Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Kebahagiaan Sederhana dari Warung Penyetan

Agus Mulyadi oleh Agus Mulyadi
29 Juni 2019
A A
Sebagian orang lamongan tidak makan lele meski daerah tersebut dikenal sebagai asal pecel lele atau warung penyetan

Ilustrasi Mojok.co

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Saya sering sekali mendengar ungkapan “Orang miskin bingung mau makan apa, orang kaya bingung mau makan di mana,” dan alhamdulillah, saya kerap berada dalam posisi orang kaya: yang punya duit, dan bingung mau makan di mana.

Kemarin malam, hal itu terjadi pada saya.

Saya bingung sekali mau makan di mana. Ada banyak pilihan makanan yang bisa saya tebus dengan uang ratusan ribu yang saat itu ada di kantong saya karena uang gajian baru saja cair, namun otak saya yang mungkin sedang bekerjasama dengan lidah mungkin memang sedang ingin cari perkara.

Saya bisa saja makan nasi rendang plus pergedel Buyung Upik yang kesohor kelezatannya itu, namun entah kenapa, malam itu, rasanya saya tak berselera. Bisa juga makan ayam sambel bawang khas SS plus jamur goreng yang juga terkenal enak itu, namun kelihatannya, saya agak kurang sabar jika harus mengantre di rumah makan jaringan yang memang terkenal ramai dan senantiasa antre lama itu. Bisa pula makan pizza yang bisa saya beli di kedai tak jauh dari warung kopi langganan saya, tapi kelihatannya, saya sedang sangat ingin makan nasi.

Aneka pilihan itu kemudian mampet dan akhirnya menggiring saya untuk makan di salah satu warung penyetan yang dulu kerap saya datangi saat saya masih pedekate sama pacar saya sekarang.

Alasannya tidak muluk-muluk, sekadar nostalgia saja. Lagipula, jaraknya juga tak jauh.

“Ayam bakar sama terong goreng, ya, Bu,” ujar saya pada pegawai warung penyetan yang tampak langsung mencatat pesanan saya pada selembar kertas.

“Minumnya apa, Mas?”

“Es teh.”

Saya kemudian langsung duduk di kursi di ujung meja. Pembeli di warung penyetan ini biasanya ramai, namun saat itu tampak masih cukup lengang, maklum, masih sore. Nanti kalau sudah masuk jam habis isyak, pasti langsung ramai.

Sepinya pengunjung membuat pesanan saya datang dengan cepat, Saya hanya butuh menunggu tak sampai lima belas menit.

Ayam bakar berwarna gelap kecap itu tersaji di hadapan saya, lengkap dengan terong goreng glepung yang renyah, ditambah dengan sambal cabai hijau dengan sensasi pedas-asin.

Saya langsung santap dengan perasaan yang biasa saja, dengan nafsu makan yang biasa pula, sebab memang warung penyetan itu saya pilih sekenanya saja, bukan karena saya merasa sangat berselera.

Namun, begitu suapan yang pertama masuk mulut, rasanya menjadi sangat luar biasa. Keputusan saya memilih penyetan ini ternyata adalah pilihan tepat. Entah kenapa, rasa ayam bakar dan terong goreng ini rasanya sangat-sangat enak. Padahal perasaan, dulu nggak seenak ini.

Iklan

Legitnya ayam bakar ditambah dengan renyah glepung pada terong berpadu dengan sambal, Masya Allah, sangat eco.

Hanya butuh sekitar delapan menit untuk menandaskannya sampai habis.

Puas sekali.

“Berapa, Bu?” tanya saya pada penjaga warung. “Nasi ayam bakar, tambah terong goreng, minumnya es teh.”

“Delapan belas ribu, Mas.”

Saya kemudian mengambil uang dua puluh ribu dari saku saya. Saya ulungkan pada Ibu penjaga warung. Ia kemudian memasukkan uang tersebut ke dalam kotak penyimpanan sembari mengambilkan uang dua ribu rupiah sebagai kembalian.

“Mas, kok sudah lama nggak pernah ke sini,” ujarnya seraya mengulungkan uang kembalian saya.

Pertanyaan si Ibu membuat saya tersenyum, “Iya, je, Bu. Sibuk,” kata saya sambil berlalu.

Saya ambil motor saya dan langsung memacunya ke warung kopi langganan saya. Sepanjang perjalanan, hati saya mongkok. Bahagia betul.

Diingat sama penjaga warung penyetan ternyata kok ya menyenangkan juga rasanya. Sungguh, hidup kita ini sebenarnya penuh dengan kebahagiaan-kebahagiaan kecil yang sederhana. Kebahagiaan yang kerap muncul di saat yang tepat. Saat kita suntuk, saat kita bosan, saat kita merasa hidup terasa datar-datar saja.

Terakhir diperbarui pada 29 Juni 2019 oleh

Tags: kebahagiaanmakanwarung penyetan
Agus Mulyadi

Agus Mulyadi

Blogger, penulis partikelir, dan juragan di @akalbuku. Host di program #MojokMentok.

Artikel Terkait

Ki Ageng Suryomentaram: Saat Hidup Tenang Itu Lebih Penting daripada Jadi Hebat
Video

Ki Ageng Suryomentaram: Saat Hidup Tenang Itu Lebih Penting daripada Jadi Hebat

22 Juli 2025
Afthonul Afif: Bahagia Bukan Soal Senyum, Tapi Soal Makna
Video

Afthonul Afif: Memahami Makna Bahagia dari Sudut Pandang Psikologi, Filsafat, dan Spiritualitas

30 Juni 2025
Mengelola Rasa Marah untuk Hidup yang Lebih Bahagia | Semenjana Eps. 11
Video

Mengelola Rasa Marah untuk Hidup yang Lebih Bahagia | Semenjana Eps. 11

14 April 2025
Sarjana Akuntansi Jualan Penyetan, Cuannya di Atas Gaji PNS MOJOK.CO
Kampus

Sarjana Akuntansi Nekat Pilih Jualan Penyetan di Tengah Keluarga PNS, Direndahkan karena Tak Berseragam, Nggak Tahu Aja Hidupnya Lebih Makmur

29 Mei 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Gowes Ke-Bike-An Maybank Indonesia Mojok.co

Maybank Indonesia Perkuat Komitmen Keberlanjutan Lewat Program Gowes Ke-BIKE-an

29 November 2025
pendidikan, lulusan sarjana nganggur, sulit kerja.MOJOK.CO

Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada

5 Desember 2025
'Aku Suka Thrifting': Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism.MOJOK.CO

‘Aku Suka Thrifting’: Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism

1 Desember 2025
Bakpia Mojok.co

Sentra Bakpia di Ngampilan Siap Jadi Malioboro Kedua

1 Desember 2025
waspada cuaca ekstrem cara menghadapi cuaca ekstrem bencana iklim indonesia banjir longsor BMKG mojok.co

Alam Rusak Ulah Pemerintah, Masyarakat yang Diberi Beban Melindunginya

1 Desember 2025
Bioskop NSC Rembang, bangunan kecil di tanah tandus yang jadi hiburan banyak orang MOJOK.CO

Bioskop NSC Rembang Jadi Olok-olokan Orang Sok Kota, Tapi Beri Kebahagiaan Sederhana

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.