• Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
  • Login
Terminal Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Home
    • Mojok.co
  • NusantaraHOT
  • Gaya Hidup
    • Game
    • Fesyen
    • Otomotif
    • Olahraga
    • Sapa Mantan
    • Gadget
    • Personality
  • Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Acara TV
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Politik
  • Profesi
  • Home
    • Mojok.co
  • NusantaraHOT
  • Gaya Hidup
    • Game
    • Fesyen
    • Otomotif
    • Olahraga
    • Sapa Mantan
    • Gadget
    • Personality
  • Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Acara TV
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Politik
  • Profesi
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Gaya Hidup
  • Pojok Tubir
  • Kampus
  • Hiburan
  • Tiktok
  • Politik
  • Kesehatan
  • Mau Kirim Tulisan?
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Culture Shock yang Dialami Pemuda Jogja Saat Kuliah di Jogja

Prabu Yudianto oleh Prabu Yudianto
12 Desember 2020
A A
Culture Shock yang Dialami Pemuda Jogja Saat Kuliah di Jogja Terminal Mojok
Share on FacebookShare on Twitter

Kadang dunia asing bisa sangat dekat dengan kita. Bisa jadi hanya berjarak 6 km dari rumah. Saya sendiri mengalami sebuah culture shock tanpa harus merantau. Dan siapa sangka, orang Jogja bisa terjebak budaya yang asing ketika kuliah di Jogja.

Jangan berpikir bahwa hanya perantau yang mengalami culture shock. Bahkan seorang pemuda yang tidak pernah hidup di perantauan tetap mengalami kejutan ini. Pagar besi UGM menjadi dinding pembatas budaya Jogja yang saya kenal dengan budaya “taman mini Indonesia indah.”

Culture shock pertama saya adalah perkara bahasa. Meskipun berada di Jogja, UGM memayungi ribuan mahasiswa dengan kultur budaya berbeda. Kebiasaan saya berbahasa Jawa langgam Jogja terbentur dengan bahasa lain yang asing dan embuh.

Seumur-umur, saya belum pernah berkomunikasi dengan orang ngapak. Tidak pernah juga mendengar orang Batak menyapa seperti marah-marah. Saya juga roaming saat banyak teman baru memakai “lo, gue, lo, gue”. Saya merasa asing di tengah riuh sapa mereka.

Mau tidak mau, saya harus menganalisis setiap ucapan teman-teman saya. Berusaha memahami pesan sekaligus emosi yang mereka sampaikan. Gampang? Jelas tidak! Jika gampang, trainer urusan komunikasi tidak akan laku.

Untuk menutupi culture shock sekaligus menambah wawasan, saya mencoba mempelajari bahasa ibu teman-teman saya. Tapi bukan belajar tata bahasa, saya fokus pada urusan umpatan. Alhamdulillah, hari ini perbendaharaan umpatan saya makin luas.

Culture shock berikutnya adalah urusan makanan. Meskipun saya warga asli Jogja, kuliner di wilayah kos-kosan sekitar UGM tetap berbeda. Dari Kasultanan Pogung sampai Gejayan Mayhem, saya menemukan budaya kuliner yang asing.

Perkara rasa saja sudah asing. Bagaimana bisa sayur bening tidak ada manis-manisnya? Padahal Jogja punya pabrik gula. Belum lagi urusan variasi makanan. Saya hanya melongo saat berjumpa sate padang, se’i sapi, bahkan ramen. Makanan alien macam apa itu?

Tapi tidak ada yang membuat saya tertegun sampai bertemu ayam geprek. Mohon diingat, saya masuk kuliah tahun 2011. Ayam geprek masih seperti wacana ketika saya jadi maba. Sungguh, ide dari mana sih meremuk ayam krispi dengan sambal?

Dua perkara tadi sangat dasar. Saya pikir banyak orang yang mengalami hal serupa. Study tour saja sudah cukup membangkitkan culture shock tingkat dasar tadi. Tapi ada culture shock lain yang menurut saya istimewa seperti Jogja (katanya).

Yang pertama adalah budaya nongkrong. Sebelum kuliah, saya memahami nongkrong sebagai kegiatan mengisi waktu sekaligus refreshing. Tapi, dunia kuliah membuat saya memahami fungsi lain nongkrong: mengerjakan tugas.

Saya merasa aneh ketika mengerjakan laporan praktikum di kedai kopi. Saya juga bingung ketika diajak rapat di burjonan. Bagi saya, nongkrong itu sudah bebas merdeka dari urusan pekerjaan dan kuliah. Sungguh budaya aneh bagi saya waktu itu. Tapi, sekarang saya mengamalkan budaya ini. Bahkan artikel ini saya tulis saat saya lagi nongkrong.

Perkara bertandang ke kos teman juga menjadi culture shock bagi saya. Selama ini, tempat tinggal teman hanyalah tempat di mana saya datangi jika ada perlu. Kalau mau santai dan ini itu, saya memilih angkringan atau burjo.

Tapi, menunggu jam kuliah saja bisa numpang di kosan teman. Menyimpan barang kegiatan juga bisa di kosan teman. Bahkan, membuat forum diskusi bisa dilakukan di kosan teman. Penghalang saya hanya karakter bapak ibu kos. Selama mereka tidak resek, kosan teman benar-benar melebihi fungsi tempat tinggal.

Culture shock yang paling membuat saya njenggirat adalah budaya kritis. Sungguh, saya kaget dengan budaya kritis yang muncul dari balik pagar kampus. Apalagi bagi pemuda Jogja yang berlandaskan “narimo ing pandum”. Sungguh beda dengan budaya baru yang saya temui di kampus.

Apalagi perkara demo. Saat masih sekolah, saya memandang demo sebagai seru-seruan ala mahasiswa. Bahkan saya membenci demo. Namun, dunia kampus mengubah cara pandang saya terhadap demo. Memahami proses dialektika ide dan wacana membuat saya paham kenapa demo bisa terjadi.

Tapi, bukan berarti saya jadi jatuh cinta pada demo. Apalagi kepada demo yang sifatnya monumental dan lucu-lucuan. Memahami demo membuat saya percaya bahwa aksi langsung lebih bermanfaat.

Sampai hari ini, culture shock yang saya alami masih membekas. Padahal, kejutan ini tidak lebih jauh dari ringroad selatan ke utara. Siapa sangka seorang pemuda Jogja yang kuliah di Jogja bisa merasakan culture shock selayaknya perantau?

Sumber Gambar: Wikimedia Commons

BACA JUGA Upah Layak, Tanah Murah, atau Lapangan Pekerjaan: Mana yang Lebih Worth It bagi Pekerja Jogja? dan artikel Prabu Yudianto lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 11 Desember 2020 oleh

Tags: culture shockkuliah di jogja

Ikuti untuk mendapatkan artikel terbaru dari Terminal Mojok

Unsubscribe

Prabu Yudianto

Prabu Yudianto

Jika artikel saya menyinggung Anda, SAYA TIDAK PEDULI!

ArtikelTerkait

Sesungguhnya, Culture Shock Terbesar bagi Orang dari Papua Adalah Pertanyaan Absurd Orang Kota

Sesungguhnya, Culture Shock Terbesar bagi Orang dari Papua Adalah Pertanyaan Absurd Orang Kota

22 Maret 2023
Kuliah di Jogja Adalah Perjalanan Hidup yang Paling Saya Syukuri surabaya

Jogja (Mungkin) Masih Kota Pelajar, Surabaya Nanti Dulu

8 Maret 2023
Daripada Bikin Malioboro, Ada Baiknya Magelang Fokus Wisata Seribu Candi Saja

Seni Mengenal Magelang untuk Pemula agar Tak Merasakan Culture Shock

6 Maret 2023
Saya Justru Menyesal Tidak Jadi Kuliah di Jogja

Saya Justru Menyesal Tidak Jadi Kuliah di Jogja

16 Februari 2023
Culture Shock yang Dialami Pemuda Jogja Saat Kuliah di Jogja Terminal Mojok

Setelah Kuliah di Jogja, Kota Ini Tak Lagi Terlihat Istimewa

14 Februari 2023
Kuliah di Jogja Adalah Perjalanan Hidup yang Paling Saya Syukuri surabaya

Mengurungkan Niat Kuliah di Jogja Adalah Keputusan Terbaik yang Pernah Saya Ambil

9 Februari 2023
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
Pengalaman Saya Saat Hendak Wawancara Polisi di Tengah Aksi terminal mojok.co

Pengalaman Saya Saat Hendak Wawancara Polisi di Tengah Aksi

Pertemuan Pertama dan Terakhir Saya Bersama Iman Budhi Santosa terminal mojok.co

Pertemuan Pertama dan Terakhir Saya Bersama Iman Budhi Santosa

Kaos Couple Adalah Tren Fashion yang Paling Nggateli terminal mojok.co

Kaos Couple Adalah Tren Fashion yang Paling Nggateli



Terpopuler Sepekan

Keluh Kesah Tinggal di Kecamatan Dramaga Bogor
Nusantara

Keluh Kesah Tinggal di Kecamatan Dramaga Bogor

oleh Aulia Syahfitri
30 Maret 2023

Tinggal di Dramaga ternyata penuh drama.

Baca selengkapnya
Derita Tinggal di Kecamatan Tegalrejo Jogja

Derita Tinggal di Kecamatan Tegalrejo Jogja

31 Maret 2023
Madura Tidak Butuh Jalan Tol

Madura Tidak Butuh Jalan Tol

30 Maret 2023
Penyanyi Jebolan Indonesian Idol Lagunya Gitu-gitu Aja

Penyanyi Jebolan Indonesian Idol Lagunya Gitu-gitu Aja

1 April 2023
Derita Pemilik Honda CS1, Mulai dari Biaya Servisnya Mahal Sampai Disinisin Montir di Bengkel

Derita Pemilik Honda CS1, dari Biaya Servis yang Mahal Sampai Disinisin Montir di Bengkel

25 Maret 2023

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=_zeY2N8MAE4

Subscribe Newsletter

* indicates required

  • Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
DMCA.com Protection Status

© 2023 Mojok.co - All Rights Reserved .

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Login
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Gaya Hidup
    • Sapa Mantan
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Hewani
    • Kecantikan
    • Nabati
    • Olahraga
    • Otomotif
    • Personality
  • Pojok Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Hiburan
    • Acara TV
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Tiktok
  • Politik
  • Kesehatan
  • Mau Kirim Tulisan?
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2023 Mojok.co - All Rights Reserved .

Halo, Gaes!

atau

Masuk ke akunmu di bawah ini

Lupa Password?

Lupa Password

Silakan masukkan nama pengguna atau alamat email Anda untuk mengatur ulang kata sandi Anda.

Masuk!