MOJOK.CO – Gagal membeli striker, Manchester United mungkin justru berhasil menarik keluar potensi besar Anthony Martial. Selanjutnya, konsistensi yang bakal jadi pekerjaan rumah.
Ketika Manchester United siap memberikan Romelu Lukaku ke Juventus demi Paulo Dybala, saya tahu ini bisnis yang menarik. Ole Gunnar Solskjaer mungkin butuh jenis pemain seperti Dybala. Sayangnya, Manchester United gagal mendapatkan Dybala, pun malah ditinggal Lukaku hengkang. Bukan menuju Juventus, tetapi Inter Milan.
Menjelang penutupan jendela transfer Liga Inggris untuk keperluan membeli atau meminjan, Manchester United berusaha mendapatkan tanda tangan Mario Mandzukic. Jelas, mereka butuh striker baru untuk menggantikan Lukaku. Namun, hingga jendela transfer ditutup, United tak mendapatkan satu striker saja.
Sungguh sulit membaca mimik Ole ketika United gagal memberi striker. Di balik wajah “bayi” mantan striker United itu, ada sebuah emosi yang sulit untuk dibedah maksudnya. Jika isi hati Ole sulit dibaca karena mimiknya yang terlihat polos, tidak dengan niat manajemen Manchester United menyerahkan nomor punggung 9 untuk Anthony Martial.
Sebelum laga melawan Chelsea, saya merasakan “sesuatu” bakal diberikan Anthony Martial. Kenapa? Di mata saya, Anthony Martial adalah striker murni. Sejak dilatih Louis van Gaal, Jose Mourinho, hingga awal karier Ole bersama United, Martial banyak dimainkan sebagai winger kiri. Kini, ia bermain di posisi paling ideal.
Beberapa pelatih Manchester United mungkin berusaha memaksimalkan atribut individual Anthony Martial. Ia bagus dengan bola; baik menggiring, mengumpan, maupun menendang ke arah gawang. Kelebihannya adalah superior dalam situasi satu lawan satu. Memainkannya dari sisi kiri merupakan cara memaksimalkan atribut itu.
Namun, Anthony Martial justru tidak berkembang. Ia bukan winger modern yang peka dengan tanggung jawab untuk bertahan. Suatu kali, Jose Mourinho bahkan terlihat marah-marah kepada Anthony Martial yang malas melakukan track back lawan. Hasilnya, bek kiri banyak terekspose. Pemain asal Prancis itu memang bukan tipe pekerja yang bisa dipaksa.
Ia harus bermain dengan suasana hati terbaik. Indikasinya, kalau Martial banyak tersenyum, fans United bisa berharap performa terbaik akan terlihat. Dan, Manchester United sudah betul dengan memberikan nomor punggung 9 kepadanya lagi.
Bagi striker, nomor punggung bisa berarti banyak. Well, kamu bisa menyebutnya sebagai “anggapan lama”. Namun, bagi beberapa pemain, nomor punggung bisa menjadi sebuah bukti kepercayaan pelatih. Ketika Setan Merah mengunggah sebuah video pengumuman nomor punggung baru, saya berharap ini awal yang baru bagi Martial.
Anthony Martial, si pemakan ruang
Baik Martial, maupun Marcus Rashford, samas-sama bisa bermain baik ketika mereka mendapatkan ruang. Tidak perlu lebar, asal bisa berakselerasi. Untuk mendapatkan situasi ideal itu, keduanya, tentu dibantu rekan lainnya, harus bisa bergerak secara kontinu. Nah, meski berposisi sebagai striker, Martial akan banyak bergeser ke halfspace sisi kiri atau ke lini kedua, membuat Rashford bisa masuk ke kotak penalti atau bergerak diagonal dari sisi kanan.
Pergerakan ini penting. Bedanya jika bermain dari sisi kiri, deretan bek lawan sudah bisa memperkirakan arah penetrasi Anthony Martial. Oleh sebab itu, meski Manchester United terlihat berbahaya dengan penetrasi individual, lawan sebenarnya sudah punya cara untuk mengantisipasi.
Ketika starting point Martial adalah dari ujung tombak (pemain paling depan dalam skema dasar), lawan harus melakukan penyesuaian untuk antisipasi. Lawan tidak bisa menunggu dengan menumpuk pemain. Dilema ini yang banyak diincar duet Martial dan Rashford. Ketika Martial turun ke lini kedua, paling tidak, gelandang bertahan lawan akan mengikuti pergerakannya.
Salah satu zona berbahaya di sepak bola adalah zona 5, atau daerah di depan kotak penalti. Ketika zona ini terbuka, Rashford tinggal memaksimalkannya. Ia punya akselerasi yang baik, yang membantunya mengeksploitasi ruang di belakang bek lawan. Gol ketiga Manchester United adalah contoh gol yang berawal dari pancingan Martial dan dimanfaatkan Rashford.
Sementara itu, baik Anthony Martial maupun Rashford sama-sama berbahaya ketika masuk ke kotak penalti. Perhatikan gol kedua, ketika Rashford mengincar tiang dekat, sementara Martial datang dari titik buta bek. Pergerakan keduanya saling melengkapi. Meski cuma menggunakan dua pemain, bek lawan harus bekerja dua kali lebih berat karena menghadapi dua striker yang mobile.
Anthony Martial seperti punya kemampuan untuk “mengukur gawang”. Semua pergerakannya diperhitungkan untuk membuat peluang secara maksimal. Baik buat dirinya sendiri, maupun buat para rekan di lini kedua. Tidak ada bek yang suka berhadapan dengan striker yang bisa mengukur jarak dan memakan ruang secara maksimal.
Manchester United bisa menduplikasi lini depan musim 2007/2008?
Kuartet Wayne Rooney, Louis Saha, Carlos Tevez, dan Cristiano Ronaldo punya daya gedor yang luar biasa. Ronaldo, yang mulai mengenali potensi dirinya menjadi “predator kotak penalti”, mampu membuat 31 gol di liga.
Apakah saya terlalu jauh berharap musim ini Manchester United bisa menduplikasi kekuatan komposisi musim 2007/2008?
Anthony Martial, Marcus Rashford, Jesse Lingard, dan Andres Perreira (Daniel James) setidaknya punya modal mencapai komposisi mengerikan itu. Keempatnya mobile, bisa bergerak secara kontinu di ruang-ruang sempat, jeli melihat pergerakan kawan, bermain dalam suasana hati yang baik, dan saling memahami.
Well, memang dibutuhkan sistem yang mendukung karena Manchester United saat ini masih belum teruji melawan tim dengan sistem pressing kelas elite. Jika Chelsea lebih klinis, bisa jadi skor pertandingan tidak akan terlihat “berat sebelah”. Skor 4-0 untuk Manchester United memang tidak bisa menggambarkan situasi secara akurat.
Ole Gunnar Solskjaer, yang gagal membeli striker baru, justru mendapatkan skuat yang cair dan punya potensi. Konsistensi dan kedisiplinan yang akan berbicara banyak.