Pekan lalu saya bertemu dengan teman lama di sebuah cafe. Hampir dua setengah tahun lebih tidak berjumpa. Banyak perubahan yang terjadi padanya, termasuk persoalan finansial.
Dulu, dua setengah tahun yang lalu, saya datang ke rumahnya di daerah pekalongan. Dia baru saja wisuda dan bingung harus bekerja apa. Dia ikut mendaftar CPNS tapi tidak lolos.
Orangtuanya menyarankan untuk pergi ke Jakarta, tetapi dia sendiri merasa tak punya cukup bekal untuk mengadu nasib di sana, terutama soal pengalamannya. Terlebih saat kuliah dia menjadi mahasiswa dengan label “kupu-kupu” (istilah untuk mahasiswa yang hanya masuk kelas lalu pulang kos), sehingga tidak memiliki pengalaman organisasi sama sekali.
“Aku bingung banget harus kerja apa”. Sambat temanku waktu itu.
Entah apa yang merasukinya. Dulu masih bingung mencari pekerjaan sekarang sudah banyak memberikan pekerjaan ke orang-orang.
“Kok bisa sih kamu seperti sekarang?”. Tanyaku penasaran.
“Ya bisa toh yan, setiap usaha pasti ada jalannya”. Sahutnya.
“Iya aku paham, tapi gimana usahamu itu loh bisa keluar dari permasalahan yang sering menjerat alumni mahasiswa”. Selidikku penuh antusias.
“Yang penting tidak gengsi dan sadar dengan peluang yan”. Jawabnya.
Dia menceritakan pengalaman yang cukup unik. Awalnya dia bingung harus berbuat apa. Sudah mendaftar sana sini di pekalongan tapi tidak lolos. Akhirnya dia belajar untuk berwiraswasta.
Wiraswasta pun tidak mudah. Harus menentukan mau usaha apa. Belum lagi modalnya. Tapi dia merasa ada sesuatu yang bisa dijadikan usaha.
Dia melihat ada seorang juragan kambing di tempat tinggalnya yang cukup sukses. Kemudian dia memutuskan untuk berkunjung dan menimba ilmu kepadanya.
Setelah diterima dengan baik oleh juragan itu, dia dinasehati untuk ikut usaha ternak kambing juga, tepatnya jualan kambing saat Hari Raya Idhul Adha. Untuk bisa belajar ke si juragan, dia harus mengikuti ujian dulu, yaitu disuruh ngarit rumput selama beberapa minggu untuk makan kambing juragannya. Tentu saja ujian itu begitu terasa berat untuknya.
“Lah aku sarjana e, masak disuruh nyari rumput?”. Keluhnya pada waktu itu.
Karena keadaan yang memaksanya, akhirnya ditanggalkan lah rasa malu itu. Untung orangtuanya mendukung, kalau tidak, mungkin tidak seperti sekarang keadaannya. Prinsip orangtuanya, yang penting kegiatannya baik dan halal. Ternyata dia mampu melewati ujian itu dengan baik dan memuaskan.
Juragan itu berpesan: le, inti dari dagang wedhus itu jangan malu. Kalau kamu malu maka kamu tidak akan berhasil. Kambing itu usahanya para nabi dari zaman dahulu. Pasti berkah kalau diniati karena Allah. Pesan itulah yang dia pegang sampai sekarang.
Setelah belajar dari juragan itu, dia pinjam uang ke bapaknya untuk modal usaha ternak kambing, tepat 7 bulan sebelum Idhul Adha. Modal itu dia belikan sepuluh ekor kambing. Selama 7 bulanan, dia besarkan kambing itu dengan cinta dan kasih sayang.
Pada prosesnya, tidak sedikit yang mencemooh. Namun banyak juga yang mendukung apalagi orangtuanya. Semua dihadapi dengan sabar, karena menurut dia, kesuksesan pasti banyak tantangan.
Ternyata saat Idhul Adha semua kambingnya terjual dengan untung yang cukup tinggi. Satu ekor kambing bisa mendapat untung bersih sekitar 1,8 juta. Sangat lumayan untuk pemula.
Kemudian dia memutarkan uangnya untuk membeli kambing lagi. Dan dijual saat Idhul Adha tahun depannya. Karena dia sudah tahu cara memperkecil modal, maka saat Idhul Adha kedua dia mendapatkan untung yang sangat besar.Hampir dua kali dari keuntungan yang pertama.
Saat ini dia sudah memiliki 58 ekor kambing. Setiap hari kambing-kambing itu dirawat oleh karyawannya (sudah punya 2 karyawan). Jika semua kambingnya dijual saat musim qurban tentu sangat lumayan hasilnya.
Namun saat ini dia mau memperlebar usahanya tidak hanya ternak kambing qurban, melainkan kambing perah dan aqiqah juga. Selain itu masih banyak potensi lain dari kambing yang dapat dijadikan usaha.
Oh iya, saya belum menceritakan di awal. Teman saya itu bukan alumni fakultas Peternakan ataupun Ekonomi, tetapi fakultas Ushuluddin (hanya orang-orang UIN/IAIN/STAIN yang tahu fakultas itu).
Sangat berbeda antara profesi sekarang dan ilmu yang dipelajari dulu. Dibangku kuliah dulu, dia banyak belajar tentang teori-teori keislaman, baik Al Qur’an maupun Hadis. Tidak sedikit pun belajar cara ternak kambing. Namun sudah menjadi takdirnya untuk bisa seperti itu.
Dari pengalaman tersebut saya berfikir, sebenarnya rasa egoisme dan gengsi yang membuat teman-teman sarjana muda itu susah untuk mendapatkan pekerjaan, sehingga menyebabkan banyak pengangguran intelektual sekarang ini.
Banyak yang beranggapan harus bekerja sesuai dengan apa yang dipelajari di kampus agar menjadi sukses. Padahal ada banyak peluang dan kesempatan untuk bisa menjadi sukses tanpa harus bekerja sesuai jurusan saat kuliah. Prinsipnya mau bergerak untuk mencapai kesuksesan itu. Tuhan sudah mengatur rezeki semua orang, tinggal orang tersebut mau menjemputnya atau tidak.
Ukuran sukses itu (bagi yang baru lulus dari bangku kuliah) tidak harus menjadi karyawan atau pegawai. Namun berwiraswasta pun bisa dikatakan sukses (sukses banget malah) .
Mungkin kemarin usaha ternak lele menjadi salah satu usaha primadona bagi yang belum mendapatkan pekerjaan. Namun sekarang, menurut saya, dunia perkambingan memiliki daya tarik yang menggiurkan. Intinya jangan malu atau gengsi. Karena dunia perkambingan butuh orang-orang yang berani dan mau menanggalkan gengsi dan rasa malu. Pada akhirnya kesuksesan akan datang, buktinys teman saya itu.
BACA JUGA Ternak Lele adalah Kita yang Mulai Pragmatis atau tulisan Royyan Mahmuda lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.