Bagi yang melintas di Jalur Pantura Semarang-Kudus, silakan misuh. Jalan yang penuh bopeng dan membahayakan pengenderanya.
Sudah hampir lima tahun sejak saya menjadi mahasiswa di sebuah kampus swasta di Kabupaten Kudus. Selama kurun waktu tersebut, saya merasa nyaman tinggal di Kudus karena biaya hidup yang lebih rendah jika di bandingkan dengan beberapa kota besar. Meskipun begitu, saya masih rutin pulang hampir setiap akhir pekan ke rumah saya yang ada di Semarang. Jaraknya yang hanya sekitar dua jam perjalanan membuat saya lebih memilih pulang daripada bosan di kos-kosan.
Banyaknya rintangan di jalur Pantura Semarang-Kudus
Jalur Pantura Semarang-Kudus adalah jalan yang membuat saya selalu beristigfar. Ada banyak rintangan yang saya harus melewatinya di jalan ini, seperti jalan rusak dan kemacetan. Ibarat sebuah wajah, jalur ini terlihat penuh bopeng dan koreng. Banyak sekali lubang, jalan retak, dan tambalan aspal yang membuat jalan jadi bergelombang.
Bagi saya, tambalan aspal sama saja dengan jalan berlubang. Banyaknya titik tambalan membuat siapapun terutama pengguna motor jadi merem melek. Apalagi jika tak sengaja menabrak lubang, orang yang kalem pun pasti akan misuh.
Jeleknya jalan ini sebenarnya dapat dimaklumi. Bayangkan saja, jalan yang sudah diaspal jadi bergelombang karena terkena beban truk tronton dan kawan-kawannya. Ini membuat bentuk aspalnya jadi seperti ombak yang mengeras di tepi pantai.
Adanya pohon di tepi jalan di Jalur Pantura Semarang-Kudus juga suka membuat pengendara terjebak. Alih-alih menjadi teduh, bayangan pohon di siang hari justru menyamarkan lubang yang ada sehingga pengendara abai jika ada lubang di depannya. Saya sendiri pernah dua kali hampir mengalami kecelakaan karena tak sengaja melibas lubang dengan kecepatan tinggi. Beruntung meskipun sempat oleng, saya tak sampai jatuh dan kena sambar pengendara lain.
Baca halaman selanjutnya
Pekerjaan sia-sia karena jalan yang diperbaiki cepat rusak kembali
Pekerjaan sia-sia karena jalan yang diperbaiki cepat rusak kembali
Masalah lain adalah pembangunan dan perbaikan jalan. Memang hal ini penting, tapi entah kenapa jalan yang sudah mengalami perbaikian tak lama kemudian sudah rusak kembali.
Barangkali karena kualitas aspal yang kurang baik sehingga tak mampu bertahan lama ketika kendaraan besar melewatinya. Seringnya pembangunan dan perbaikan jalan di sini juga membuat lalu lintas menjadi macet. Baru-baru ini jalur Pantura di wilayah Karanganyar, Demak terendam banjir. Entah jadi seperti apa kondisinya ketika surut nanti, apakah akan tambah rusak?
Ketika awal tinggal di Kudus, saya masih suka pulang saat sore atau malam hari. Niatnya agar bisa lebih santai di perjalanan. Tapi kenyataannya saya masih harus fokus mantengin jalan karena penerangan di sini sangat minim. Tiang lampu di tengah jalan lingkar Demak, terutama, hanya menjadi pajangan karena tak ada satu pun yang menyala. Kondisi makin parah ketika hujan deras. Bingung antara membuka kaca helm atau tetap menutupnya dengan konsekuensi menerabas jalan rusak yang telah menjadi kubangan air.
Alhamdulillah tahun ini saya bisa wisuda. Semoga saja saya bisa mendapatkan pekerjaan dan jodoh yang jauh dari jalur neraka alias jalur Pantura Semarang-Kudus. Saya sudah capek kalau harus pergi melewati jalanan itu lagi, hahaha.
Karuniawan Mahardika Perum Permata Payung Asri I Kav.04 Pudakpayung, Kota Semarang, Jawa Tengah karuniawanmahardika4@gmail.com
BACA JUGA Kota S yang Jadi Kutukan Cinta Untukku dan keluh kesah lain dari pembaca Mojok di UNEG-UNEG
Keluh kesah dan tanggapan Uneg-uneg bisa dikirim di sini