Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Gaya Hidup Personality

Sosok Ayah yang Tak Akan Pudar Jasanya walau Telah Lama Meninggal

Gusti Aditya oleh Gusti Aditya
15 Agustus 2021
A A
Sosok Ayah yang Tak Akan Pudar Jasanya walau Telah Lama Meninggal terminal mojok
Share on FacebookShare on Twitter

Meski telah lama meninggal, sosok seorang ayah tak akan pudar jasanya.

Saya takut membercandai sebuah kematian. Bagi saya pribadi, kematian adalah sebuah tonggak berdirinya sebuah monumen bagi siapa saja yang ditinggalkan. Entah sebuah monumen penuh dengan cedera, atau malah monumen pelepasan dengan cara yang baik dan indah. Bagi saya, siapa pun yang ditinggal dalam sebuah monumen bernama kematian, memiliki rasa nyeri yang beraneka ragam.

Anna Karenina, dalam balut magis ciptaan Tolstoy, dalam salah satu bagian mengatakan, “Semua keluarga yang berbahagia sama saja, tetapi setiap keluarga yang murung punya kemurungannya sendiri-sendiri.” Jika boleh serampangan menarik benang merah, tiap kematian pun memiliki kemurungannya sendiri-sendiri.

Saya mendatangi pemakaman bapak kawan saya. Dari jauh, hadir pula kawan saya yang lain seraya berteriak, “Hei, anak yatim junior, salim sini sama anak yatim senior!” Buajingaaan, hati saya mencelus. Bukan mencelus karena olok-olok itu, melainkan karena saya ini lebih senior yatimnya ketimbang kawan saya yang baru datang itu.

Belum kering makam bapak kawan saya, kami bertiga tertawa bersama di rumah duka. “Tri Masketir-nya Alexandre Dumas, kok, anak yatim,” kata saya. Bangsatnya kali ini nggak ada yang tertawa.

Ditinggal sosok Bapak di usia muda, saya, tentu saja mengalami limbung yang amat parah. Tiap hari menangis, harus mendatangi santunan untuk anak yatim yang diselenggarakan oleh Polres-polres di Jogja, besoknya wajah saya nampang di baliho depan kantor polisi dengan tajuk “Polrestabes X Peduli Kasih”. Astaga, jika dipikir, saya lebih ikhlas dibercandai kawan ketimbang jadi onani amal orang-orang yang embuh ke mana akal sehatnya.

Namun, ada juga salah satu kawan yang bersyukur bapaknya meninggal. “Pitikih,” kata saya sebagai permulaan sekaligus kekagetan, ha kok iso bapaknya seda malah bahagia? Katanya, ia bersyukur karena telah lama blio sakit-sakitan. Ia lebih ikhlas dan lapang jika bapaknya meninggal saja. “Artinya, kan, sudah nggak harus menderita,” katanya.

Sering bertambahnya usia, saya makin banyak bertemu dengan para penyintas rasa sunyi sebagai yatim. Rasa ditinggal sosok bapak memang berbeda-beda, namun, toh, nyerinya sama jua. Siapa, sih, yang tak kalut ditinggal sosok orang tua? Begitu pikir saya, sampai pada satu momen yang amat krusial, saya bertemu dengan orang-orang yang begitu fasih meng-handle kesedihan.

Baca Juga:

30 Kosakata Parenting yang Njelimet, tapi Sebaiknya Dipahami Orang Tua Zaman Sekarang

Dear Bu Risma Mensos, Anak yang Menitipkan Orang Tua ke Panti Jompo Nggak Melulu Durhaka

“Aku sudah lama hidup dengan bapak yang toxic. Ia ingin aku jadi atlet, namun aku ingin jadi musisi. Ketika blio meninggal pada saat aku usia belasan, aku sedikitnya lega,” kata salah satu kawan saya. Saya hanya bisa ndomblong. Ternyata, rasa sakit bisa bertumpuk dan bahkan bisa menjadi akumulatif.

Ikhtisar yang sumir bahkan menyebutkan bahwa ditinggal sosok ayah sampai mempertemukan dirinya dengan obat-obatan penenang. Ada pula yang mempertemukan mereka dengan kerasnya jalanan. Bahkan, paling nyeri, ada yang mempersilakan dirinya untuk terjebak dalam sebuah hal yang gelap dan kelam.

Sejarah panjang sosok bapak, mungkin tidak seindah kisah ibu. Bahkan agama menyebutkan sosok ibu tiga kali, lantas bapak satu kali. Banyak pula yang mengatakan tidak akrab dengan bapaknya sendiri. Namun, dalam sebuah tasbih paling sunyi di sepertiga malam seperti saat saya mengetik ini, doa untuk almarhum Bapak tak kalah riuh.

Hal itu diamini oleh beberapa orang yang saya kenal dalam penyintas yatim tadi. “Saya lahir dari jerih payah sosok ayah yang menyemburkan air kehidupannya,” katanya. “Maka doa-doa terbaik wajib almarhum dapatkan ketika saya sedang rindu, atau sedang gundah kepada persoalan dunia.”

Curhat di depan makam bapak itu rasanya membuat tenang, walau kesannya ya aneh juga ngobrol sama batu nisan. Namun, sebagai anak yatim senior, saya mencoba dan itu memang menyenangkan. Saya bebas bercerita apa saja. Tak ada jawaban tak masalah, justru semisal curhatan saya dijawab, ya saya bakalan mlayu njrantal.

Kadang, sebagai anak yatim yang menyingsing bersama kesunyian, bercerita tanpa harus mendengar tanggapan itu lebih baik. Biasanya, saya akan bercerita, membawakan lagu Beatles kesukaannya—Eleanor Rigby—dan lantas menangis. Entah bagaimana dengan metode para penyintas yatim yang lain, semua punya caranya sendiri dalam melarung kesedihan kan, ya?

Setelah itu saya hanya bisa pulang dengan umbel yang berat, mata yang sembab, namun lega. Amat lega. Membayangkan sosok Bapak masih ada di rumah, jasa-jasa yang tak akan pernah musnah, atau setidaknya membalas nyanyian saya; I don’t wanna fall asleep, I don’t wanna pass away.

BACA JUGA ‘Hospital Playlist’: Mengagumi Hubungan Ayah dan Anak ala Lee Ik Jun dan Uju dan tulisan Gusti Aditya lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 7 September 2021 oleh

Tags: ayah dan anakcerita cintaHubungan TerminalOrang Tua
Gusti Aditya

Gusti Aditya

Pernah makan belut.

ArtikelTerkait

Alasan Orang Tua Tidak Memasukkan UT sebagai Pilihan Kampus Anaknya

Alasan Orang Tua Tidak Memasukkan UT sebagai Pilihan Kampus Anaknya

13 April 2020
orang tua

Cara Melawan Keinginan Orang Tua

9 Mei 2019
Jurusan PGSD Butuh Mata Kuliah Cara Menghadapi Orang Tua Murid. Ini Penting dan Saya Serius!

Jurusan PGSD Butuh Mata Kuliah Cara Menghadapi Orang Tua Murid. Ini Penting dan Saya Serius!

4 April 2024
Alasan Orang Tua Tidak Memasukkan UT sebagai Pilihan Kampus Anaknya

3 Ciri Orang Tua yang Nggak akan Dihormati Anak Muda

7 September 2021
Dongeng Klasik Hansel dan Gretel: Pelajaran Sederhana tentang Jadi Orang Tua Terminal Mojok.co

Dongeng Klasik Hansel dan Gretel: Pelajaran Sederhana tentang Jadi Orang Tua

9 Mei 2022
Biarkan Rafi Azzamy Bicara, dan Kalian Orang Tua Sok Sinis Sebaiknya Diam

Biarkan Rafi Azzamy Bicara, dan Kalian Orang Tua Sok Sinis Sebaiknya Diam

12 Juli 2022
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Suka Duka Pengusaha Kecil Jualan Live di TikTok: Nggak Ada yang Nonton, Sekalinya Ada yang Nonton Malah PHP

Suka Duka Pengusaha Kecil Jualan Live di TikTok: Nggak Ada yang Nonton, Sekalinya Ada yang Nonton Malah PHP

3 Desember 2025
5 Alasan yang Membuat SPs UIN Jakarta Berbeda dengan Program Pascasarjana Kampus Lain Mojok.co

5 Alasan yang Membuat SPs UIN Jakarta Berbeda dengan Program Pascasarjana Kampus Lain

1 Desember 2025
3 Alasan Soto Tegal Susah Disukai Pendatang

3 Alasan Soto Tegal Susah Disukai Pendatang

30 November 2025
Tidak seperti Dahulu, Jalanan di Solo Kini Menyebalkan karena Semakin Banyak Pengendara Nggak Peka Mojok.co

Tidak seperti Dahulu, Jalanan di Solo Kini Menyebalkan karena Semakin Banyak Pengendara Nggak Peka

1 Desember 2025
Pengalaman Transit di Bandara Sultan Hasanuddin: Bandara Elite, AC dan Troli Pelit

Pengalaman Transit di Bandara Sultan Hasanuddin: Bandara Elite, AC dan Troli Pelit

1 Desember 2025
Suzuki Karimun Wagon R Boleh Mati, tapi Ia Mati Terhormat

Suzuki Karimun Wagon R Boleh Mati, tapi Ia Mati Terhormat

1 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.