Wayang merupakan salah satu warisan budaya bangsa Indonesia, khususnya masyarakat pulau Jawa. Dalam bahasa Jawa dan Indonesia, kata wayang berarti bayangan, yang mencerminkan hakikat pertunjukan sekaligus simbol perjalanan hidup manusia.
Berdasarkan manuskrip pedalangan, sejarah wayang tak dapat lepas dari proses transformasi panjang. Dari masa ke masa manuskrip inilah yang hingga gini dijadikan rujukan oleh para dalang dalam memahami asal-usul pewayangan.
Tahap paling awal perkembangan wayang, menurut Serat Centhini, terjadi pada masa Prabu Jayabaya. Pada masa itu, wayang belum berbentuk pertunjukan , melainkan gambar tokoku di atas daun lontar. Tahap berikutnya terjadi pada masa Prabu Aji Saka. Pada masa inilah tokoh-tokoh wayang yang semula hanya berupa gambar mulai diberi alur cerita.
Transformasi terbesar dalam sejarah Wayang terjadi pada masa kesultanan Demak, di bawah Raden patah dengan dukungan para Wali Songo. Para wali menyadari bahwa wayang sangat digemari masyarakat, namun harus disesuaikan dengan syariat islam yang tidak memperbolehkan penggambaran manusia secara realistis.
Namun Lambat laun wayang-wayang seperti Beber Majapahit dan kertas Padjajaran kini tidak lagi ditemukan secara utuh dan sebagian besar telah punah. yang bertahan dan diwarisi hingga hari ini adalah Wayang Kulit Purwa Hasil Transformasi zaman Demak.
Wayang bukan lagi sekedar pertunjukan, tetapi juga juga sarana pendidikan spiritual. Berdasarkan sumber-sumber manuskrip, dapat disimpulkan bahwa wayang memang telah ada sejak masa pra-Islam, tetapi bentuk paling sempurna, sistematis dan indahnya justru lahir pada masa para wali di Demak.







