiswa MLM, menurut saya pribadi, adalah jenis yang cukup menyebalkan saat tugas kelompok. Bayangkan, saat kamu sedang kumpul kelompok untuk mengerjakan tugas, dan di saat hampir semua rekanmu sibuk mengerjakan bagiannya masing-masing, dia malah promo sabun wajah. “Eh, ini ekstrak lidah buaya lho, bagus buat wajah, bisa halus kaya kayu yang baru diplester.” Apa-apaan coba?
Soalnya, saya pernah mengerjakan tugas kelompok dan kebetulan salah satu rekan saya berbisnis MLM. Ketika sedang bertugas, dia bukannya membantu saya atau rekan yang lain, tapi malah promosi produk. Sudah begitu, dia terus merayu saya supaya ikut bisnisnya. Kalau sedang ngobrol-ngobrol santai sih nggak apa-apa. Ini masalahnya sedang mengerjakan tugas kelompok, lho. Okelah, mencari uang itu penting, tapi lihat situasi dan kondisi juga, dong.
Jika kalian memiliki teman mahasiswa MLM dan kebetulan sedang berada dalam satu kelompok tugas, jangan bingung atau khawatir. Diamkan saja kalau dia sudah mulai promosi. Anggap sedang mendengarkan radio yang menyiarkan iklan.
5. Mahasiswa Seribu Alasan
Tibalah kita pada jenis mahasiswa yang paling menyebalkan, yaitu si seribu alasan. Dia yang kalau ada kumpul tugas kelompok selalu punya acara. Mulai dari yang mamanya datang ke kosan, ada sepupu jauh bertamu, sampai jualan bunga buat mendanai acara konser. Ada juga yang pergi entah ke mana dengan alasan yang tidak jelas. Misalnya, “Sorry nih, aku ada acara ke bawah,” atau “Absen sek, ada urusan urgent nih, Bro!”
Mahasiswa jenis ini jadi menyebalkan karena dia selalu membuat alasan untuk menghindari kerja kelompok. Sementara, kita nggak tega untuk mencoret namanya dari daftar anggota. Walhasil, sering ada mahasiswa yang nggak pernah kumpul kerja kelompok, tapi namanya tercantum dalam makalah atau slide presentasi. Sialnya lagi, orang-orang jenis ini kerap mendapat nilai bagus, padahal nggak ikut mengerjakan apa-apa. Itu kan curang namanya.
Untuk masalah ini, solusinya tentu perkuat komitmen dan kesepakatan antar anggota setelah kelompok dibentuk. Misalnya, bagi yang nggak ikut kerja kelompok tanpa alasan jelas, diwajibkan mentraktir seluruh anggota kelompok tujuh hari berturut-turut.
Kalau setelah membuat kesepakatan pun, ada rekan yang masih saja bandel, coret saja namanya dari makalah dan slide presentasi. Biar dia nggak dapat nilai dari dosen sekalian. Masa bodoh dengan segala rengekannya. Hidup terlalu berharga kalau hanya dipakai untuk mengurusi orang-orang nggak bertanggung jawab yang hobinya cuma numpang nama.