7 Tipu Daya Penjual Bakso yang Mengaku Asli Malang

7 Tipu Daya Penjual Bakso yang Mengaku Asli Malang

7 Tipu Daya Penjual Bakso yang Mengaku Asli Malang (unsplash.com)

Dibesarkan di Kota Malang menjadikan diri saya sangat akrab dengan bakso. Makanan khas Kota Apel yang satu ini berbeda dari bakso di daerah lain. Terkadang, hubungan spesial ini membuat saya begitu rindu menyantapnya saat berada jauh dari rumah.

Akhirnya pergilah saya membeli bakso yang labelnya “Bakso Malang”. Jaminan asli Malang ini seolah membuat saya lebih tenang. Harapannya, saya akan mendapati style bakso yang akrab seperti di kota saya.

Sayangnya, kebanyakan bakso Malang yang saya dapati di luar kota sulit memuaskan ekspektasi saya. Bakso-bakso tersebut telah melenceng dari pakem aslinya. Berikut tipu daya penjual bakso yang mengaku asli Malang yang paling sering saya jumpai.

#1 Penjual bakso Malang salah mengadaptasi goreng

Goreng adalah hal paling krusial yang membuat kuliner berkuah khas Malang ini unik. Tanpa kehadiran goreng, maka bakso Malang akan terlihat sama saja dengan bakso dari daerah lain. Oleh sebab itu, untuk menyebut hidangan bakso sebagai bakso Malang caranya gampang saja. Tambahkan goreng di dalamnya.

Tidak heran jika goreng menjadi item paling favorit yang diadaptasi penjual bakso Malang di luar kota. Sayangnya nggak semua pedagang bisa mengadaptasi goreng dengan benar. Ada yang bikin bakso goreng. Benar-benar adonan yang sama dengan pentol bulat dalam versi digoreng. Padahal dalam bakso yang biasa saya jumpai di Malang, adonan pentol dan goreng itu sama sekali berbeda.

Walaupun ada goreng bunder, adonannya dibuat lebih bertepung sebab harganya lebih murah. Atau kalau mau yang lebih spesial, ada pedagang yang membuat rasa goreng bundernya lebih berdaging. Namun teksturnya dibuat keras, sehingga nggak akan mudah kehilangan kerenyahannya sekalipun sudah terendam kuah. Beruntung banget kalau kalian bisa menemukan tukang bakso yang punya goreng bunder semacam ini.

Tipu daya kedua adalah ada pedagang yang memaknai goreng sebagai kulit pangsitnya saja. Asal kulit pangsitnya digoreng dianggap sudah representatif. Padahal anggapan ini keliru. Dalam bakso Malang asli, kulit pangsit hanya digunakan untuk membalut adonan. Bisa dibentuk memanjang seperti lumpia atau dibentuk mekar seperti bunga.

#2 Nggak pakai siomay

Satu lagi yang menjadikan kuliner berkuah asal Malang ini unik adalah keberadaan siomay. Atau di tempat lain lebih dikenal dengan sebutan pangsit rebus. Plis, jangan sampai ketuker dengan siomay Bandung yang disiram saus kacang itu.

Sayangnya, masih banyak penjual bakso Malang di luar kota yang nggak mengikutsertakan item ini. Mereka berhenti dengan mengadaptasi goreng saja. Padahal kalau mau lebih autentik, kenapa nggak bikin siomay sekalian, sih? Isian adonannya sama dengan goreng mekar dan goreng panjang. Bedanya siomay dimatangkan dengan merebus atau bisa juga dikukus, sedangkan goreng yang digoreng.

Baca halaman selanjutnya: Tahunya kosongan…

#3 Tahunya kosongan

Tahu jadi salah satu item pelengkap bakso yang paling populer. Kehadirannya pada bakso-bakso jenis manapun sudah nggak asing lagi. Yang membedakan tahunya bakso Malang dengan tahu di bakso-bakso lain adalah isiannya. Tahu pada makanan berkuah khas Malang ini selalu ada isinya, nggak dibiarkan kosongan. Sekalipun isiannya cuma adonan aci.

Rasanya nggak sah melabeli bakso Malang kalau tahunya masih dibiarkan kosong. Kalau mau lebih afdal lagi, opsi tahu yang disediakan harus ada dua jenis. Tahu kulit warna coklat yang teksturnya kopong dan tahu putih yang teksturnya padat.

#4 Penjual bakso Malang memakai bihun alih-alih soun

Poin ini menjadi kesalahan yang paling umum saya jumpai. Masih banyak penjual bakso Malang di luar kota yang memakai bihun sebagai mi putihnya. Padahal yang asli menggunakan soun, lho. Keduanya memang sama-sama putih, tapi tekstur dan bahan bakunya berbeda.

Bihun terbuat dari tepung jagung maupun tepung beras. Teksturnya lebih kenyal. Sedangkan soun terbuat dari tepung kacang hijau. Warnanya putih, kadang ada juga yang kebiruan. Teksturnya sedikit lebih lebar dan licin banget. Karena licin itu jadi enak buat diseruput. Mi putih yang dipakai untuk hidangan berkuah di Malang ya si soun ini.

#5 Nggak menyediakan mi kuning

Bakso Malang tanpa mi kuning terasa kurang lengkap. Biarpun nggak semua pembeli suka dengan mi kuning, menurut saya mi yang satu ini harus ada. Jadi pembeli bisa menentukan sendiri mau pakai mi kuning, mi putih, atau keduanya.

#6 Penjual bakso Malang menambah racikan micin secara manual

Ciri lain dari bakso Malang adalah rasa kuahnya yang sudah fix. Bakso satu ini nggak mengenal penambahan micin secara manual oleh penjual. Micin dan penyedap lainnya dimasukkan sekaligus saat memasak kuah, bukan ditambahkan satu per satu di mangkuk pembeli.

Kalau menambahkan garam sih masih bisa dianggap normal. Terkadang ada kedai bakso yang menyediakan garam di meja-meja makan. Penambahan garam itu pun harus dilakukan sendiri oleh pembeli kalau merasa baksonya kurang asin.

#7 Nggak sedia saus merahnya

Tipuan yang satu ini tergolong sangat ringan, bahkan bisa dimaafkan. Saus merah gonjreng serupa warna darah menjadi ciri khas lain dari bakso Malang. Saus ini disetarakan dengan saus tomat. Entah sebenarnya apa bahan baku aslinya.

Sebagian besar warga Malang merasa santapan baksonya nggak lengkap tanpa kehadiran saus merah merona ini. Justru karena warnanya yang terlalu ngejreng ini banyak orang luar kota yang curiga dan takut akan keamanan saus tersebut. Makanya saus merah ini jarang disajikan oleh penjual bakso Malang di luar kota.

Memang sah-sah saja pedagang makanan berkreasi untuk menyesuaikan selera setempat. Namun, menurut saya bakso Malang adalah comfort food yang mudah diterima berbagai selera lidah. Seharusnya komponen isiannya bisa dibuat mengikuti kaidah dari tempat asalnya. Sebab, itulah yang membuat bakso ini begitu unik dan istimewa.

Penulis: Erma Kumala Dewi
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Bakso President Malang Overrated, Banyak Bakso Lain yang Lebih Enak dan Murah.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version