K-Pop telah menjadi selera musik yang mendunia. BTS digadang-gadang sebagai artist pertama yang berhasil menembus chart teratas Billboard selama kurun waktu yang cukup lama. Popularitas BTS sebagai The King of Kpop bahkan bisa dikatakan jauh lebih tinggi dari generasi K-Pop sebelumnya. Pasalnya, comeback BTS selalu berhasil bertengger merajai berbagai chart musik hampir seluruh negara. Kesuksesan BTS menggebrak industri musik barat menjadikan industri hiburan Korea semakin menjanjikan dan menarik banyak perhatian. Jumlah ARMY juga semakin membludak luar biasa di seluruh dunia sehingga berhasil membawa BTS rajin berlangganan mengungguli berbagai trending topik media sosial, termasuk jumlah Kpopers generasi baru Indonesia juga semakin melimpah.
Sebagai Kpopers generasi tua—katakanlah sesepuh—saya melihat fenomena demam Hallyu hari ini semakin gila. Kebanyakan Kpopers—bukan semuanya—generasi baru entah mengapa cenderung tidak sehat. Mengapa saya bilang tidak sehat? Fenomena yang terjadi di Instagram misalnya—sebagai media sosial paling populer era abad ini—mereka merespon idola mereka dengan sangat berlebihan. Bayangkan saja, ketika seorang idola melakukan kesalahan yang mana kesalahan tersebut bukanlah sesuatu yang perlu ditoleransi justru dibela mati-matian seakan-akan ia tak melakukan kesalahan apapun—mereka seperti tidak akan bisa hidup tanpa melihat idolanya berdiri di panggung.
Yang lebih mengesalkan biasanya terjadi ketika musim konser atau musim comeback tiba—mengeluarkan single atau album baru. Pada masa-masa ini berlangsung, berjuta-juta potret baru idola akan tersebar. Tak jarang aksi panggung sang idola bisa menjadi sangat provokatif—misalnya dengan kebiasaan memamerkan abs dan lain-lain. Potret jenis ini biasanya langsung menyebar dengan luar biasa cepat-bisa setara kecepatannya cahaya kali ya. Kemudian komentar-komentar menggelikan ikut menggila di sejumlah unggahan.
Hal-hal yang tidak lazim untuk diucapkan para perempuan pun menjadi sangat lumrah, misalnya seperti komentar-komentar halu yang berkonotasi tabu hingga menjadikan foto tersebut sebagai objek pelampiasan nafsu seksual. Saya sering melihat istilah ‘hamil online’ melengkapi sejumlah unggahan foto idola yang bahkan biasa saja namun ditanggapi secara berlebihan oleh Knets Indonesia.
Jika kalian masih ingat kasus di mana Young Lex mengatakan akan menjadikan foto Lisa Blackpink sebagai bahan masturbasi menuai banyak kecaman publik karena dianggap tidak pantas dan merendahkan. Itu hanya salah satu kasus yang naik ke permukaan karena dilakukan oleh seorang influencer. Bagaimana dengan orang yang biasa-biasa saja namun bejibun banyaknya? Banyak sekali komentar yang tidak sepantasnya dan terkesan merendahkan diri sendiri melengkapi kolom komentar konten-konten Hallyu di media sosial.
Belum lagi pengalaman kurang menyenangkan banyak idola Korea yang datang ke Indonesia karena fans Indonesia cenderung agresif dan kurang memperhatikan etika sehingga membuat beberapa dari mereka merasa tidak nyaman karena fans seenaknya menyentuh mereka, menarik, mendesak, bahkan beberapa kejadian beberapa mereka sampai terjatuh dan terjungkal—itu mau nyambut apa nyerang woy. Padahal mereka adalah tamu di negara kita, tapi mengapa niat menyambut mengubah keadaan menjadi sangat tidak nyaman. Kita boleh saja menyambut kedatangan mereka atau mengagumi mereka, tentu saja tanpa mengganggu kenyamanan mereka dan sewajarnya saja.
Saya sendiri adalah salah seorang Kpopers yang menolak alay dan mengenal banyak Kpopers lain di sekitar saya. Meskipun saya termasuk Kpopers yang tidak rela menghabiskan materi demi idola saya sendiri—kere—, saya cukup setia menemani perjalanan karir mereka sejak awal hingga kini. hiyahiyahiya~
Sejauh yang saya perhatikan, kawan-kawan Kpopers generasi lama menanggapi Hallyu sebagai suatu hiburan menarik yang masih dalam tahap wajar dan mereka biasanya tidak begitu alay. Menariknya dari mereka adalah biasanya mereka benar-benar mendapat efek positif dari kecintaan mereka ini seperti memotivasi untuk studi ke Korea, memahami budaya hingga menguasai bahasa Korea secara baik dan benar sesuai dengan kaedah bahasa Korea yang disempurnakan—bukan asal tahu dan asal jeplak.
Kawan-kawan generasi baru ini biasanya cenderung mengubah diri menjadi sangat alay berlebihan dan menunjukkan fanatisme yang saya sendiri tidak mampu memahaminya. Mereka hanya akan berfokus pada obsesi terhadap idolanya. Perilaku obsesif inilah yang paling sering memancing fanwar dengan mengagung-agungkan idola laksana dewa dan merendahkan yang lainnya.
Ayolah, tidak ada yang salah dengan mengagumi. Tetapi percayalah, fanatisme selalu menjadi yang terburuk. Hal ini akan membuat kita menutup mata dan mempersempit pikiran kita terhadap hal yang lain, parahnya lagi dapat merusak diri kita sendiri. Apa yang akan kita dapat dari fanatisme terhadap sesama manusia selain kesenangan sesaat? Cukup jadikan mereka sebagai dorongan untuk kita lebih berprestasi, bersemangat dan meningkatkan kualifikasi diri, setidaknya rasa cinta kita terhadap mereka berguna untuk meningkatkan kualitas diri kita masing-masing bukan masalah merendahkan kualitas diri.