Hallo Mojok. Aku tuh mau berkisah tentang hal yang mengganjal hatiku. Kalau kamu lihat profile Instagramku, isinya perihal batik semua. Yup, aku seorang pecinta batik, batik asli tepatnya.
Yang sehari-hari belajar tentang batik, sharing tentang batik, bermain dengan batik, dan mencoba hidup dengan falsafah batik.
Pada suatu kesempatan aku tu di-apreciate gitu deh sama pemerintah atas kegiatan membatikku. Diundang agar bisa sharing kepada orang-orang untuk memberi tahu tentang bagaimana sih proses membuat batik asli.
Menyenangkan bagiku melakukan hal-hal itu. Seneng bahwa bangsa ini masih mau mengenali budayanya.
Kepada orang-orang muda (anak2 sekolah dan mahasiswa) seringkali kukatakan bahwa, kita ngga tau masa depan kita bagaimana nanti. Siapa tahu kita berkesempatan untuk belajar atau bekerja di luar negri.
Nah, ketika dalam pergaulan dengan orang-orang mancanegara tentu pembicaraan tentang budaya akan menjadi bahasan.
Lalu kita sebagai anak bangsa Indonesia harus mengerti tentang budaya kita, salah satunya yang terkenal adalah batik.
Akan menyenangkan jika kamu mengatakan, “aku lho bisa membuat batik sederhana..” dapat menjelaskan proses dan hal-hal tentang batik.
Oke, itu terlalu muluk dan berbunga-bunga banget kan.
Nah keluhanku dimana?
Dengan adanya perayaan Hari Batik, banyak berbagai pelatihan, seminar batik, fashion show batik, wacana-wacana tentang tiap provinsi yang harus memiliki batik dengan ragam hias khas daerah masing-masing. Nah, yang bikin miris tuh, justru dari aktivitas regulernya. Paling berasa tuh dari pemdanya sendiri tidak mendukung.
Secara REAL bahkan malah menjatuhkan batik. Batik sendiri memiliki pengertian kain bergambar yang pembuatannya secara khusus dengan menuliskan atau menerakan malam pada kain itu, kemudian pengolahannya melalui proses tertentu.
Nah, tau sendiri kan, kalau seragam sekolah, seragam guru, seragam aparatur sipil negara (ASN), seragam orang dinas, pakainya “katanya batik”, padahal hanya KAIN PRINTING DENGAN RAGAM HIAS MIRIP BATIK!
Alasannya apa?
Katanya batik asli itu MAHAL..!
Mau ketawa apa nangis yak ?
KOMITMEN untuk memakai batiknya mana?
Bukannya UNESCO menerima batik sebagai warisan tak benda dimana batik dipakai sebagai keseharian, benda pelengkap dalam kehidupan kita?
Padahal nih..
Batik ga semahal itu kok !
Di Madura, kita bisa memakai batik tulis asli dengan harga perhelai ukuran 2 meter seharga Rp 85 rb.
Di Jakarta, untuk batik asli bisa kok sehelai 2 meter seharga Rp 150-an ribu.
Kalo diitung, beli segelas starbak yg sekali glek masih mampu, kok beli kain batik asli yang dapat dipakai berulang-ulang bilang mahal. Itung-itungannya gimana sii..?
Begitu deh unek-unek akuh…
Barangkali Mojok bisa bantu bisikin ke mereka-mereka, pemangku kebijakan dan kekuasaan yang masih aja keukeuh pake seragam printing dengan motif batik dan berkata “hari Kamis kita pakai seragam batik”
Selamat malam dan Terima kasiih
🙏😊🙏
Aryani Tina sitio, Jakarta Timur
[email protected]