MOJOK.CO – Sudah betul Manchester United kalah dari Manchester City. Bukan membantu Liverpool, tapi demi kedamaian Liga Inggris. Berkubang di kegelapan saja sana!
Katanya sih, Manchester United sedang dalam perempatan. Bingung dengan situasi. Jika menang atas Manchester City, mereka seperti membuka jalan lebih lebar bagi Liverpool untuk juara. Sementara itu, jika kalah dari City, artinya mereka kalah di sebuah pertandingan derby dengan gengsi sundul langit.
Salah satu followers saya di Twitter @arsenalskitchen, yang kebetulan fans United berujar bahwa dia lebih suka melihat United kalah dari City. Dia tidak ingin Liverpool juara, saking bencinya. Mungkin, dia takut jumlah gelar Liga Inggris bakal didekati Liverpool. Saat ini, United sudah mengumpulkan 20 piala, sementara Liverpool 18. Banyak sih, tapi terakhir kali Liverpool juara itu terjadi 28 tahun yang lalu. Tuwek!
Kebencian akan sesuatu membuat manusia bisa menempuh jalan aneh yang tak terpikirkan sebelumnya. Mengalah dengan rival satu kota? kalau itu memang terjadi, memang betul anggapan kalau United adalah pecundang sejati sepanjang sejarah sepak bola. Betul-betul sudah menggadaikan jiwa kepada Berhala!
Menurut saya sih, Manchester United tidak berada di perempatan. Mereka berada di kubangan, di pawuan, habitat mereka selama ini. bersama Tottenham Hotspur, mereka adalah kesayangan liga, sampai-sampai muncul umpatan legendaris yang bunyinya: “Uasuuu! Wasite Emyu!” Padahal yang sedang bertanding adalah PSCS Cilacap vs Persigo Gorontalo.
Kalian tahu istilah “menjonru”? Itu lho, istilah yang sempat populer ketika Bang Jonru masih jadi hits. Blio terkenal karena “argumen” yang begitu menggugah, yang dialamatkan kepada Jokowi. Saking bergairahnya, argumen itu jatuhnya jadi fitnah. Nah, untuk menyebut kegiatan atau melakukan fitnah, lahirlah istilah “menjonru”.
Nah, seperti kata “menjonru” untuk padanan “fitnah”, Manchester United juga punya padanan kata, atau lebih tepatnya padanan umpatan. Bunyinya adalah “Asu! Wasite Emyu!”. Umpatan ini digunakan ketika wasit tidak bekerja dengan baik. Sangat cocok untuk menggambarkan setan berwarna merah itu. Tukang gadai jiwa!
Manchester United juga harusnya kalah dari Manchester City karena mereka bukan panutan yang baik. Apalagi untuk anak-anak kecil. United gagal mengajarkan kepada generasi muda tentang makna kesetiaan dan kerja keras.
Setelah digilas oleh Everton dengan skor 4-0, ketika berbicara kepada wartawan, Ole Gunnar Solskjaer melontarkan pernyataan yang “sangat MU banget”.
“Apakah para pemain di kamar ganti betul-betul ingin bermain untuk Manchester United?” Tanya wartawan.
“Saya tidak tahu,” jawab Ole.
Ole at the wheel (chair), ketika United kembali masuk ke dalam ketidakjelasan, masuk kembali ke dalam dunia kepecundangan mereka, terutama setelah Sir Alex Ferguson pensiun. Sepeninggal manajer legendaris itu, United bergonta-ganti pelatih, menjual jiwanya kepada David Moyes, Louis van Gaal, Jose Mourinho, Ryan Giggs, dan Ole Gunnar.
Itu baru soal pelatih dengan “kemaluan yang besar” tapi tak punya daya untuk ereksi. Pemainnya? Konon, musim panas mendatang, adalah jadwal Paul Pogba untuk hengkang. Ini gimana jalan pikirannya. Hengkang kok dijadwal. Kalau bukan klub yang suram tentunya klausul semacam ini tak bakal pernah muncul.
Klausul seperti ini menjadi gambaran betapa pemain bintang yang datang tidak pernah percaya sepenuhnya kepada Manchester United. Mereka datang karena uang. Gaji tinggi, piti dari sponsor yang mengalir deras, hingga mendapat exposure yang tinggi untuk menaikkan brand mereka sendiri.
Kalau pemain mau datang dengan motivasi uang, yang namanya kesetiaan, fair play, determinasi, kerja keras, inisiatif, harga diri, yang tentu saja cuma dongeng pengantar tidur. Ketika bertemu lawan yang performanya tengah menurun, mereka bisa bermain begitu bagus. Menang dengan mudah, bermain cantik.
Namun, ketika bertemu lawan yang satu level atau bahkan lebih kuat, pemain-pemain Manchester United berubah warna menjadi pecundang sejati sedunia. Apalagi ketika sudah kalah beruntun. Bukan persatuan yang terasa, tapi usaha menyelamatkan karier masing-masing.
Ambil contoh David De Gea, yang sedang ngambek lantaran permintaan naik gaji belum juga dipenuhi manajemen United. Yakin, ini cuma strategi De Gea untuk secara halus bilang, “Ude, tolong jual gue ya. Males banget sih di mari. Kalahan mulu.” Kariernya memang lebih penting ketimbang klub (berlogo) setan ini.
Miguel Delaney menulis di The Independent bahwa Marcus Rashford diminati Barcelona. Jebolan akademi United itu bahkan sudah berubah, bukan lagi seorang pemuda yang rendah hati seperti dulu. Ya begitu kalau sudah menjual jiwa kepada setan. Sifat-sifat baik akan diisap oleh kegelapan, dan digantikan oleh hati yang buram. Iri hati, sombong, keras hati. Komplet!
Oleh sebab itu, sudah betul kalau mereka kalah saja dari Manchester City, lalu kalah lagi dari Chelsea di akhir pekan. Bukan untuk membantu Liverpool jadi juara, tetapi demi kebaikan Liga Inggris, Manchester United jauh-jauh saja dari papan atas. Berkubang saja di kegelapan!