Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Ustaz yang Tidak Memiliki Kapasitas Keilmuan Harusnya Belajar, Bukan Asal Dakwah

Achmad Bayu Setyawan oleh Achmad Bayu Setyawan
9 Juli 2020
A A
memaafkan ustaz MOJOK.CO

memaafkan ustaz MOJOK.CO

Share on FacebookShare on Twitter

Sekarang lagi naik kembali masalah ustaz. Ada ustaz yang mengaku mualaf dan isinya menjelekkan agama yang dianut dahulu, eh ternyata ceramahnya isinya kebohongan. Ada juga yang kena hujatan karena isi ceramahnya dan bacaan qurannya yang tidak sesuai.

Lalu saya membaca artikel dari mbak/mas Didim Dimyati yang berjudul “Memaafkan Ustaz yang Tidak Punya Kapasitas Keilmuan”. Karena Teminal Mojok sekarang lagi trending balas-balasan artikel, saya juga ndak mau kalah.

Kadang juga kita bingung untuk mendefinisikan siapa itu ustaz, biasanya kita asosiasikan untuk orang yang memberikan ceramah. Bahkan orang yang dianggap alim atau orang yang lulusan pondok bisa kita cap sebagai ustaz.

Padahal ustaz adalah kata yang diserap dalam Bahasa Indonesia yang berarti pendidik. Maka sudah jelas, dan tidak masuk akal apabila seorang ustaz tidak memiliki kapasitas keilmuan. Sama seperti guru, harus paham spesialisasi keilmuannya dan lembaga mana dia belajar. Kalau belajar secara otodidak lebih baik kita mendefinisikan sebagai awam yang belajar agama.

Kalau ada seorang awam ataupun mualaf tiba-tiba memberikan tausiyah maka patut kita curigai. Lha kan mualaf itu baru mengenal Islam, bagaimana bisa ia mengajari orang yang bisa jadi sudah Islam sejak orok. Sederhananya anak yang baru masuk SD tiba-tiba ngajarin anak yang lebih dahulu masuk SD, atau bahkan sudah lulus SD.

Memang benar ada orang yang diberikan kemampuan belajar dan memahami yang lebih, kalau di pendidikan formal kelas akselerasi lah ya. Tapi kan pembelajaran agama itu ndak sama dengan pendidikan formal. Wong yang start dari kecil saja belom tentu ketemu garis finish, apalagi yang baru belajar dari pertengahan.

Seringkali orang yang berdakwah melalui media sosial itu berkilah, sampaikanlah walau satu ayat. Memang ini ilmu yang saya punya, dan ini yang saya bagikan. Memangnya antum bisa apa? Apa cuma mengkritik sesama muslim atau mau mendebat? Ingat, berdebat itu tidak disukai oleh Allah, dan akhirnya saya kena block deh.

Memang diperbolehkan kok menyampaikan walaupun hanya satu ayat, tapi mbok ya jangan satu penafsiran juga dan menganggap orang yang berbeda pendapat itu salah. Lha kalau begitu jatuhnya mencari pembenaran, bukan mencari kebenaran.

Baca Juga:

Mahasiswa Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Terjebak Stereotip, Kuliah Jadi Makin Berat

Analisis Ustaz atau Pendeta Kalah di Pengabdi Setan dan Film Horor Lainnya

Kalau menurut saya, analogi yang dipakai kok kurang sreg menurut saya ya, karena membandingkan kiai kampung yang sudah sepuh dan ustaz muda kekinian. Lha wong definisi kiai saja orang yang dituakan atau dihormati, kemungkinan besar diberikan orang lain kepada orang tersebut alias ndak self-proclaimed sebagai kiai. Kalau menurut definisi sekarang, siapapun bisa dipanggil ustaz atau self-proclaimed sebagai ustaz, walaupun ia mengajak kebencian ataupun berkata kotor asalkan ia menggunakan atribut keagamaan bisa saja disebut ustaz.

Impact yang diberikan juga berbeda, kiai mungkin hanya berefek di masyarakat sekitar. Kalau ustaz apalagi yang berdakwah melalui sosial media tidak mengenal batasan, target yang lebih besar juga memiliki tanggungjawab yang besar terhadap apa yang dibawa, kalau ternyata keliru ya isin jeh.

Dan menyuruh kiai untuk memperbaiki bacaan tajwid dan mahroj menurut saya juga aneh, karena posisi kita lebih muda mbok ya kita yang ngalap berkah ke kiai. Bagaimanapun juga masyarakat masih menganggap adab lebih baik daripada ilmu. Akan lebih mudah untuk memperbaiki bacaan ustaz yang lebih muda, sowan dari yang muda ke yang tua lebih baik toh. Malah bagus toh, ngga perlu ribut ribut, si ustaz muda juga dapat ilmu baru.

Kalau masalah dihujat, ya mau gimana lagi. Wong dia yang nyentil duluan ke salah satu organisasi islam. Udah nyentil duluan dan ternyata ilmu nya cethek, ya dibabat habis-habisan.

Maka, inti dari tulisan ini adalah. Mohon kepada akhi-akhi ustaz wannabe dan kepada orang lain. Daripada mendaku paham, lebih baik belajar lagi untuk mendapatkan pemahaman utuh bagaimana beragama. Kalau memang ngebet buat berdakwah dan mentok pemahaman, mbok ya yang biasa-biasa saja kaya ustaz kampung.

Kalau belum bisa ndalil ya cari topik yang biasa-biasa saja, seperti ya gimana baik ke tetangga, dakwah tentang shodaqoh, gimana caranya untuk tetap Istiqomah dalam sholat. Jujur saja saya iri dengan akhi-akhi yang imannya kuat, selalu ingat sholat, baca Qur’an. Ndak seperti saya yang imannya naik turun.

Dan yang terakhir, saya lebih sepakat bahwa semua manusia tidak mentolerir untuk berbuat maksiat, berbuat asusila dan hal yang melanggar norma. Kalau begitu sih jangankan pantas untuk disebut ustaz, disebut manusia saja sudah tidak pantas. Ya kaya pemerkosa anak kecil di tempat perlindungan anak, ndak manusia itu namanya, tapi asu.

BACA JUGA Demi Kebaikan, Sebaiknya Pedagang Jangan Menerapkan Tarif Seikhlasnya atau tulisan-tulisan Achmad Bayu Setyawan lainnya di Terminal Mojok.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

 

Terakhir diperbarui pada 9 Juli 2020 oleh

Tags: balasan artikelUstaz
Achmad Bayu Setyawan

Achmad Bayu Setyawan

Mahasiswa Antropologi UNAIR. Ingin menjadi manusia yang berguna. Bisa diajak berdiskusi melalui ig @setyawan_bayy.

ArtikelTerkait

terlalu banyak ustaz MOJOK.CO

Terlalu Banyak Ustaz, Bukannya Maslahat, Malah Membuat Ribet Umat

7 Juli 2020
memaafkan ustaz MOJOK.CO

Memaafkan Ustaz yang Tidak Punya Kapasitas Keilmuan

8 Juli 2020
Menjawab 11 Tuduhan Ustaz Unknown Tentang Tanda Orang Kecanduan Drama Korea

Menjawab 11 Tuduhan Ustaz Unknown Tentang Tanda Orang Kecanduan Drama Korea

19 November 2019
Analisis Ustaz atau Pendeta Kalah di Pengabdi Setan dan Film Horor Lainnya

Analisis Ustaz atau Pendeta Kalah di Pengabdi Setan dan Film Horor Lainnya

9 Agustus 2022
Mahasiswa Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Terjebak Stereotip, Kuliah Jadi Makin Berat Mojok.co

Mahasiswa Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Terjebak Stereotip, Kuliah Jadi Makin Berat

4 November 2023
diskotik

Dakwah di Diskotik: Apakah Indonesia Kekurangan Masjid?

27 Juli 2019
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Nggak Punya QRIS, Nenek Dituduh Nggak Mau Bayar Roti (Unsplash)

Rasanya Sangat Sedih ketika Nenek Saya Dituduh Nggak Mau Bayar Roti Terkenal karena Nggak Bisa Pakai QRIS

21 Desember 2025
Jepara Adalah Kota Ukir, Kota yang Ahli Memahat Indah kecuali Masa Depan Warganya

Jepara Adalah Kota Ukir, Kota yang Ahli Memahat Indah kecuali Masa Depan Warganya

26 Desember 2025
Pertama Kali Mencicipi Swike: Makanan Berbahan Dasar Kodok yang Terlihat Menjijikan, tapi Bikin Ketagihan Mojok.co

Pertama Kali Mencicipi Swike: Makanan Berbahan Dasar Kodok yang Terlihat Menjijikan, tapi Bikin Ketagihan 

23 Desember 2025
Menjajal Becak Listrik Solo: Cocok untuk Liburan, tapi Layanan QRIS-nya Belum Merata Mojok.co

Menjajal Becak Listrik Solo: Cocok untuk Liburan, Sayang Layanan QRIS-nya Belum Merata 

24 Desember 2025
Perpustakaan Harusnya Jadi Contoh Baik, Bukan Mendukung Buku Bajakan

Perpustakaan di Indonesia Memang Nggak Bisa Buka Sampai Malam, apalagi Sampai 24 Jam

26 Desember 2025
Mengenal ITERA, Kampus Teknologi Negeri Satu-satunya di Sumatra yang Sering Disebut Adik ITB

Mengenal ITERA, Kampus Teknologi Negeri Satu-satunya di Sumatra yang Sering Disebut Adik ITB

20 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Gereja Hati Kudus, Saksi Bisu 38 Orang Napi di Lapas Wirogunan Jogja Terima Remisi Saat Natal
  • Drama QRIS: Bayar Uang Tunai Masih Sah tapi Ditolak, Bisa bikin Kesenjangan Sosial hingga Sanksi Pidana ke Pelaku Usaha
  • Libur Nataru: Ragam Spot Wisata di Semarang Beri Daya Tarik Event Seni-Budaya
  • Rp9,9 Triliun “Dana Kreatif” UGM: Antara Ambisi Korporasi dan Jaring Pengaman Mahasiswa
  • Sempat “Ngangong” Saat Pertama Kali Nonton Olahraga Panahan, Ternyata Punya Teropong Sepenting Itu
  • Pantai Bama Baluran Situbondo: Indah tapi Waswas Gangguan Monyet Nakal, Itu karena Ulah Wisatawan Sendiri

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.