Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Hiburan

They Call Me Babu: Seutas Kisah Sejarah Babu pada Masa Kolonial Belanda

Ananda Bintang oleh Ananda Bintang
27 Juli 2021
A A
they call me babu mojok

they call me babu mojok

Share on FacebookShare on Twitter

Ketika membayangkan tentang masa-masa penjajahan di Indonesia, imajinasi saya atau bahkan hampir orang Indonesia kebanyakan di masa sekarang, sering menjurus pada cerita tokoh-tokoh besar seperti Sukarno, Hatta, Tan Malaka, Sjahrir, atau tokoh-tokoh besar lain dengan perjuangan mereka menumpas penjajah dari Indonesia.

Seutas kisah tentang pembuangan, perjuangan, hingga pemikiran-pemikiran soal politik hingga kemerdekaan, menjadi sumbangsih terbesar para tokoh tersebut untuk membuat Indonesia bebas dari belenggu penjajah.

Suatu kewajaran bila pada akhirnya, mereka-merekalah yang sering dikisahkan dalam lembar sejarah kita. Mereka-merekalah yang pada akhirnya sering diajarkan dan didongengkan di kelas-kelas sejarah Indonesia. Kendati demikian, melupakan dan meremehkan orang-orang kecil di seputar sejarah arus besar dengan tokoh-tokoh yang digdaya, tentu bukanlah suatu kewajaran.

“Lahir seorang besar dan tenggelam beratus ribu//Keduanya harus dicatet, keduanya dapat tempat,” kata Chairil Anwar. Atau jika boleh mengartikan: meskipun yang dilahirkan sejarah adalah orang-orang besar seperti Bung Karno misalnya, orang-orang kecil yang tenggelam dalam sejarah, tetap memiliki tempat dan harus dicatet.

Usaha mencatat orang-orang yang terpinggirkan dan hampir tenggelam dalam pusaran sejarah memang semakin banyak dilakukan. Penemuan cerita-cerita orang yang dikerdilkan oleh sejarah malah kadang lebih menarik dari kebesaran peristiwa sejarah itu sendiri. Salah satu usaha yang dilakukan untuk membuat pencatatan cerita sejarah menjadi lebih menarik adalah melalui film.

They Call Me Babu (2019) adalah salah satu film dari banyaknya film yang juga mengangkat cerita-cerita orang yang dikerdilkan dalam sejarah agar menjadi lebih menarik. Film dokumenter ini dirajut dari berbagai footage film yang direkam oleh orang Belanda pada masa kolonial, lalu menjadi satu keutuhan cerita tentang pengasuh anak atau dulu disebut babu yang bekerja di keluarga Belanda, bernama Alima.

Cerita Alima sendiri disusun melalui cerita-cerita asli dari beberapa bekas babu zaman Belanda dan bekas majikan yang diinterview oleh Sandra Beerends, sang sutradara, untuk dijadikan suatu keutuhan cerita yang direpresentasikan pada diri Alima. Dari sinopsis dan konsep film dokumenter ini, memang sekilas mirip dengan konsep film dokumenter Mother Dao, The Turtlelike (1999) yang juga sama-sama berlatar belakang penjajahan Belanda di Indonesia.

Film They Call Me Babu dimulai dengan penceritaan tentang Ibu Alima yang meninggal dunia, sehingga Alima harus diasuh oleh pamannya dan malah diberi pada seorang Cina untuk dikawinkan sebagai pelunasan utang yang dilakukan oleh pamannya sendiri. Merasa dijadikan barang dan ingat perkataan Ibunya tentang perempuan harus bisa berdiri sendiri, Alima melarikan diri dari desa dan pergi ke Bandung.

Baca Juga:

4 Salah Kaprah Jurusan Sejarah yang Terlanjur Melekat dan Dipercaya Banyak Orang

Dari Sekian Banyak Jurusan Pendidikan, Pendidikan Sejarah Adalah Jurusan yang Tidak Terlalu Berguna

Di Bandung, ia mencari pekerjaan mengasuh anak dan ia memberanikan diri untuk mengasuh seorang anak dari keluarga Belanda yang akan pergi ke Belanda. Dari sinilah cerita-cerita menarik Alima dimulai. Jika biasanya dalam film-film sejarah Indonesia, hubungan dengan Belanda selalu ditampilkan dengan buruk dan menyebalkan, They Call Me Babu justru memberikan kesan emosional dan harmonis antara Indonesia dan Belanda melalui hubungan Alima dengan keluarga Belandanya.

Bukan bermaksud mempropagandakan bahwa seakan-akan “penjajahan Belanda itu ada baiknya”, tapi di sini, Beerends ingin memberikan pandangan bahwa tak selamanya orang yang dijajah harus melulu dikasihani. Hal tersebut terlihat dari banyaknya footage gambar yang diambil Beerends, tak satupun yang memperlihatkan seorang babu direndahkan oleh orang Belanda.

Beerends mengambil 149 dari 500 footage yang dia pakai untuk merajut kisah Alima, hampir seluruhnya menggambarkan kesetaraan babu dengan majikan Belandanya. Seperti duduk sejajar dengan mereka, dan sampai, tokoh utama Alima, ketika pergi ke Belanda menggenakan pakaian-pakaian yang mirip dengan majikannya.

Penggambaran kesetaran itu juga diperkuat dengan hubungan yang begitu dekat antara Alima dan Jantje (anak paling kecil dari keluarga Belanda tersebut). Alima sendiri selalu menganggap Jantje seperti anak kandungnya sendiri, bahkan sampai ia memiliki anak pun, Alima selalu beranggapan Jantje adalah anaknya.

Cerita tentang kedekatan pembantu dengan anak majikan memang menjadi cerita yang langgeng sampai sekarang. Orang tua acapkali menitipkan anaknya pada pembantunya dan kadang lebih dekat dengan pembantu ketimbang orang tuanya sendiri. Dulu saya pernah melihat testimoni kedekatan anak dengan orang tua melalui pertanyaan-pertanyaan seputar anak mereka sendiri kepada orang tua dan pembantu. Hasilnya, hampir sebagian orang tua tidak sepenuhnya mengenal anak mereka dibanding dengan para pembantunya. Sehingga, jika bisa dikaitkan dengan film ini, perasaan Alima terhadap Janjte bisa dibilang valid dan bukan sekadar “bumbu-bumbu” film belaka.

Film ini berhasil memotret orang-orang seperti Alima yang tak pernah dicatat dalam buku-buku sejarah sekolah, menampilkannya, dan memberi pandangan baru soal sejarah yang tak melulu diisi oleh orang-orang besar dan penuh dengan kekerasan.

Pada akhirnya, mengutip Romo Mangun, “bahwa yang benar-benar penting dalam sejarah justru kehidupan sehari-hari, yang normal dan biasa, bahwa tokoh sejarah dan pahlawan sejati harus kita temukan kembali di antara kaum rakyat biasa yang sehari-hari, yang barangkali kecil dalam harta maupun kuasa, namun besar dalam kesetiaannya demi kehidupan,” Dan film ini sejatinya bisa memberi kita gerbang dan pandangan baru bagaimana seharusnya film-film sejarah kita baik fiksi maupun dokumenter untuk mulai memberanikan diri mencatat orang-orang di dalam pusaran sejarah besar masa lalu. Yang barangkali kecil dalam harta maupun kuasa, namun besar dalam kesetiaannya demi kehidupan.

Sumber gambar: YouTube IDFA

BACA JUGA Another Round’, Film tentang Alkohol dan Guru Sejarah Membosankan dan tulisan Ananda Bintang lainnya. 

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 27 September 2021 oleh

Tags: Anakbabubelandafilm dokumenterHiburan Terminalpenjajahanrelasisejarahthey call me babu
Ananda Bintang

Ananda Bintang

ArtikelTerkait

Aegyo Skill Persuasi ala Idol K-Pop yang Bisa Kamu Coba ke Teman, Keluarga, dan Pacar terminal mojok

Aegyo: Skill Persuasi ala Idol K-Pop yang Bisa Kamu Coba ke Teman, Keluarga, dan Pacar

2 Agustus 2021
Belajar dari Vincenzo Cassano, Kita Harus Punya Hal-hal Ini untuk Tumbangkan Oligarki terminal mojok.co

Belajar dari Vincenzo Cassano, Kita Harus Punya Hal-hal Ini untuk Tumbangkan Oligarki

28 Mei 2021
MV ‘Permission to Dance’: Comeback BTS yang Sarat Pesan Kehidupan terminal mojok.co

MV ‘Permission to Dance’: Comeback BTS yang Sarat Pesan Kehidupan

11 Juli 2021
Parenting Day di SMA Ponorogo, Acara Perekat Hubungan Orang Tua dan Anak yang Seharusnya Ditiru Sekolah Lain

Parenting Day di SMA Ponorogo, Acara Perekat Hubungan Orang Tua dan Anak yang Harus Ditiru Sekolah Lain

13 September 2023
Stop Bilang Banyak Anak Banyak Rezeki, Anak Bukan Barang Dagangan Terminal Mojok

Banyak Anak Banyak Rezeki Anggapan Kuno, Mending Buang Jauh-jauh

27 Januari 2021
Hargai Orang yang Belajar Bahasa Jawa, dong. Jangan Sedikit-sedikit Dibilang Nggak Pantas terminal mojok.co

Menengok Literatur Para Pujangga Jawa di Perpustakaan Rekso Pustoko

21 September 2020
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

3 Alasan Soto Tegal Susah Disukai Pendatang

3 Alasan Soto Tegal Susah Disukai Pendatang

30 November 2025
Nasi Goreng Palembang Nggak Cocok di Lidah Orang Jogja: Hambar!

Nasi Goreng Palembang Nggak Cocok di Lidah Orang Jogja: Hambar!

1 Desember 2025
Ketika Warga Sleman Dihantui Jalan Rusak dan Trotoar Berbahaya (Unsplash)

Boleh Saja Menata Ulang Pedestrian, tapi Pemerintah Sleman Jangan Lupakan Jalan Rusak dan Trotoar Tidak Layak yang Membahayakan Warganya

3 Desember 2025
5 Hal yang Bikin Orang Solo Bangga tapi Orang Luar Nggak Ngerti Pentingnya

5 Hal yang Bikin Orang Solo Bangga tapi Orang Luar Nggak Ngerti Pentingnya

29 November 2025
Desa Ngidam Muncar, Desa Terbaik di Kabupaten Semarang (Unsplash)

Desa Ngidam Muncar, Desa Terbaik di Kabupaten Semarang dengan Pesona yang Membuat Saya Betah

4 Desember 2025
Jalur Pansela Kebumen, Jalur Maut Perenggut Nyawa Tanpa Aba-aba

Jalur Pansela Kebumen, Jalur Maut Perenggut Nyawa Tanpa Aba-aba

2 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.