Masjid Istiqlal, masjid terbesar di Asia Tenggara, memiliki sejarah panjang dan penuh kontroversi. Lebih dari tempat ibadah, Istiqlal adalah simbol kebangsaan dan arena tarik-menarik politik. Dibangun di era Soekarno dan diresmikan Soeharto, masjid ini mencerminkan pergeseran kekuasaan dan ideologi di Indonesia.
Masjid ini menyimpan berbagai fakta menarik, termasuk peran arsitek non-Muslim, Frederick Silaban, dalam perancangannya. Dari sirkus Soviet yang hampir mendanai pembangunannya hingga skandal korupsi di balik proyeknya, Istiqlal menjadi saksi perjalanan bangsa ini.
Masjid Istiqlal tak hanya jadi tempat ibadah, tapi juga pusat dinamika sosial dan politik. Dari Festival Istiqlal yang pernah jadi ajang budaya nasional hingga perannya sebagai markas Pamswakarsa pada 1998, sejarahnya terus bergerak dalam pusaran kekuasaan. Dari sini pula lahir gagasan “Muslim Tanpa Masjid,” yang menggambarkan kontras antara mahasiswa yang berdemo di luar masjid dan kelompok yang menguasai Istiqlal.
Dengan sejarah yang penuh dinamika, Istiqlal bukan hanya saksi bisu perubahan zaman, tetapi juga medan pertempuran makna: antara agama dan politik, antara nasionalisme dan spiritualitas, serta antara mereka yang berkuasa dan mereka yang melawan.
Bagaimana sebenarnya peran Masjid Istiqlal dalam perjalanan bangsa? Benarkah ia lebih dari sekadar rumah ibadah dan menjadi arena tarik-menarik kepentingan? Simak pembahasannya di video Jasmerah terbaru bersama Muhidin M. Dahlan
