Pada suatu ketika seorang keluarga menasihati saya untuk putus dengan pacar yang berbeda agama dengan saya. Atau jika tidak putus, saya diminta mengajak pacar saya menikah dan memeluk agama saya. Dua pilihan yang sulit, kami sudah pacaran selama hampir empat tahun. Kami saling mencintai sekaligus mencintai agama kami masing-masing. Jika sudah begitu, meminta kami putus bukanlah sebuah perkara yang gampang. Ini tentang perasaan, akan sulit untuk dimengerti.
Agama senantiasa menjadi satu hal yang sensitif di Indonesia. Banyak hal yang dikaitkan dengan agama, terlebih lagi kalau itu berkaitan dengan percintaan. Dua orang yang pacaran beda agama akan diserbu banyak pertanyaan. Misalnya tentang siapa yang akan ikut agama siapa? Apakah kalian direstui keluarga? Kenapa kalian pacaran padahal sudah tahu beda agama? Dan banyak pertanyaan sejenis lainnya.
Sebagai pasangan yang berbeda agama, berbagai pertanyaan tidak bisa dicari jawaban dengan cepat. Orang banyak seringkali akan menyarankan untuk putus agar ke depan tidak ribet dengan persoalan berbeda keyakinan itu. “Kalian kan bisa putus, itu jalan terbaik.” Kalimat itu dengan mudah keluar dari mulut orang lain ketika saya meminta pendapat.
Permasalahannya tidak semudah itu. Mungkin ada pasangan yang enteng saja memilih untuk putus dengan pacarnya yang berbeda agama. Namun, setiap pasangan memiliki jalan cinta yang berbeda.
Cinta itu buta, kata banyak orang. Cinta bisa tumbuh dari perasaan yang disemai oleh berbagai tindakan dari dua orang. Kita bisa jatuh cinta pada seseorang yang kita lihat baik hati. Atau dari bagaimana ia memanjakan pasangannya, dari tutur katanya yang lembut, hanya sekadar dari tatapan matanya, atau bahkan dari isi kantongnya. Alasan itu bisa macam-macam. Rasa cinta itu terus tumbuh di dalam diri pasangan dan terkadang mengabaikan banyak hal, termasuk agama pasangannya.
Ketika rasa cinta itu semakin menguat seiring berjalannya waktu, keinginan berpisah semakin menipis. Waktu membuat pasangan semakin mengenali diri masing-masing. Semakin tahu mana yang tidak disukai pasangan dan mana disukai. Kondisi itu membuat pasangan semakin nyaman dan enggan untuk berpisah. Apalagi harus mencari kekasih baru yang berusaha dimengerti mulai dari nol lagi.
Di saat seperti itulah, ketika semuanya terlihat berjalan baik-baik saja, timbullah suara-suara orang di luar pasangan itu mengingatkan bahwa mereka berbeda agama, dan harus mengambil keputusan: memilih satu agama atau berpisah. Menikah beda agama tidak bisa dilakukan di semua daerah dan tentu saja restu keluarga tidak akan mudah diberikan.
Rasa cemas mulai menghantui, usia semakin bertambah, tuntutan untuk segera menikah dan membangun keluarga yang harmonis dalam naungan agama, kian memburu. Perasaan galau terus menghantui. Dorongan-dorongan dari keluarga untuk putus bukanlah saran yang tepat di situasi ini. Karena perasaan cinta bukanlah sebuah hal yang mudah untuk diabaikan.
Kita berhak jatuh cinta kepada siapapun, tidak mengenal suku, agama, rasa, ataupun status sosial. Namun kita juga berada pada lingkungan sosial yang memiliki nilai dan norma yang berlaku. Agama menjadi salah satu norma yang melekat di kehidupan masyarakat Indonesia. Indonesia memiliki enam agama yang dipercayai secara resmi.
Seperti yang ditulis di atas, persoalan agama sangatlah sensitif. Satu orang yang berpindah agama saja bisa memberikan dampak ikutannya yang beraneka ragam. Ada penyambutan penuh kebahagian, di lain pihak ada perasaan sinis pada keputusan sulit itu.
Bagi saya atau mungkin pasangan pacaran beda agama lainnya akan sukar menentukan langkah selanjutnya pada hubungan kami. Pasangan pacaran beda agama tidak akan nyaman dengan saran-saran penuh penghakiman dari banyak orang tentang hubungan itu. Kami butuh didengar, dan membutuhkan saran-saran positif dari orang terdekat.
Memutuskan berhenti atau terus berjalan sejujurnya terus menerus menghantui pasangan yang berbeda agama. Penghakiman dari orang lain akan membuat pasangan kian terusik. Sebaiknya orang terdekat hadir menguatkan diri kedua orang itu. Ini soal krusial dalam hidup mereka. Dibutuhkan penguatan pada setiap keputusan yang hendak diambil, berikanlah saran dengan cara yang baik bukan melalui penghakiman bahwa saran yang diberikan merupakan pilihan terbaik.
Jika pun nantinya harus berpisah atau ada satu orang yang ikut agama pasangannya, percayalah itu merupakan pilihan terbaik bagi mereka. Sebelum sampai ke keputusan akhir itu, biarkanlah pasangan pacaran beda agama menikmati rasa cinta mereka, jangan terus menerus merecoki persoalan agama kepada mereka. Percayalah mereka terus memikirkan itu sembari menimbang-nimbang pilihan paling baik nantinya.