Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Tipe Orang Berdasarkan Cara Bilang “Ok” Ketika Membalas WhatsApp

Sahyul Pahmi oleh Sahyul Pahmi
30 Maret 2020
A A
chattingan sama calon mertua, membalas whatsapp

Tipe Orang Berdasarkan Cara Bilang "Ok" Ketika Membalas WhatsApp

Share on FacebookShare on Twitter

Sejauh manusia bisa terlahir, sejauh itu pula manusia akan bisa berbahasa dan berkata-berkata, walau telah banyak banyak penelitian yang menyebutkan bahwa bahasa itu telah terbentuk 5500-6500 tahun yang lalu, akan tetapi saya kira kaum-kaum alay akan menampik data itu. Sebab jika ditelisik bahasa kealayan-nya, bisa jadi memang ia alay sejak dalam kandungan—dengan kata lain, bahasa jadi hadir sejak hadirnya seorang manusia di muka bumi.

Bahasa juga dipengaruhi oleh kondisi geografis dan watak masyarakat, kita bisa lihat saja masyarakat yang berada di daerah gunung akan lebih slow ketika mengucapkan kata-kata, beda halnya dengan masyarakat pesisir akan lebih progresif ketika mengucapkan kata-kata, walau anggapan saya ini belumlah paripurna tapi seenggaknya, itulah yang saya lihat dari teman saya yang berasal dari daerah pegunungan dan daerah pesisir.

Begitupun dengan teman saya yang berada pada kondisi geografis kos yang ibu kosnya ramah dengan ibu kos yang seram, pengunaan bahasa yang mereka utarakan akan jauh berbeda pembawaanya. Yang satu lebih supel ketika bersosialisasi sebab bayang-bayang menyenangkan ketika ia pulang ke kosnya, dan satunya lagi sangat berat dan tergolong tempramen sebab bayang-bayang kemarahan ibu kos akan tunggakan kosnya selalu menghantuinya

Perbedaan-perbedaan tersebut dari sebuah penggunaan bahasa, terbawa sampai ke WhatsApp-whatasapp kita, dalam hal ini perbedaan yang hanya sekadar kata “ok“.

Sejauh rihlah dan pergulatan saya menggunakan WhatsApp, dari yang awalnya sekadar gabung di grup keluarga, chattingan sama teman kelas, melihat story-story hijrah yang hijrahnya kadang nggak tau mau kemana dan darimana sampai saya melakukan crush approach yang sangat intens atau melakukan odo’-odo’-isasi (PDKT sama gebetan dalam bahasa Makassar) lewat WhatsApp, saya menemukan berbagai macam perbedaan penggunaan kata “ok” dari orang yang pernah saya membalas WhatsApp saya.

Ada tiga pendekatan yang selama ini saya lihat, sebagai tolak pacu perbedaan-perbedaan penggunaan ok ketika membalas WhatsApp dan tentunya setiap pendekatan itu punya sub-sub kategori masing-masing, yaitu:

Pendekatan Sosial

1. Keluarga (oke)

Secara umum, penggunaan kata “ok” menkadi “oke” ini sangat sering kita temui ketika kita japri di WhatsApp teman-teman, hal ini didasari pada basis keluarga yang memang tidak terlalu berbeda dengan istilah yang umum dipakai di dalam keluarga kita, olehnya letak perbedaannya hanya pada penambahan kata “e” diakhirannya.

Baca Juga:

4 Siasat Bertahan di Grup WhatsApp Keluarga Besar 

Fitur Reaction WhatsApp Nggak Ada Gunanya, Bukannya Mempermudah Komunikasi Cuma Bikin Sakit Hati

2. Tradisi (Ok deh)

Setiap daerah di Indonesia punya tradisinya masing-masing, orang-orang yang pernah saya japri di sekitar lingkungan saya (Makassar) itu menggunkan kata “ok” menjadi “ok deh“, mengingat di Makassar kata “deh” merujuk pada penekanan menerima dan tidak menerima (dalam arti luas), seperti “iyo deh” dan “ede deh“.

3. Norma-Norma yang Berlaku (Okye)

Tampaknya tidak berbeda jauh dengan tradisi, akan tetapi norma-norma yang berlaku dalam hal ini adalah nilai-nilai non-formal yang telah disepakati bersama oleh anggota masyarakat (Bugis-Makassar), olehnya sering saya temui penggunaan kata “ok” ketika saya japri menjadi “okye“. Ada dua penggalan kata sebenarnya digabungkan dibalik penggunaan kata “okye” yaitu kata “ok” dan “iye“. Kata “iye” inilah yang telah disepakati di dalam kultur masyarakat Bugis-Makassar sebagai ibu bahasa kesopanan.

Pendekatan Ekonomi

Pada pendekatan eknomi ini saya menggunakan pendekatan ekonomi mikro, sebagai hal yang mempengaruhi macam-macam penggunaan kata “ok”.

1. Teori Produksi (OkhAg)

Biasanya saya lihat teman-teman saya yang sedang menyusun tesisnya, ketika saya japri dan membalas chat saya, dan ia sedang lagi mumet-mumetnya dan entah harus dari sumber mana lagi ia copas. Ia hanya mengakhiri chat saya dengan ngasal, yang sebenarnya kata “ok” menjadi “okhAg” , hal tersebut disebabkan oleh faktor-faktor produksi yang pada saat yang sama ia juga harus pikirkan ketika tesisnya dikerjakan: biaya produksi rokoknya, biaya produksi uang bensinnya untuk mengurus administrasi pembimbingan, biaya produksi beli kuota data unlimited untuk nonton bokep agar stressnya hilang, dan biaya produksi beli kopi sachetan.

2. Teori Harga (Okii)

Ada juga orang-orang yang pernah saya japri itu di WhatsApp menggunakan kata “ok” menjadi “okii“. Sejauh pengamatan saya yang suram ini, saya mengira bahwa orang-orang yang menggunakan kata “okii” ketika saya japri itu berlandaskan pada kata “hoki” yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah peruntungan (bernasib baik) jadi mereka membulatkan kata “oke” menjadi “okiii” yang muasalnya dari “oke” dan “hoki“, dan saya lihat teman-teman yang sering memakai kata “okii” ini dalam chatnya adalah teman-teman yang sering memburu diskon-diskon toko online sepeti diskon-diskon yang sering dibikin oleh Mojok Store. Artinya ia selalu melihat bagaimana harga bermain dengan interaksi antara permintaan (demand) dan penawaran (supply).

3. Teori Distribusi (Oceee)

Intensitas japrian saya kepada teman yang segera ingin kawin atau yang kabarnya akan kawin itu meningkat, sebab saya berpegangan dengan sebuah pepatah “jika engkau berteman dengan penjual minyak wangi, maka kau akan tertular harumnya” olehnya saya juga berharap dengan lebih sering dekat walau hanya balas-membalas WhatsApp dengan teman-teman yang segera dan akan kawin saya berharap juga ketularan kemudahan jodohnya. Hahaa.

Akan tetapi bagi teman yang hanya kabarnya akan kawin ketika saya japri dengannya, kata “ok” yang ia gunakan itu menjadi “oceee“, saya rasa tidak perlu terlalu memikirikan lebih jauh kenapa kesepadanan kata tersebut digunakan, sebab bisa saja teman saya itu baru kabarnya ingin menikah, bisa saja ia dipengaruhi oleh pengadaan biaya distribusi pernikahan Bugis-Makassar baik pengadaan biaya Mappaenre Balanca, Mappaccinya, Marolanya, dan Mattiwi Bottingnya, (baca: tradisi perkawinan Bugis-Makassar), ia keberatan biaya, dan sampai pada titik akhirnya ia mengatakan “cecce cecce“.

Kata “cecce cecce” dalam masyarakat Bugis Makassar adalah suatu kata yang menitikberatkan pada ketidakmampuan seseorang, dari sanalah kata “oke” pun menjadi “oceee“, hasil persalinan kata “oke” dan “cecce cecce“.

Jadi intinya nggak perlu kita menjadi tvOne untuk memang beda, sebab dalam kata “oke” ketika membalas WhatsApp saja sudah sering berbeda, apalagi soal membeda-bedakan tentang siapa yang lebih diprioritaskan untuk dites Covid-19, DPR lah lebih ngotot akannya. Hahah udahh jangan ketawa.. Bagian ini nggak lucu tauuuk.

BACA JUGA Panduan Mengakhiri Chat di WhatsApp Biar Nggak Cuman Pakai “Haha-Hehe” Thok atau tulisan Sahyul Pahmi lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 30 Maret 2020 oleh

Tags: membalas whatsapptipe orangWhatsapp
Sahyul Pahmi

Sahyul Pahmi

Bukan siapa-siapa hanya seseorang yang ingin menjadi kenangan, dan saat ini masih belajar menjadi manusia,

ArtikelTerkait

story medsos

Sebulan Tak Melihat Story Medsos: Ini yang Kurasakan!

26 Agustus 2019
grup whatsapp MOJOK.CO

5 Alasan Memilih Bertahan di Suatu Grup Whatsapp

6 Juli 2020
Orang yang Menumpuk Notifikasi dan Melarikan Diri Perlu Dirukyah Ningsih Tinampi mojok.co

Orang yang Menumpuk Notifikasi Sebaiknya Dirukyah Ningsih Tinampi

25 Oktober 2020
Telegram Stories: Lebih Kompleks dari WhatsApp Story, Nggak Kalah dari Instastory

Telegram Stories: Lebih Kompleks dari WhatsApp Story, Nggak Kalah Keren dari Instastory

7 September 2023
Salahkah Melakukan Dokumentasi Saat Kegiatan Amal? terminal mojok.co

5 Tipe Orang Melakukan Donasi

13 Januari 2021
owner olshop

Nggak Perlu Nyinyir ke Owner Olshop yang Sedang Ngelapak di WhatsApp: Ini Tipsnya!

22 Oktober 2019
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Derita Jadi Pustakawan: Dianggap Bergaji Besar dan Kerjanya Menata Buku Aja

Derita Jadi Pustakawan: Dianggap Bergaji Besar dan Kerjanya Menata Buku Aja

23 Desember 2025
3 Alasan Kenapa Kampus Tidak Boleh Pelit Memberikan Jatah Absen ke Mahasiswa

3 Alasan Kenapa Kampus Tidak Boleh Pelit Memberikan Jatah Absen ke Mahasiswa

16 Desember 2025
Pertama Kali Mencicipi Swike: Makanan Berbahan Dasar Kodok yang Terlihat Menjijikan, tapi Bikin Ketagihan Mojok.co

Pertama Kali Mencicipi Swike: Makanan Berbahan Dasar Kodok yang Terlihat Menjijikan, tapi Bikin Ketagihan 

23 Desember 2025
Hal-hal yang Harus Diketahui Calon Perantau sebelum Pindah ke Surabaya agar Tidak Terjebak Ekspektasi

Hal-hal yang Harus Diketahui Calon Perantau sebelum Pindah ke Surabaya agar Tidak Terjebak Ekspektasi

18 Desember 2025
Keluh Kesah Alumni Program Akselerasi 2 tahun di SMA, Kini Ngenes di Perkuliahan

Keluh Kesah Alumni Program Akselerasi 2 tahun di SMA, Kini Ngenes di Perkuliahan

18 Desember 2025
Mio Soul GT Motor Yamaha yang Irit, Murah, dan Timeless (Unsplash) yamaha mx king, jupiter mx 135 yamaha vega zr yamaha byson yamaha soul

Yamaha Soul Karbu 113 cc: Harga Seken 3 Jutaan, tapi Konsumsi BBM Bikin Nyesek

17 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Jogja Mulai Macet, Mari Kita Mulai Menyalahkan 7 Juta Wisatawan yang Datang Berlibur padahal Dosa Ada di Tangan Pemerintah
  • 10 Perempuan Inspiratif Semarang yang Beri Kontribusi dan Dampak Nyata, Generasi ke-4 Sido Muncul hingga Penari Tradisional Tertua
  • Kolaboraya Bukan Sekadar Kenduri: Ia Pandora, Lentera, dan Pesan Krusial Warga Sipil Tanpa Ndakik-ndakik
  • Upaya “Mengadopsi” Sarang-Sarang Sang Garuda di Hutan Pulau Jawa
  • Menguatkan Pembinaan Pencak Silat di Semarang, Karena Olahraga Ini Bisa Harumkan Indonesia di Kancah Internasional
  • Dianggap Aib Keluarga karena Jadi Sarjana Nganggur Selama 5 Tahun di Desa, padahal Sibuk Jadi Penulis

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.