Saya bangun sahur pada hari ketiga Ramadan disambut dengan berita kemenangan Liverpool. Hal ini dikabarkan oleh teman saya yang seorang fans Liverpool, “Win, Liverpool menang.”
“Masa sih? Berapa-berapa (skornya)?”
“4-0.”
Lalu, saya yang bangun telat segera mengecek situs livescores.com. Betul saja. Liverpool menang dramatis atas Barcelona. Agregat gol yang sebelumnya 3-0, seketika berbalik menjadi 4-3 untuk Liverpool berkat masing-masing dua gol Georginio Wijnaldum dan Divock Origi.
Kawan saya yang tadi mengabarkan kemenangan Liverpool tampak berbinar. Begitu cerah. Ia adalah fans Liverpool yang cukup militan. Dan keajaiban semacam ini menjadi suatu hal yang tak ternilai harganya bagi ia.
Tak lupa, saya mencari video ringkasan pertandingan tersebut di YouTube. Cara lumrah bagi pencinta sepakbola yang ketinggalan siaran langsung.
Saya bukan fans Liverpool. Tapi, ketika menyimak gol-gol yang dicetak pemain Liverpool ke jala Ter-Stegen, ada semacam perasaan senang yang tak biasa. Dada berdebar. Saya selalu menyukai momen-momen dramatis semisal itu. Ketika tim yang sebelumnya kalah dan tak diunggulkan, lalu tiba-tiba menang dan membungkam mulut semua orang yang meremehkan.
Apalagi saat menyaksikan gol terakhir. Bagaimana Trent-Alexander Arnold, pemuda 20 tahun kelahiran Liverpool memberi umpan dari sepak pojok dengan cara cerdas. Ia melakukan sebuah gerak tipu seolah-olah enggan menendang. Ketika para pemain bertahan Barcelona tampak masih siap-siap, ia melepaskan umpan datar kepada Divock Origi, pemuda lain asal Belgia, yang dengan sekali sontekan, berhasil mengubah segalanya.
Origi menjadi nama yang paling banyak disebut pada sahur hari ketiga. Selain nama Tuhan dan nama Nabi Muhammad yang tentu tak luput disebut ketika berdoa dan salat. Termasuk dalam salatnya para penggemar Liverpool yang beragama Islam.
Di media sosial, Barcelona dan Liverpool pun gegas berganti peran. Barcelona yang sebelumnya sangat dielu-elukan dan ditakjubi karena membantai Liverpool pada pertemuan pertama di Camp Nou, tiba-tiba menjadi sasaran utama makian dan bullyan. Betapa cepat bandul nasib bergerak. Belum genap satu minggu para fans Barca menjadi kaum paling bahagia sedunia, kini mereka menjadi kaum paling berduka.
Di atas kedukaan itu, jutaan orang tertawa. Yang tawanya paling lantang tentu saja fans Real Madrid. Lalu fans Liverpool. Komentar-komentar menyudutkan Barcelona langsung merebak. Meme-meme ledekan meledak di mana-mana seperti mercon di malam Ramadan.
Sejarah baru dicatat. Kekalahan semacam ini—yaitu dengan terbaliknya keadaan secara cepat atau biasa kita kenal come back—menjadi yang kedua berturut-turut bagi Barcelona di Liga Champions. Di sisi lain, ini menjadi kemenangan dramatis kedua Alisson Becker atas Barcelona. Musim lalu, AS Roma, tempat Alisson bermain sebelum pindah ke Liverpool, berhasil membuat Barcelona menangis dengan cara yang serupa Liverpool musim ini.
Ini kekalahan yang sangat menyakitkan bagi Barcelona dan semua fansnya. Apalagi bagi yang Muslim. Selain harus sabar menahan nafsu untuk makan dan minum, mereka juga harus sabar menghadapi kenyataan pahit. Belum lagi risakan yang pastinya datang dari berbagai arah. Malang nian.
Salah seorang teman saya—ia seorang Barcelonista—yang sebelumnya dengan excited menyambut kemenangan Barcelona pekan lalu dengan membuat snap WhatsApp, kali ini suaranya tak terdengar. Barangkali di kamar kosnya, selepas menyantap sahur, ia langsung tidur sambil berharap agar tak usah bangun sampai lebaran tiba.
Sementara kawan saya yang saya ceritakan di awal, ia menikmati menu sahur dengan khidmat dan penuh kepuasan. Meski menu sahur kali ini hanya seporsi mi yang disantap berdua—bersama saya—dalam satu piring. Setelah salat subuh, ia lantas merebahkan diri untuk tidur. Tidur dengan amat nyenyak. Buktinya ia mendengkur. Dan suara dengkuran itu terdengar seperti ucapan rasa syukur yang tak berkesudahan.
Ini hari yang baik buat dia. Saya membayangkan momen puasa hari ini menjadi momen yang kelak takkan bisa dia lupakan. Sebab, lantaran kemenangan Liverpool hari ini, dia bakal merasakan tiga kebahagiaan. Pertama, kebahagiaan Liverpool menang. Kedua, kebahagiaan pada waktu berbuka puasa. Dan ketiga, kebahagiaan membully para fans Barca atau siapa pun yang merendahkannya gara-gara kekalahan pada laga pertama. Membully para fans sepakbola yang sok tahu dan terlalu optimis tidak membatalkan puasa, kan? Hehe