Sejak kampanye Pilpres 2019 kemarin, janji akan adanya kartu prakerja adalah sesuatu yang paling menggelitik untuk saya bayangkan. Ini sungguh berbeda dengan Kartu Indonesia Sehat yang jelas-jelas fungsinya menggantikan Askeskin atau Kartu Indonesia Pintar yang kira-kira seperti ATM untuk para pelajar yang tergolong miskin.
Khusus untuk kartu prakerja, berbagai bayangan tentang program ini melintas di pikiran saya yang waktu itu belum juga lulus kuliah. Mulai dari bagaimana cara pendataan calon penerima sampai program pelatihannya.
Untuk proses pendaftarannya, apakah saya bisa ikut mendaftar sambil menunggu dapat pekerjaan atau dikhususkan lulusan SMA dan korban PHK? Apakah saya harus mengurus kartu miskin di kelurahan (hal yang tentu akan ditentang oleh keluarga saya) atau cukup mendaftar bermodalkan KK dan KTP?
Untuk proses pelatihannya, apakah jika saya diterima akan dapat menentukan program pelatihan yang saya ambil atau sudah ditetapkan dari sononya? Bagaimana kalau ditetapkan dari sononya dan nggak sesuai dengan kebutuhan saya? Misalnya saya disuruh kursus menjahit, padahal saya paling pusing masalah jahit-menjahit. Tapi kata Pak Jokowi waktu itu kan kartu ini juga bisa sebagai “batu loncatan” untuk profesional yang ingin berpindah pekerjaan dan mengasah kompetensinya. Bisa dong saya berharap memperoleh pelatihan yang membuat CV saya bersinar dibandingkan teman-teman saya yang tidak ikut program ini.
Dan satu poin yang paling cukup penting: Berapa besaran insentif bulanan yang dapat saya terima dari pelatihan ini? Cukupkah untuk menghidupi setidaknya diri saya sendiri atau saya malah harus nombok sekian rupiah untuk ongkos bolak-balik ke Balai Latihan Kerja (BLK) terdekat atau apa pun itu? Tapi kan katanya pelatihan ini bisa sebagai “jembatan” selama harus gantung pacul (benar itu istilahnya?) dan tidak bekerja? Berarti pasti cukup dong untuk hidup, minimal menutup biaya ongkos wara-wiri ke BLK.
Hanya satu cara untuk mengetahuinya: Coblos paslon yang mengusung program tersebut. Yak, di pemilu kemarin saya memilih pasangan yang keluar sebagai pemenang pemilu.
Senang? Pastinya. Meskipun bukan saya yang menang, setidaknya ada sedikit rasa bangga. Nih lho, pasangan yang saya jagokan menang. Setidaknya banyak yang satu pemikiran dengan saya di republik ini.
Satu per satu janji kampanye diwujudkan oleh pemerintahan baru hasil pemilu. Tapi ketika dilakukan sosialisasi tentang program kartu prakerja di awal tahun kemarin, rasa penasaran saya berubah menjadi rasa “apa-apaan ini???”
Pelatihan yang saya pikir akan dilakukan di BLK atau tempat lain yang jauh lebih representatif digantikan oleh pelatihan online. Alasannya: sedang wabah. Besaran insentif yang diberikan kurang cukup jika dikatakan dapat menjadi “pegangan” selama proses pindah kerja, meskipun sebenarnya mereka yang ingin berpindah pekerjaan seharusnya mempersiapkan tabungan untuk “dimakan” selama proses perpindahan tersebut.
Satu hal yang dirasa mencederai rasa keadilan adalah, dana sebesar 5,6 triliun rupiah yang dialirkan hanya kepada delapan platform pelatihan online. Salah satunya milik mantan staf khusus presiden. Pemilihannya pun tidak dirasa adil sebab ditunjuk begitu saja. Hal ini ramai dibicarakan di linimasa media sosial, sampai staf khusus yang bersangkutan pun mengundurkan diri.
Mengapa harus online? Karena sedang wabah. Kalau begitu, mengapa harus dipaksakan sekarang? Entahlah.
Bukankah sebenarnya kita punya banyak sekali BLK yang tersebar di seluruh penjuru negeri yang dapat memberikan pelatihan yang benar-benar terasa manfaatnya dibandingkan sekadar “cara menginstal Windows 10”? Adik ipar saya bekerja di salah satu BLK, dia mengajar cara memperbaiki AC rumah dan kulkas. Murid-muridnya dapat membuka bengkel reparasi AC dan kulkas pasca pelatihan. Kalaupun tidak memiliki cukup modal, dapat menerima jasa reparasi.
Atau kalaupun memang harus sekali online karena sedang wabah, mengapa dengan dana sebesar itu pemerintah tidak membuat saja aplikasi sendiri dengan video-video berkualitas. Kerjasama dengan ribuan BLK di Indonesia, atau sekalian dengan universitas untuk membuat konten yang ditujukan pada pekerja kerah putih. Atau gunakan saja jaringan TVRI yang sudah mencakup Sabang sampai Merauke. Sekali lagi, entahlah.
Di tengah protes yang marak disuarakan tapi sepertinya tidak didengar, hadirlah prakerja.org. Saya kurang tahu siapa saja yang berada di belakangnya, tapi cara yang mereka ambil benar-benar halus. Satire nyata untuk pemerintah: menggunakan yang online-online untuk menyaingi program online yang sudah ditetapkan.
Seperti deskripsi dalam situs tersebut: prakerja.org adalah bentuk kritik terhadap pemerintah terhadap program kartu PraKerja. Lihat manifesto lengkap kami. Anda bisa bergabung dengan menghubungi kami di….
Hmmm, saya suka, saya suka….
BACA JUGA Pengalaman Nyoba Pelatihan Gratis (yang Nggak Gratis) dari Kartu Prakerja dan tulisan Maria Kristi Widhi Handayani lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.