Bepergian ke mana-mana dengan speed boat di Sungai Barito Kalimantan merupakan culture shock bagi saya, orang Bandung, yang mudah mengakses jalur darat. Ternyata, saya masih begitu asing dengan Indonesia.
Beberapa minggu yang lalu, saya berkunjung ke Kabupaten Murung Raya, salah satu kabupaten di Kalimantan Tengah untuk sebuah pekerjaan. Perjalanan ke sana sangat melelahkan, tapi asyik. Saya harus dua kali naik pesawat. Pesawat pertama yang saya naiki adalah pesawat rute Jakarta-Banjarbaru Kalimantan Selatan, sedangkan pesawat kedua yang harus saya naiki adalah pesawat rute Banjarbaru-Muara Teweh Kalimantan Tengah.
Apakah saya sudah tiba di Kabupaten Murung Raya? Tentu saja belum! Dari Bandar Udara Haji Muhammad Sidik Muara Teweh, saya harus melanjutkan perjalanan dengan speed boat menyusuri Sungai Barito selama kurang lebih dua jam perjalanan untuk mencapai tujuan saya.
Daftar Isi
Transportasi air di Kalimantan bukan hal asing
Sebagai orang yang menghabiskan sebagian besar hidupnya di Kota Bandung, tentu saja moda transportasi air seperti speed boat adalah hal yang sangat asing bagi saya. Namun bagi masyarakat Muara Teweh dan sejumlah wilayah lainnya di Kalimantan, hal tersebut bukanlah hal baru bagi mereka.
Kalau di Pulau Jawa kita menggunakan ojol untuk bepergian, masyarakat Kalimantan banyak yang menggunakan perahu untuk bepergian, apalagi di Sungai Barito. Bepergian dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menyusuri sungai sudah mereka lakukan selama berabad-abad mulai dengan menggunakan perahu dayung hingga perahu mesin.
Transportasi air jadi andalan masyarakat Kalimantan karena infrastruktur jalan maupun jembatan masih sangat terbatas. Kalaupun akses jalannya sudah ada, waktu tempuh bisa sangat lama. Bisa satu hari satu malam bahkan lebih! Makanya moda transportasi air jadi andalan.
Begini rasanya naik speed boat di Sungai Barito
Bagi saya, pengalaman menyusuri Sungai Barito merupakan pengalaman baru yang langsung tersimpan di core memory otak saya. Campuran rasa kagum, cemas, hingga rasa tak sabar.
Pertama, saya kagum dengan betapa luasnya wilayah Indonesia. Lebar Sungai Barito nggak ada apa-apanya dibandingkan dengan Sungai Cikapundung maupun Sungai Citarum (ya iyalah). Sungai Barito sangatlah luas. Lebar rata-ratanya 650 hingga 800 meter dan panjang sungainya sendiri adalah 1.090 kilometer.
Sepanjang perjalanan, saya melihat puluhan kapal tongkang pembawa muatan batubara yang melintas. Saya juga melihat speed boat mulai dari berukuran kecil hingga berukuran besar ukuran di kiri dan kanan yang digunakan oleh masyarakat setempat untuk bepergian. Banyak juga anak-anak yang berenang dan bermain di pinggir sungai. Saya juga melihat berbagai primata seperti monyet yang beraktivitas di pepohonan pinggir sungai.
Kedua, saya merasa cemas. Saya cemas speed boatnya tiba-tiba mogok. Di kota, kalau kendaraan kita mogok kita bisa menelpon montir untuk datang dengan segera atau pahit-pahitnya, minta diderek ke bengkel terdekat. Di sini? Selain jauh dari mana-mana, sinyal smartphone pun nggak ada sekalipun kamu pakai Telkomsel!
Saya juga cemas speed boat tiba-tiba terbalik atau tenggelam meskipun seluruh penumpang menggunakan pelampung dan saya bisa berenang. Bukannya takut ada buaya atau hewan lainnya. Saya takut kalau hal tersebut terjadi, bagaimana nasib smartphone, laptop, dan barang-barang yang saya bawa? Yah, ketakutan-ketakutan pada umumnya.
Bosan
Ketiga, saya benar-benar nggak sabar untuk cepat sampai tujuan. Selain karena sudah capek dua kali naik pesawat dan belum ditambah perjalanan dari Bandung ke Bandara Soekarno – Hatta, perjalanan dengan speed boat di Sungai Barito sangatlah membosankan.
Mungkin 15 menit pertama penumpang akan merasa excited melihat pemandangan alam maupun kehidupan masyarakat di pinggir sungai. Tapi lama-lama ya bosan juga. Di pesawat, bus, atau kereta, kita tinggal main handphone, baca buku, atau bahkan tidur. Di speedboat, sekadar ngobrol aja nggak bisa kita lakukan saking berisiknya mesin speed boat!
Sungai Barito ninggal kenangan
Kalaupun kalian bukan orang yang gampang bosan, tubuh kalian lama-lama pasti protes juga. Angin speed boat ini benar-benar kencang. Ibarat mengendarai sepeda motor sport dengan kecepatan tinggi tapi nggak pakai jaket sama sekali. Belum lagi risiko mabuk perjalanan yang bisa membuat sebagian orang jadi mual-mual hingga muntah. Makanya, saya benar-benar ingin cepat sampai di tujuan.
Setelah kurang lebih dua jam menyusuri Sungai Barito Kalimantan, akhirnya speed boat saya berhenti di jetty di mana saya akan kembali melanjutkan perjalanan via darat dengan menggunakan mobil selama kurang lebih 1,5 jam perjalanan untuk tiba di Kabupaten Murung Raya.
Seperti itulah pengalaman saya naik speed boat menyusuri Sungai Barito. Di satu sisi, saya merasa bahwa hal tersebut merupakan pengalaman yang menarik yang nggak bikin saya bosan. Namun di sisi lain, saya merasa bahwa hal tersebut merupakan pengalaman buruk yang ingin cepat-cepat saya lupakan.
Penulis: Raden Muhammad Wisnu
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Kondisi Geografis Pulau Kalimantan: Letak, Bentang Alam, hingga Keragaman Hayati
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.