Usaha UGM untuk meluruskan isu ijazah Jokowi palsu ini sungguh menggelikan
Tak ada yang lebih sia-sia dalam hidup selain menjelaskan kebenaran pada orang bebal dan dungu. Kebenaran yang Anda sampaikan, sekalipun itu datang dari Tuhan, bakal numpang lewat. Didengarkan saja sudah bagus. Berharap mereka memahaminya, itu sama saja menunggu kambing bisa terbang, alias mustahil.
Maka ketika saya mendengar UGM akan membuat konferensi pers untuk menanggapi tudingan Jokowi menggunakan ijazah palsu, saya terheran-heran. UGM, semestinya, tahu betul menanggapi buzzer itu tindakan sia-sia. Saya malah kecewa betul dengan tindakan ini.
Baiklah, tindakan ini adalah sebuah usaha untuk membersihkan tuduhan, meluruskan kebohongan yang muncul, dan alasan-alasan bermoral lainnya. Tapi untuk universitas sebesar UGM, institusi pendidikan dengan sejarah yang amat panjang, harus bikin konferensi pers untuk menjelaskan hal ini, malah jadinya aneh.
Maksudnya begini. Katakanlah benar bahwa Jokowi pake ijazah palsu, tentu saja bakal ketahuan dari dulu. Jokowi tentu tak sebodoh itu mengaku-ngaku lulusan UGM saat nyapres. Sungguh, dengan nalar patah bawah saja, seharusnya bisa kita pahami bahwa tindakan ini amat tidak mungkin.
Hanya berangkat dari nalar itu saja, seharusnya UGM tak perlu harus repot-repot bikin konferensi pers, yang kemungkinan besar, hanya akan ditanggapi dengan sinis oleh buzzer dan orang-orang pandir.
Saya tak tahu mana yang harus saya sesalkan, ada orang yang beranggapan ijazah Jokowi palsu, atau orang yang beneran pengin membuktikan kalau ijazah Jokowi nggak palsu.
Kita sudah tahu betul, orang-orang dengan otak berlumur aki ini tidak akan berhenti bikin klaim-klaim bodoh. Kita sudah melalui masa Jokowi orang Tionghoa, kita sudah melalui masa Jokowi anak PKI, harusnya, harusnya, UGM jelas paham bahwa menjelaskan hal-hal ini, hanyalah tindakan sia-sia.
Otak-otak berlumur aki ini tidak akan mengerti juga konferensi ini maksudnya apa. Bagi mereka, selama tuduhan itu ditujukan untuk “menembak” Jokowi, akan mereka anggap sebagai kebenaran mutlak. Common sense mereka jelas udah nggak berfungsi.
Bahkan saya ragu betul mereka punya otak. Saya yakin batok kepala mereka isinya bukan otak, tapi gabus knalpot. Makanya, bacot mereka mbleyer.
Saya memaklumi jika tuduhan ini muncul, katakanlah, pada 2005, masa Jokowi masih menjabat di Solo. Akses informasi begitu terbatas, orang percaya orang dikutuk jadi ikan pari itu masih begitu banyak. Tapi ketika tuduhan ini muncul pada 2022, masa di mana Jepang sudah berusaha bikin Gundam betulan, ini menggelikan.
Lebih menggelikannya lagi, UGM betulan berusaha untuk menanggapi tuduhan ini.
Saya nggak tahu apa tujuan UGM, jujur saja. Kalau itu untuk menjelaskan bahwa Jokowi betulan kuliah di UGM, atau mereka tidak mau dikira mengeluarkan ijazah bodong untuk Jokowi, keduanya saya pikir tetaplah menggelikan.
Kalau ternyata ada orang yang meminta UGM bikin konferensi ini, UGM dan orang tersebut sama-sama menggelikan: bagaimana bisa kamu peduli dengan isu tolol seperti ini, dan kenapa juga UGM mau?
Kita tahu, tahun depan adalah tahun politik. Konflik dipantik dari sekarang, agar 2023 nanti, pertempuran sudah panas. Kita melalui ini pada 2014 dan 2019. Kita harusnya sudah belajar. Sudah maklum, sudah paham.
Jadi kalau masih ada orang bilang Jokowi Cina, Jokowi anak PKI, 9 Naga, Islamophobic, dan yang terakhir, ijazah Jokowi palsu, maka jelas: orang tersebut, otaknya hanya sebesar butiran ciki yang bakal lumer kena liur.
Langkah UGM ini, akan tercatat dalam sejarah, bahwa sebuah institusi pendidikan dengan sejarah yang panjang, tempat impian anak muda dengan pikiran brilian, serta pencetak orang-orang penting negara ini melakukan hal yang amat sia-sia: menanggapi isu yang amat, sangat, bodoh.
Siapa pun yang punya ide dan beneran berpikir bahwa menanggapi tuduhan buzzer tak jelas, saya hanya mau bilang satu hal: ambil cuti, pergilah mancing, liburan, makan bakso, atau apalah yang penting Anda senang. Anda sudah lelah, hingga nggak bisa berpikir jernih dan memilih melakukan hal yang jelas sia-sia.
Penulis: Rizky Prasetya
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA 4 Hal Jadi Mahasiswa UGM Itu Nggak Enak