Pertama Kali Mencicipi Swike: Makanan Berbahan Dasar Kodok yang Terlihat Menjijikan, tapi Bikin Ketagihan 

Pertama Kali Mencicipi Swike: Makanan Berbahan Dasar Kodok yang Terlihat Menjijikan, tapi Bikin Ketagihan Mojok.co

Pertama Kali Mencicipi Swike: Makanan Berbahan Dasar Kodok yang Terlihat Menjijikan, tapi Bikin Ketagihan (wikipedia.org)

Suatu hari saya diajak mencicipi masakan berbahan dasar kodok atau swike. Saya diajak ke Warung Swike Bu Harni di daerah Jekulo, Kudus. Tidak pernah terbayang sebelumnya saya mencicipi makanan satu ini. Di benak saya, kodok itu menjijikan. 

Akan tetapi, rasa penasaran lebih besar dibandingkan rasa jijik. Apalagi, seorang teman dengan penuh tekad berkali-kali meyakniknan saya, “Ini enak, sumpah. Wes to coba o disek. Enak, enak.” Kalimat itu cukup untuk membuat saya berpikir, mungkin ada sesuatu yang selama ini saya lewatkan.

Swike rasanya mirip daging ayam

Kesan pertama saat tahu yang akan tak makan adalah kodok, rasanya memang tidak nyaman. Waktu itu, di kepala saya cuman kebayang tekstur licin, kulit lembek, dan aroma yang aneh. Bahkan, sebelum makanan datang, imajinasi sudah bekerja terlalu jauh.

Akan tetapi, begitu hidangan swike itu disajikan, kesan menjijikkan tadi perlahan memudar. Daging kodok yang disajikan ternyata sudah bersih, terpotong rapi, dan dimasak dengan bumbu khas swike yang aromanya cukup menggoda. Tidak ada bau amis menyengat seperti yang saya bayangkan. Yang tercium justru wangi bawang putih, jahe, dan sedikit aroma kuah kaldu yang hangat.

Saat suapan pertama masuk ke mulut, saya sempat berhenti mengunyah. Bukan karena merasa ada yang aneh, tapi karena rasanya familiar? Kalau harus menjelaskan rasa daging kodok, mungkin, deskripsi yang paling mendekati adalah kemiripannya dengan daging ayam, terutama bagian paha, tapi teksturnya lebih lembut dan halus.

Serat dagingnya tidak kasar. Tidak ada perlawanan keras saat dikunyah. Bahkan, bisa dibilang, daging kodok lebih “bersih” di mulut dibanding ayam kampung. Tidak terlalu berserat, tidak berlemak, dan sama sekali tidak berminyak. Rasanya netral, sehingga bumbu swike-lah yang justru menonjol.

Ada sedikit rasa manis alami dari dagingnya, mirip ayam rebus yang masih fresh, tapi lebih ringan. Tidak ada rasa tanah, lumpur, atau aroma aneh yang sering saya ditakutkan. Misalkan mata ditutup dan tidak diberi tahu bahan dasarnya, saya yakin banyak orang akan mengira ini ayam atau mungkin ikan berdaging putih yang sangat lembut.

Inilah titik di mana rasa jijik itu benar-benar hilang. Digantikan rasa penasaran, lalu berujung pada ketagihan.

Tidak sembarang kodok bisa diolah

Perlu dicatat, tidak semua kodok bisa dan aman untuk dimakan. Swike yang saya makan di Jekulo menggunakan kodok sawah, yang dalam istilah umum sering disebut kodok hijau atau kodok budidaya. Di dunia kuliner, jenis ini dikenal sebagai bullfrog atau kodok lembu.

Kodok jenis ini memang sudah lama dibudidayakan khusus untuk konsumsi. Ukurannya besar, daging pahanya tebal, dan teksturnya cocok untuk dimasak beragam menu. Misal, swike kuah, goreng krispi, atau tumis. Sekali lagi, kodok ini berbeda dengan kodok hitam liar kecil yang biasa kita lihat di pekarangan rumah.

Satu hal lagi, ternyata proses pembersihannya juga tidak ngasal. Sebab kulit dikupas bersih, bagian yang tidak dikonsumsi dibuang, dan daging dicuci bersih sebelum dimasak. Ini penting karena kebersihan sangat menentukan rasa akhir dan keamanan makanan.

Swike yang saya coba tidak hanya mengandalkan bahan utama, tapi juga racikan bumbunya. Kuahnya bening tapi kaya rasa. Ada sensasi hangat dari jahe, gurih dari bawang putih, dan kaldu alami dari daging kodok itu sendiri. Rasanya tidak berat, tidak bikin enek, dan justru bikin ingin terus menyendok kuahnya.

Daging kodoknya menyerap bumbu dengan baik. Setiap potongannya terasa “hidup”, tidak hambar, tapi juga tidak tertutup oleh bumbu. Ini yang menurut saya membuat swike berbeda dengan olahan daging lain.

Setelah beberapa suapan, saya mulai lupa bahwa yang saya makan adalah kodok. Dan itu berbahaya. Karena dari situ, sendok jadi tidak berhenti bergerak. Enak. Bahkan, mungkin lebih enak dari yang selama ini dibayangkan.

Penulis: Budi
Editor: Kenia Intan

BACA JUGA 4 Makanan Tradisional dari Jateng dan Jogja yang Nggak Diketahui Gen Z.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version