MOJOK.CO – Ada 3 alasan yang membuat Manchester City tak bisa dikejar oleh para rival di Liga Primer Inggris. Inilah analisisnya.
Kekalahan yang tidak lagi mengejutkan yang dialami Manchester United dari West Bromwich Albion pada Minggu (15/4) malam memastikan gelar juara mampir ke kandang Manchester City. Bermain melawan klub yang satu level, United tidak banyak memberikan perlawanan. Sama seperti usaha mereka memberikan tekanan kepada City sepanjang musim ini. Nihil.
Sebenarnya, sudah sejak dua minggu yang lalu, City “sudah dianggap” sebagai juara Liga Primer Inggris. Bukan soal Raihan poin saja, namun mempertimbangkan kualitas skuat, lawan-lawan yang mereka hadapi, dan performa rival di dua besar. Oleh sebab itu, gelar Liga Inggris yang pertama untuk Pep Guardiola ini sudah bisa memang ditebak.
Musim ini, City berlari terlalu kencang bagi lawan-lawan mereka. Setidaknya, ada 3 kunci yang membuat Guardiola nampak begitu mulus membawa The Citizens ke tampuk juara. Inilah 3 kunci juara Manchester City
1. Uang bukan segalanya, namun banyak uang membuat Manchester City bahagia
Sepak bola modern, suka tidak suka, bergandengan mesra dengan investasi (besar). Terutama, jika kamu adalah pemilik klub besar. Ketika mengambil alih City, Mansour bin Zayed Al Nahyan memastikan bahwa dana akan terus mengalir. Demi apa? Tentu demi gelar juara yang berkelanjutan di masa depan. Tak terkecuali musim ini.
Sheikh Mansour memahami bahwa Guardiola membutuhkan dana besar untuk membangun ulang skuat City yang semakin menua. Cuci gudang, mantan pelatih Barcelona tersebut melepas banyak pemain senior. Wilfred Bony, Nolito, Fernando, Aleksandar Kolarov, Samir Nasri, Jesus Navas, Pablo Zabaleta, Willy Caballero, dan Bacary Sagna.
Sebagai gantinya, Guardiola membeli Benjamin Mendy, Aymeric Laporte, Bernardo Silva, Kyle Walker, Danilo, Ederson, dan beberapa pemain muda lainnya. Jika ditotal, City membelanjakan 315 juta euro musim ini. Begitu mahal modal untuk menjadi juara? Begitulah dampak laju sepak bola industri. Sekali lagi, suka atau tidak suka.
Praktis, sudah dua musim ini harga bek sayap dan kiper modern melambung jauh. Perubahan cara bermain sebuah klub modern secara global memicu situasi ini. Kalau sudah begitu, jangan heran apabila pengeluaran City sangat tinggi. Musim ini, City membeli 3 bek modern dan satu kiper yang menyandang status calon kiper terbaik di dunia.
Dengan uang minyak yang mengalir deras, City bisa merekrut pemain-pemain terbaik yang tersedia di bursa transfer. Lantas, apakah hanya cukup punya uang banyak saja? Ya tentu tidak. Dibutuhkan pikiran-pikiran terbaik untuk membuat investasi tersebut terbayar lunas di ujung musim.
2. Pendekatan Guardiola yang berhasil
Membeli pemain mahal adalah satu hal, dan memaksimalkan mereka adalah hal lain yang sangat berbeda. Banyak orang sinis, dan biasanya iri akan berkata bahwa Guardiola sangat beruntung karena dibekali banyak uang dan menukangi klub besar. Lalu, para orang sinis ini akan melanjutkan dengan sebuah saran supaya Guardiola berani menangangi klub kecil.
Ha kamu itu siapa berani mengajukan saran seperti itu? Apa kontribusimu untuk pedukuhan dan kelurahan tempat kamu tinggi? Ada kerja bakti tiap hari Minggu saja kamu absen pakai banyak alasan.
Guardiola lekat dengan klub besar karena memang prestasinya, sejak beliau masih aktif bermain. Dan ketika laki-laki asal Spanyol tersebut diberi mandat melatih Barcelona, sukses besar yang ia persembahkan. Guardiola dikelilingi pemain-pemain terbaik di Barcelona? Ingat, Tata Martino terhitung gagal ketika memegang skuat yang kurang lebih sama seperti skuat Guardiola.
Melatih para bintang, pemain berharga mahal, bahkan lebih sulit dibandingkan melatih pemain-pemain semenjana yang akan langsung menuruti pelatih dengan reputasi besar. Coba tengok musim pertama Arsene Wenger melatih Granit Xhaka. Atau musim pertama Jose Mourinho melatih Paul Pogba. Apakah dua pelatih tersebut bisa dengan mudah menangani Xhaka dan Pogba?
Wenger bahkan menyebut Xhaka sebagai gelandang box-to-box ketika posisi dan peran terbaik bagi Xhaka adalah deep playmaker. Mourinho memainkan Pogba lebih ke dalam, sebagai pengatur serangan, ketika posisi dan peran terbaik Pogba adalah advance #8, yang bermain dekat dengan kotak penalti.
Di sinilah pendekatan Guardiola terbilang berhasil. Ia berhasil menangani pemain-pemain seperti Leroy Sane yang tidak terlalu bagus di musim perdana. Guardiola sukses mentransformasi Raheem Sterling, dari gelandang sayap menjadi pencetak gol yang bisa diandalkan. Yang fenomenal, Guardiola merevitalisasi karier Fabian Delph, dari gelandang yang bakal dijual, menjadi salah satu bek kiri terbaik di liga musim ini.
Yang dilakukan Guardiola tak sekadar membeli. Ia merawat dan menaikkan level pemain-pemain yang pada dasarnya punya kualitas. Begitulah tim juara. Kombinasi pemain terbaik dan pelatih cerdas. Suka tidak suka, begitulah keadaannya.
3. Sedikit keberuntungan tiada mengapa
Kenapa Manchester City bisa menjadi juara? Salah satu sebabnya adalah keberuntungan. City sangat beruntung ketika mereka masuk ke gigi dua, lalu tiga, untuk melaju cepat, para rival justru tersungkur.
Di awal musim, United sempat memberi tekanan. Namun, kalau pada dasarnya semenjana saja, Setan, Merah, justru gagal ketika tengah melakukan “pacuan dua kuda” saja di paruh kedua musim ini.
Liverpool? Ingat, nama tengah Liverpool adalah Liver-inkonsisten-pool. Skuat asuhan Jürgen Klopp baru bisa dibilang agak bagus di paruh akhir musim ini. Sayang, tak cukup pertamax untuk berlari sejak awal musim.
Chelsea? Ketegangan antara beberapa pemain, manajemen, dan sang pelatih merusak musim Chelsea. Bahkan sejak Januari lalu, ketika konfliknya dengan Diego Costa semakin memuncak, posisi Antonio Conte sebagai pelatih sudah tiada aman. Maka maklum, apabila Chelsea juga me-“Liverpool”-kan diri.
Arsenal? Lalau pada dasarnya belum sembuh dari penyakit semi-medioker, ya selama itu juga Arsenal hanya akan menjadi penggembira saja. Tottenham Hotspur? Apa itu Tottenham Hotspur? Yang strikernya mengemis gol, merebut gol rekannya hanya demi mengejar status pencetak gol terbanyak namun pada akhirnya kalah dengan Mohamed Salah, seorang pemain sayap? Saya tak tahu sudah.
Rival yang mengecewakan boleh kamu sebut sebagai keberuntungan. Dan sayangnya, keberuntungan itu sudah cukup untuk membuat City tak bisa dikejar lagi. Suka, atau tidak suka. Begitulah adanya.
Jadi, pada akhirnya, yang juara patut mendapatkan selamat. Selamat, City.