Salah satu konten yang menuhin TikTok di pertengahan Oktober sampai November 2022 lalu adalah jeritan petugas sensus Registrasi Sosial Ekonomi yang bertugas di lapangan. Tulisan saya ini berangkat dari pengalaman langsung menjadi bagian dari mereka.Â
Posisi saya adalah sebagai PPL (Petugas Pendata Lapangan) yang keliling dari rumah ke rumah. Satu petugas sensus biasanya akan dapat jatah 250-300 rumah dalam kurun 1 bulan tersebut. Nah, dalam angka ratusan itu kalian bisa bayangkan cerita di setiap rumah yang berbeda-beda.
Sebelum turun lapangan, pemateri untuk pengisian formulir sudah mewanti-wanti kami supaya tidak terbuai iba dengan raut atau kondisi terlihat saja, tapi mengacu pada tanda yang diberi RT, mana kelompok yang sekiranya tidak miskin hingga sangat miskin.
Nah, saat turun lapangan satu persatu rumah saya ketuk, kondisinya macam-macam dari yang tergolong mampu sampai sangat miskin. Saya paham, pasti akan sangat membantu kalau bisa dapat bantuan dari pemerintah apalagi di desa. Tetapi sudah saya jelaskan di awal wawancara bahwa saya hanyalah petugas sensus yang menjadi bagian pendataan dan tidak memiliki wewenang apapun terkait bantuan pemerintah.
Di sela-sela bincang bersama responden, tidak sedikit dari mereka yang curcol kondisi keuangannya bahkan menarik-narik saya untuk dapat melihat bagian rumahya yang perlu perbaikan meminta dilaporkan kondisinya ke pemerintah supaya cair bantuan untuk rumah. Memang saya memakluminya, tapi saya takut kedekatan ini nanti mempengaruhi objektifitas saya sebagai petugas sensus untuk menilai aspek sosial dan ekonomi dari rumah tangga tersebut.
Apalagi dalam satu hari saya harus berburu waktu karena kesibukan yang lain dan sudah mencari waktu yang pas kala jam istirahat atau pulang kerja penduduk setempat sehingga bisa meraup keterisian formulir segera.Â
Sebagai petugas sensus, saya juga pernah nangis sepulang wawancara dari salah satu rumah karena bapak-bapak pemilik rumah alot abis, tidak mau menunjukkan Kartu Keluarga sampai mendesak saya “Akan dikemanakan data-data ini? Apa jaminan kamu kalau data saya tidak disalahgunakan?” katanya sampai mencak-mencak.
Saya juga sering ditolak saat awal perkenalan sebagai petugas sensus karena dikira sales barang, pinjaman keliling atau mau hipnotis orang karena diperhatikan mondar-mandir mengecek rumah sampai foto bangunan setiap rumah.
Belum lagi harus berhadapan dengan responden yang berbelit-belit jika ditanya pendapatan bulanan, kalau dilihat-lihat dari mobil pribadinya yang ada 3 di depan rumah dan punya 2 toko besar apa kalian percaya jika penghasilannya hanya Rp2 juta dalam 1 bulan?
Tapi sebagai petugas sensus saya hanya harus menulis apa yang secara lisan diucapkan responden dan hanya bisa tersenyum sambil menghela nafas. Ya sudah, mau bagaimana lagi? Jadi saran saya kalau suatu hari kalian jadi petugas sensus juga, harap banyak bersabar!”
Firdha Eka Susanti Dianingsih, Condong Catur, Sleman, Yogyakarta,
[email protected]