Saya tinggal di Surabaya sejak masih berseragam putih-merah, tentu saja saya tahu betul kota ini. Hiruk pikuknya jalanan, banyak sekali jalur angkutan kota (angkot), udaranya yang panas, bahkan tempat lokalisasi terbesar pun adanya di Surabaya.
Hal ini yang membuat saya memilih untuk pindah domisili sejak saya bisa menafkahi diri sendiri. “Aku mau cari tempat tinggal yang adem, ayem, masih banyak sawahnya, udaranya masih segar”. Itu dulu kalimat yang saya lontarkan ke orang tua saat memilih untuk merantau.
Namun setiap akhir pekan saya masih menyempatkan diri main ke Surabaya. Teman-teman saya mayoritas memang menetap di situ, beberapa keluarga juga. Dan semakin sering saya main, semakin ingin pula saya kembali tinggal di Surabaya.
Surabaya sekarang punya 100 taman aktifyang bisa kita datangi kapan saja, tentu dengan rindangnya pepohonan yang benar-benar bisa bikin ngantuk. Dengan banyaknya gedung tinggi yang digunakan sebagai mall, apartemen, juga perkantoran, Surabaya masih bisa terlihat sangat asri. Semua berimbang.
Sungai yang dulu warna airnya keruh dan banyak sampah itu sekarang bersih, ada beberapa taman dan kafe-kafe kecil di pinggirnya yang nyaman sekali untuk dikunjungi.
Dolly, lokalisasi terbesar pada zamannya itu sudah ditutup pada tahun 2014. Para pekerjanya sudah diberdayakan untuk alih profesi dengan bantuan dari pemerintah, sepanjang gang Dolly pun kini berubah menjadi pusat Usaha Kecil Menengah (UKM) yang menjual berbagai macam hasil produksi industri rumahan.
Bagaimana Surabaya bisa berubah sedrastis ini? Ya, karena ada Bu Risma. Sejak beliau menjabat sebagai walikota Surabaya di periode pertama tahun 2010-2015, Surabaya seakan bersiap untuk mempercantik diri. Di balik sosoknya yang terlihat selalu sederhana dan bersahaja, Bu Risma punya keberanian dan ketegasan yang luar biasa. Mungkin kalian masih ingat ya, saat ada acara beberapa tahun yang lalu di Taman Bungkul Surabaya, dan setelahnya taman menjadi rusak, bagaimana marahnya Bu Risma pada seluruh jajaran panitia dan pelaksana? Ngeri? Iya. Makanya jangan berani-berani merusak.
Semua kerja keras beliau bukan omong kosong, penghargaan demi penghargaan diterima oleh Surabaya. Pada tahun 2012, Surabaya dinobatkan sebagau kota terbaik se-Asia Pasifik dalam kategori partisipatif. Hal ini dilihat karena Surabaya berhasil mensinergikan seluruh lapisan masyarakatnya mulai daei pelajar sampai pegawai kantoran untuk saling bantu bahu membahu membangun dan mengembangkan kota.
Pada tahun 2014, Bu Risma berangkat ke Inggris untuk mewakili Surabaya menerima penghargaan dari London Summit Leaders dalam kategori Innovative City of The Future. Ini dinilai dari tata kota Surabaya. Saat itu, Surabaya datang sebagai satu-satunya wakil dari Indonesia.
Tahun 2016, Bu Risma terpilih untuk kedua kalinya sebagai walikota Surabaya. Tentu saja saya ikut bahagia. Itu berarti Surabaya akan jadi lebih indah dan tertib. Kenapa saya bilang tertib? Karena Bu Risma punya peraturan sendiri untuk para pegawainya supaya imej buruk tentang Pegawai Negeri Sipil (PNS) bisa lenyap. Kinerja pegawai pemerintahan di lingkup kelurahan dan kecamatan, misalnya. Yang dulunya bertele-tele bila kita ingin mengurus segala surat-menyurat, sekarang tidak lagi. Bu Risma sendiri sering melakukan inspeksi mendadak untuk mengecek para pegawainya benar-benar melakukan tugas mereka membantu warga. PNS yang ketahuan berjalan-jalan di tempat umum atau pusat perbelanjaan pada jam kerja pun akan ditegur.
Untuk siswa sekolah juga begitu. Bu Risma tidak mau melihat ada anak berseragam sekolah, jalan-jalan di mall atau keluyuran nggak jelas saat jam sekolah. Beberapa kali saya mendengar cerita ada anak sekolah yang dipanggil dan ditegur langsung oleh beliau.
Tak heran ya Bu Risma bisa masuk jajaran 10 wanita paling inspiratif versi majalah Forbes tahun 2013.
Gimana dengan para Bonek pendukung Persebaya? Oh, tentu saja Bu Risma sayang sekali pada mereka. Tak jarang beliau menemui mereka sebelum atau sesudah digelarnya pertandingan bola di Surabaya. Menasehati mereka tanpa menggurui, dan mereka juga sangat menghormati Bu Risma.
Bagi kalian yang tinggal di Surabaya juga pasti sering melihat Bu Risma turun ke lokasi proyek atau beberapa tempat yang sedang dalam proses rancang bangun. Tidak pernah berdandan menor, tidak mengenakan hijab aneka rupa, berpakaian sederhana, santun. Dan lebih sering bersepatu boots. Beliau tidak risih untuk ikut membantu para pegawainya. Untuk hal ini lah saya rasa beliau pantas dinobatkan sebagai walikota terbaik ketiga di dunia dalam The World Mayor Prize pada tahun 2014 lalu.
Tak sedikit warganet yang menganggap tindakan yang dilakukan Bu Risma ini hanyalah pencitraan, cari muka, ingin dilihat sebagai superhero. Maha benar wahai warganet!
Kalian boleh berasumsi apa saja, bebas. Tapi kalau kalian bisa melihat atau bahkan mengalami sendiri perubahan yang telah diciptakan oleh Bu Risma pada Surabaya dan seluruh masyarakatnya, saya rasa kalian akan berubah pikiran. Percayalah!
Bu Risma dengan caranya sendiri sudah membuktikan pada kita bahwa perbedaan gender dalam urusan memimpin suatu daerah itu non-sense. Bahwasanya wanita juga bisa menjadi seorang pemimpin yang benar-benar memimpin dan mengayomi. Bukan pemimpin yang hanya bisa tunjuk ini-itu memerintah orang lain.
Karena sudah menjalani masa jabatan selama dua periode, maka di periode mendatang Bu Risma sudah tidak bisa lagi menjabat sebagai walikota Surabaya. Tentu saja banyak pihak yang bersedih. Banyak yang ragu akankah pemimpin berikutnya bisa melanjutkan tugas Bu Risma sebaik beliau? Akankah semua yang sudah susah payah dibangun beliau untuk Surabaya mampu dipertahankan? Apakah masyarakat Surabaya sudah siap ditinggalkan oleh (masa kepemimpinan) Bu Risma? (*)
BACA JUGA Benarkah Jogja Berhati Mantan? atau tulisan Dini N. Rizeki lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.