• Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
Terminal Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Home
    • Mojok.co
  • NusantaraHOT
  • Gaya Hidup
    • Game
    • Fesyen
    • Otomotif
    • Olahraga
    • Cerita Cinta
    • Gadget
    • Personality
  • Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Acara TV
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Politik
  • Profesi
  • Home
    • Mojok.co
  • NusantaraHOT
  • Gaya Hidup
    • Game
    • Fesyen
    • Otomotif
    • Olahraga
    • Cerita Cinta
    • Gadget
    • Personality
  • Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Acara TV
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Politik
  • Profesi
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Gaya Hidup
  • Pojok Tubir
  • Kampus
  • Hiburan
  • Tiktok
  • Politik
  • Kesehatan
  • Mau Kirim Tulisan?
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Kalau Ngomong Pakai Bahasa Jonegoroan, Kenapa Harus Diketawain?

Dyana Islamiya oleh Dyana Islamiya
14 Desember 2019
A A
Kalau Ngomong Pakai Bahasa Jonegoroan, Kenapa Harus Diketawain?
Share on FacebookShare on Twitter

“Sileki kudungem genyo!”

“Lha kudungem sing puteh kenopo?”

“Lali gung tak umbah. Gage to! Koko nek wes bar langsung tak tak balekno.”

Mungkin jika kalian yang belum pernah ke Bojonegoro atau mendengar orang Bojonegoro berbicara, ketika membaca teks percakapan tadi kalian akan merasa aneh dengan kosa katanya atau bahkan bingung dengan pengucapannya. Namun beda halnya jika kalian sudah pernah mendengar orang Bojonegoro berbicara. Terlebih jika kalian mendengar percakapan antar orang Bojonegoro langsung. Tentu kalian akan langsung paham bahwa bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa Jonegoroan. Sehingga, jika diterjemahkan cuplikan obrolan diatas berbunyi,

“Pinjam kerudungmu, dong!”

“Memangnya jilbabmu yang putih kenapa?”

“Lupa belum aku cuci. Cepet dong! Nanti kalau sudah selesai langsung ku kembalikan.”

Yak! Bahasa Jonegoroan atau bahasa Bojonegoro. Sejatinya, bahasa Jonegoroan merupakan salah satu dialek dalam Bahasa Jawa yang umumnya digunakan oleh masyarakat Kabupaten Bojonegoro dan Tuban serta sebagian masyarakat Blora, Rembang, dan Pati. Sebagai daerah yang berada di wilayah perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur, memberikan kesan bahwa bahasa Jonegoroan tidak sama dengan bahasa Jawa pada umumnya.

Mengutip dari Good News from Indonesia, JFX Hoery, Ketua Komunitas Pamarsudi Sastra Jawi Bojonegoro menuturkan, bahasa Jonegoroan dipengaruhi oleh banyak budaya. Masyarakat sisi barat Bojonegoro menggunakan bahasa yang dipengaruhi bahasa Mataraman, sementara masyarakat sisi timur dipengaruhi oleh bahasa Surabaya atau bahasa arek.

Bahasa Jonegoroan memiliki ciri khas yang cukup kental, salah satunya adalah penggunaan imbuhan “em/nem” sebagai keterangan kepemilikan. Misalnya gonem (punyamu), bukunem (bukumu), atau pak’em (bapakmu).

Ciri khas lainnya adalah pengucapan akhiran “uh” menjadi “oh”. Misalnya aboh dari kata abuh artinya memar. Butoh dari kata butuh dan sepuloh dari kata sepuluh.

Tak hanya mengganti akhiran “uh” menjadi “oh”, bahasa Jonegoroan juga mengganti pengucapan kata yang mengandung “ih” di akhir kata dengan “eh”. Misalnya muleh dari kata mulih yang artinya pulang, puteh dari kata putih yang artinya putih, maleh dari kata malih yang artinya berubah serta geteh dari kata getih yang artinya darah. Bahkan dulu ketika duduk di bangku sekolah dasar, salah seorang guru penulis pernah mengingatkan untuk tidak mengganti pengucapan “Indonesia” menjadi “Endonesia”.

Berbicara mengenai bahasa daerah, erat kaitannya dengan budaya lokal serta multikulturalisme. Sebagai negara yang dikenal dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika serta negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman budaya. Dengan 1300 suku, 1211 bahasa, dan 6 agama resmi yang dianut oleh masyarakat Indonesia, membuktikan bahwa Indonesia merupakan negara multikultur atau negara yang memiliki beragam budaya.

Bahasa sebagai bagian dari keberagaman budaya juga tidak luput dari paham kesetaraan dalam perbedaan. Indonesia dengan bahasa daerah yang beragam harusnya tidak hanya menjunjung tinggi bahasa induk, yaitu bahasa Indonesia, tapi juga sudah sepatutnya menjunjung bahasa daerah atau bahasa lokal.

Namun, realitas yang ada di masyarakat tampaknya belum berbicara demikian. Bahasa Jonegoroan sepertinya merupakan salah satu bahasa yang belum mendapatkan kesetaraan. Sering kali masyarakat menggunakan dialek atau kosakata Jonegoroan sebagai bahan lelucon yang ditujukan untuk masyarakat Bojonegoro, utamanya yang merantau. Hal tersebut bahkan dialami sendiri oleh penulis.

Sebagai mahasiswa perantauan, di awal masa perkuliahan dan bahkan sampai sekarang, secara tidak sadar penulis masih sering mengucapkan kosa kata atau dialek tertentu yang sangat kental dengan bahasa Jonegoroan. Sebagai minoritas di tengah mayoritas masyarakat Surabaya yang menggunakan bahasa Arek, tentu saja hal tersebut sering menjadi lelucon. Penulis sering kali dikomentari dan bahkan ditertawakan mengenai kosa kata serta dialek yang menurut mereka ‘aneh’. Padahal, jika memang kita memilih untuk mempertahankan untuk menggunakan bahasa daerah, apa salahnya?

Oleh sebab itu, diperlukan pendidikan berbasis multikultural bagi seluruh masyarakat yang memberikan wawasan mengenai kebahasaan. Sehingga, masyarakat dapat menerima bahasa daerah atau lokal, serta dapat memperlakukan dengan serata dengan tidak memandang rendah bahasa tertentu. Sebab, jika kesetaraan bahasa mulai diabaikan, maka yang akan terjadi adalah keengganan menggunakan bahasa, yang selanjutnya akan menyebabkan kepunahan bahasa daerah.

Padahal jika bahasa daerah semakin berkurang, maka otomatis keberagaman budaya yang dimiliki Indonesia juga turut berkurang. Lalu, kalau sudah semakin berkurang? Apalagi yang beragam? Dan apalagi yang mau di-Bhineka Tunggal Ika-kan?

Kalau penulis sih, meskipun ditertawakan karena kosa kata dan dialeknya, ya tetap masa bodo. Emang kenapa kalau aku  cinta Bojonegoro? Kalau kata wong Jonegoro, “Lha Genyo leh, nek aku boso Jonegoroan!”

BACA JUGA Nggak Usah Sok Ngomong Bahasa Jawa Saat Belanja di Malioboro, Nggak Semua Pedagangnya Orang Jawa Kok! atau tulisan Dyana Islamiya lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 13 Desember 2019 oleh

Tags: bahasa ArekBojonegoroJonegoroanSurabaya

Ikuti untuk mendapatkan artikel terbaru dari Terminal Mojok

Unsubscribe

Dyana Islamiya

Dyana Islamiya

Penulis adalah mahasiswa yang selalu cinta dengan kota rantaunya. Lahir di Tuban, hidup dalam budaya Bojonegoro, dan sekarang cinta dengan Surabaya, setelah sebelumnya juga cinta Bojonegoro. #tapikayaknyatidakcintatuban

ArtikelTerkait

Sebagai Warga Surabaya, Saya Setuju Ibu Kota Jawa Timur Pindah ke Malang Terminal Mojok

Sebagai Warga Surabaya, Saya Setuju Ibu Kota Jawa Timur Pindah ke Malang

5 Februari 2023
5 Tempat Makan di Surabaya dengan Porsi Jumbo, Dijamin Wareg Terminal Mojok

5 Tempat Makan di Surabaya dengan Porsi Jumbo, Dijamin Wareg!

21 Januari 2023
Nasi Minyak, Makanan Enak tapi Jahat Terminal Mojok

Nasi Minyak, Makanan Enak tapi Jahat

20 Januari 2023
Sering Kecelakaan, Sudah Saatnya Suroboyo Bus dan Trans Semanggi Punya Jalur Sendiri Terminal Mojok

Sering Kecelakaan, Sudah Saatnya Suroboyo Bus dan Trans Semanggi Punya Jalur Sendiri

18 Januari 2023
Dear Bojonegoro, Kamu Nggak Harus Ikutan Bikin Malioboro Baru kok

Dear Bojonegoro, Kamu Nggak Harus Ikutan Bikin Malioboro Baru kok

14 Januari 2023
Pengalaman Naik DayTrans dari Surabaya ke Jogja yang Menuntut Kesabaran Terminal Mojok

Pengalaman Naik DayTrans dari Surabaya ke Jogja yang Menuntut Kesabaran

17 November 2022
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
Kisahku tentang Menjadi Anak Tengah yang Punya Peran Ganda

Kisahku tentang Menjadi Anak Tengah yang Punya Peran Ganda

Kapan Ya Band Rock Dunia Jadi Guest Star di Acara Ulang Tahun Stasiun Televisi?

Kapan Ya Band Rock Dunia Jadi Guest Star di Acara Ulang Tahun Stasiun Televisi?

menganut lebih dari satu agama, mbel-Embel Garis Lucu dan Tahun-tahun yang Tidak Ramah Bagi Umat Beragama

Embel-Embel Garis Lucu dan Tahun yang Tidak Ramah Bagi Umat Beragama



Terpopuler Sepekan

Surat Terbuka untuk Yuli Sumpil dari Fans Persis Solo yang Pernah Mengagumi Arema (Unsplash)
Pojok Tubir

Surat Terbuka untuk Yuli Sumpil dari Fans Persis Solo yang Pernah Mengagumi Arema

oleh Joko Yuliyanto
3 Februari 2023

Hati nurani dan akal sehatmu, di mana Yuli Sumpil tuwekan aneh?

Baca selengkapnya
4 Alasan Wajib Pakai Telkomsel meski Cuma Kartu Cadangan Terminal Mojok Farzand01 Shutterstock

Telkomsel, Provider Seluler yang Diskriminatif

4 Februari 2023
Dosa Penjual Es Kelapa Muda dan Amalan untuk Menghindarinya

Dosa Penjual Es Kelapa Muda dan Amalan untuk Menghindarinya

2 Februari 2023
Warnet Bokep di Jogja yang Pernah Jaya Bersama Pornhub (Unsplash)

Warnet Bokep di Jogja yang Pernah Jaya Bersama Pornhub

1 Februari 2023
9 Rekomendasi Kuliner di Pasar Gede Solo yang Sayang untuk Dilewatkan

9 Rekomendasi Kuliner di Pasar Gede Solo yang Sayang untuk Dilewatkan

3 Februari 2023

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=FyQArYSNffI&t=47s

Subscribe Newsletter

* indicates required

  • Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
DMCA.com Protection Status

© 2023 Mojok.co - All Rights Reserved .

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Gaya Hidup
    • Cerita Cinta
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Hewani
    • Kecantikan
    • Nabati
    • Olahraga
    • Otomotif
    • Personality
  • Pojok Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Hiburan
    • Acara TV
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Tiktok
  • Politik
  • Kesehatan
  • Mau Kirim Tulisan?
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2023 Mojok.co - All Rights Reserved .