Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Tidak Ada Tempat Bagi Rasisme di Dunia Ini, Sekalipun Dalam Sepak Bola

Seto Wicaksono oleh Seto Wicaksono
5 September 2019
A A
rasisme

rasisme

Share on FacebookShare on Twitter

Di zaman modern seperti saat ini, rasisme memang selalu menjadi musuh bersama dalam kehidupan sehari-hari. Sebelumnya, saya pikir rasisme hanya terjadi di kalangan sesama orang Indonesia dalam memanggil berdasarkan asal daerah orang tersebut—bahkan warna kulit. Namun, tentu sekira 20 tahun lalu pemikiran saya masih sempit, belum sempat terpikirkan apa efek dari rasisme atau mengapa seseorang begitu membenci orang lain sehingga merendahkan ras tertentu.

Kala itu, yang saya pikirkan hanyalah bermain dengan sebanyak mungkin teman tanpa mempedulikan dari mana mereka berasal dan apa agama mereka. Yang saya dan teman-teman tahu, kami bermain untuk mendapatkan keceriaan dan keseruan tanpa mengenal waktu. Kami berhenti hanya pada saat merasa lelah. Kemudian beristirahat sejenak, lalu kembali bermain hingga diminta pulang oleh orang tua kami.

Hal itu bukan hanya dongeng atau isapan jempol belaka. Pada masanya, beberapa tahun silam semua orang pernah merasakan hal tersebut—pada waktu kecil. Sampai akhirnya—entah kapan dan dari mana asalnya—perilaku rasis menggerogoti rasa kemanusiaan seseorang dalam berbagai bidang, salah satunya dalam olahraga—sepak bola.

Seperti yang terjadi baru-baru ini pada lanjutan gelaran Liga Premier Inggris beberapa pekan lalu saat menghadapi Wolverhampton Wanderers, pemain Manchester United, Paul Pogba, menerima serangan rasisme dari pendukung United sendiri saat gagal mengonversi pinalti menjadi gol. Ucapan tidak pantas hingga menyebutkan nama binatang ditujukan kepada Pogba sebagai bentuk kekecewaan dari beberapa fans.

Kecewa itu wajar, apalagi sebagai fans yang ingin melihat tim kesayangannya dapat memenangkan pertandingan. Namun, perilaku rasis terhadap pemain sendiri tentu tidak dapat dibenarkan. Karena insiden tersebut, sontak Manchester United dan beberapa pemain memberikan dukungan kepada Pogba melalui akun media sosial resminya masing-masing.

Tercatat ada nama David de Gea, Marcus Rashford, Jesse Lingard, bahkan rekrutan anyar Manchester United, Harry Maguire pun ikut menyuarakan dukungannya terhadap Paul Pogba, yang pada intinya setuju jika rasisme sudah selayaknya dihilangkan dari segala tatanan kehidupan sosial—termasuk dalam sepak bola. Dan sudah selayaknya, banyak fans datang berbondong-bondong ke stadion untuk mendukung tim kesayangannya, bukan untuk menghina pemain lawan dengan nada rasis.

Selain Paul Pogba, pemain yang baru-baru ini terkena serangan rasisme adalah Romelu Lukaku, pemain rekrutan anyar Inter Milan dari Manchester United, saat timnya bermain dengan Cagliari. Yang janggal dan terasa aneh bagi saya adalah, justru para fans ultras Inter Milan cenderung mengatakan bahwa aksi para fans Cagliari bukanlah merupakan masalah besar di Italia. Mengutip dari Goal Indonesia, dalam surat terbuka, disebutkan oleh Curva Nord bahwa hal itu termasuk bagian dari dukungan yang diberikan untuk tim kesayangan mereka (Cagliari) dan merupakan bentuk pengakuan atas kualitas pemain.

Ayolah, ada banyak cara dalam mengakui kualitas pemain lawan. Seperti yang dilakukan oleh para fans Real Madrid beberapa tahun silam kepada Ronaldinho yang ketika itu berseragam Barcelona. Kala itu, Ronaldinho bermain baik dan menciptakan satu gol yang indah. Pada waktu yang bersamaan, para fans Madrid memberi standing applause sebagai bentuk penghargaan kepada pemain tim lawan yang—harus dinilai secara objektif—bermain sangat baik sampai menciptakan gol indah.

Baca Juga:

Manajemen Tolol Penyebab PSS Sleman Degradasi dan Sudah Sepatutnya Mereka Bertanggung Jawab!

Olahraga Lari Adalah Olahraga yang Lebih “Drama” ketimbang Sepak Bola

Lagipula, dari banyaknya cara memberi dukungan kepada tim, kenapa harus memilih menyampaikan ungkapan rasis? Jika memang niatnya ingin menjatuhkan mental lawan, saya pikir tidak perlu sebegitunya. Bahkan yang saya sering dengar melalui layar kaca, jika ingin meruntuhkan mental salah satu pemain lawan, biasanya para fans menyoraki dengan kata “boo” sekeras mungkin. Dan tak jarang, cukup dengan menerima hal tersebut, pemain lawan menjadi gugup dan hilang konsentrasi.

Jauh sebelum itu, seorang Mario Balotelli pun pernah merasakan hal yang sama, diserang dengan ungkapan rasis saat bermain. Lalu, tak lama setelah diganti dengan pemain lain, Super Mario—julukan Balotelli—menangis, karena seharusnya dalam sepak bola tidak lagi ada kasus rasis yang melibatkan suporter pun pemain.

Lain halnya dengan Daniel Alves, mantan bek kanan Barcelona itu memiliki cara tersendiri dalam menanggapi kasus rasis yang diterimanya. Dalam suatu pertandingan, saat hendak mengambil sepakan pojok dia dilempar pisang oleh fans tim lawan. Alih-alih merasa kesal, dia malah langsung memakan pisang tersebut dan tetap melanjutkan pertandingan.

Sejatinya, selain memiliki nilai bisnis yang terbilang tinggi, sepak bola dimainkan dan menjadi pertunjukkan yang menyenangkan, bukan mengkhawatirkan—apalagi menakutkan. Dan demi terciptanya hal itu, perilaku rasis tidak perlu lah diberi panggung, di mana pun dan dalam kondisi apa pun. (*)

BACA JUGA Waspada, Pelecehan Seksual Masih Terjadi dan Merajalela di KRL atau tulisan Seto Wicaksono lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 5 September 2019 oleh

Tags: agamaKritik SosialrasismeSepak Bola
Seto Wicaksono

Seto Wicaksono

Kelahiran 20 Juli. Fans Liverpool FC. Lulusan Psikologi Universitas Gunadarma. Seorang Suami, Ayah, dan Recruiter di suatu perusahaan.

ArtikelTerkait

slang

Mengapa Bucin, Kepo, dan Bahasa Slang Lainnya Harus Benar-Benar Kita Tahu Artinya?

29 Agustus 2019
Dear Rama Sugianto, Tidak Perlu Lucu untuk Jadi Komentator Sepak Bola, bundesliga

Dear Rama Sugianto, Tidak Perlu Lucu untuk Jadi Komentator Sepak Bola

9 Maret 2020
instagram anak-anak

Bikinin Akun Instagram Pribadi Buat Anak-Anak: Apa Nggak Berlebihan?

28 Juli 2019
giant killing Real Madrid vs chelsea taktik sepak bola Eden Hazard Main 20 Menit Jauh Lebih Bagus dari Vinicius Junior dalam 3 Musim terminal mojok.co

Panduan Memahami Taktik Sepak Bola secara Sederhana Biar Nggak Kayak Coach yang Itu

12 Februari 2021
Ketika Timnas Jepang Dihuni Tokoh-tokoh “Sakti” dalam Manga Sepak Bola terminal mojok.co

Ketika Timnas Jepang Dihuni Tokoh-tokoh ‘Sakti’ dalam Manga Sepak Bola

25 Oktober 2020
Sepak Bola dan Sihir Adalah Kolaborasi yang Erat Tak Terbantahkan terminal mojok.co

Membangun Stadion Berkapasitas Raksasa di Indonesia Sungguh Terasa Sia-sia

20 Oktober 2020
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

4 Aturan Tak Tertulis Berwisata di Jogja agar Tetap Menyenangkan Mojok.co

4 Aturan Tak Tertulis Berwisata di Jogja agar Liburan Tetap Menyenangkan

30 November 2025
Ilustrasi Banjir Malang Naik 500% di 2025 Bukti Busuknya Pemerintah (Unsplash)

Kejadian Banjir Malang Naik 500% di 2025, Bukti Pemerintah Memang Nggak Becus Bekerja

6 Desember 2025
4 Hal yang Membuat Orang Solo seperti Saya Kaget ketika Mampir ke Semarang Mojok.co

4 Hal yang Membuat Orang Solo seperti Saya Kaget ketika Mampir ke Semarang

3 Desember 2025
Alasan Orang Solo Lebih Hafal Jalan Tikus daripada Jalan Utama

Alasan Orang Solo Lebih Hafal Jalan Tikus daripada Jalan Utama

30 November 2025
Mahasiswa UIN Nggak Wajib Nyantri, tapi kalau Nggak Nyantri ya Kebangetan

Mahasiswa UIN Nggak Wajib Nyantri, tapi kalau Nggak Nyantri ya Kebangetan

30 November 2025
Pengalaman Transit di Bandara Sultan Hasanuddin: Bandara Elite, AC dan Troli Pelit

Pengalaman Transit di Bandara Sultan Hasanuddin: Bandara Elite, AC dan Troli Pelit

1 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lagu Sendu dari Tanah Minang: Hancurnya Jalan Lembah Anai dan Jembatan Kembar Menjadi Kehilangan Besar bagi Masyarakat Sumatera Barat
  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.