5 Siasat dari Mantan Barista untuk Menghadapi Mahasiswa yang Nongkrong di Kafe Berjam-jam, Rombongan, dan Nggak Jajan

5 Siasat dari Mantan Barista untuk Menghadapi Mahasiswa yang Nongkrong di Kafe Berjam-jam, Rombongan, dan Nggak Jajan Mojok.co

5 Siasat dari Mantan Barista untuk Menghadapi Mahasiswa yang Nongkrong di Kafe Berjam-jam, Rombongan, dan Nggak Jajan (Unsplash.com)

Beberapa hari ini keluh kesah seorang pemilik kafe Jogja viral di media sosial. Dia mengeluhkan oknum mahasiswa yang mengerjakan tugas hingga mengadakan rapat di kafenya, tapi tidak jajan. Bahkan, suatu waktu, pernah ada sekitar 30 mahasiswa mengadakan rapat di kafenya, tapi pesannya hanya 10 es teh. Oknum semacam ini biasa disebut rojali alias rombongan jarang beli. 

Bukan sekadar tidak jajan, oknum mahasiswa semacam ini kadang merusak properti (entah secara sengaja atau tidak sengaja). Misal, gelas pecah, mencoret-coret meja, hingga merusak kursi. Akibat perilaku itu, pemilik kafe mengalami banyak kerugian hingga harus mengurangi jumlah pegawai. 

Sebagai mantan barista, saya memahami kekesalan pemilik kafe di Jogja itu. Selama bekerja sebagai barista, saya sedikit banyak tahu kelakuan oknum mahasiswa ndlogok yang datang cuma numpang nugas. Saya sampai hati mengatai mereka ndlogok karena nongkrongnya bisa berjam-jam, tapi hanya pesan sekali atau bahkan nggak pesan sama sekali. Belum lagi kalau datangnya rombongan dan semua numpang ngecas gadget serta konek WiFi. Dikira kafe atau warung kopi itu rumah simbahmu po? Kok seenaknya sendiri. 

Gawatnya, semakin ke sini, semakin banyak mahasiswa yang menganut prinsip-prinsip rojali tadi. Saya tahu, kalian tidak jajan demi menghemat uang bulanan, tapi jangan sampai bikin bisnis orang rugi bandar dong. Kalau ingin hemat, mending kerjakan tugas kalian itu di tempat-tempat lain yang tidak berbayar atau tidak perlu jajan. 

Saya memiliki beberapa saran supaya permasalahan di atas nggak terulang lagi atau dialami oleh kafe lain. Saran ini berdasar pengalaman saya menjadi barista yang secara langsung mengalami dan melihat oknum-oknum seperti di atas. 

#1 Atur WiFi kafe supaya punya batasan waktu

Selain tempat yang nyaman, faktor lain yang membuat mahasiswa betah nongkrong berjam-jam adalah WiFi. Nah, penggunaan WiFi di kafe rata-rata tidak dibatasi. Pengunjung kafe atau warung kopi bisa terkoneksi selama  mengetahui password-nya. 

Kafe atau warung kopi perlu menyiasati persoalan ini. Misal, membuat voucher WiFi sekali pakai dengan batasan waktu tertentu. Jadi, kalau waktunya habis, pembeli harus order ulang untuk mendapatkan voucher baru. Ini bukan cara  baru, saya pernah melihatnya di YouTube. Caranya nggak rumit-rumit amat kok, kalian tinggal ikuti dan siapkan beberapa perangkat tambahan. 

#2 Kombinasi sistem pesan dulu dan karyawan yang proaktif

Sebenarnya sistem pesan dulu baru duduk sudah diterapkan di hampir semua coffe shop, termasuk kafe di Jogja. Namun, tetap saja ada mahasiswa tak tahu diri yang asal duduk tanpa memesan apa pun. Biasanya mereka datang gerombolan, jadi yang pesan hanya beberapa orang, sedangkan yang lain cuma numpang fasilitas.

Kalau sudah seperti ini, maka langkah berikutnya adalah karyawan—pelayan atau kasir—harus proaktif mendatangi meja tersebut. Langsung saja tanyakan apakah ada pesanan tambahan sambil memberi sindiran halus. Misalnya, “Permisi, Kak. Aku lihat masih ada yang belum order, nih. Kira-kira kakak mau dibantu pesan sekarang atau nanti, ya?”

Baca halaman selanjutnya: #3 Pasang poster …

#3 Pasang poster bernuansa sindiran

Ide memasang poster ini saya dapat ketika numpang menggunakan toilet Indomaret. Di tembok kamar mandi ada kertas bertuliskan, “Sudah lega belum? Kalau sudah, jangan lupa belanja juga, ya! Terima kasih.” Bayangkan, saya yang buang hajat, tapi mereka yang terima kasih. Gara-gara itu, saya jadi belanja biar nggak merasa bersalah.

Menurut saya, konsep serupa juga bisa diterapkan di kafe dan warung kopi. Nggak perlu menggunakan sindiran keras dan kasar. Contohlah Indomaret, sindirannya sopan dan nggak menyudutkan, tapi berhasil bikin saya nggak enak hati. Para pemilik kafe, segera copot poster quotes sok romantis itu, lebih baik diganti dengan poster sindiran, lebih bisa mendatangkan cuan. 

#4 Biaya tambahan untuk yang mau ngecas laptop di kafe

Terus terang saya heran dengan kafe dan warung kopi, terutama yang skalanya menengah ke bawah, nggak menerapkan biaya tambahan bagi yang mau ngecas laptop. Padahal, sejauh pengetahuan saya, banyak warkop sudah menerapkan sistem ini. Pelanggan akan dikenakan biaya tambahan sekitar Rp3.000–5.000 per orang kalau mau ngecas laptop.

Saya yakin peraturan kayak gini nggak akan bikin bisnis auto sepi. Buktinya warkop yang menerapkan aturan itu masih ramai sampai sekarang. Lagi pula, peraturan seperti ini seharusnya wajar diterapkan agar orang-orang jadi lebih bijak menggunakan listrik. Selain itu, pemasukannya juga lumayan untuk membantu menutup biaya listrik bulanan.

#5 Jangan ragu, langsung tegur!

Saya tahu betul kalau pembeli adalah raja, tapi tolong diingat, kalau raja yang semena-mena tetap layak dikudeta. Jadi, kalau pihak kafesudah melakukan beberapa upaya, tapi masih saja ada mahasiswa yang ngeyel, langsung tegur saja! Tapi ingat satu hal, tegur dengan sopan ya. Jangan sampai warung kopi kalian jadi konten yang meme-able. Bisa merusak branding kalau seperti itu. 

Semakin ke sini, oknum mahasiswa seperti itu kian banyak dan bermuka tebal, strategi kode-kode seperti mengambil gelas bekas sudah nggak mempan. Sudah saatnya kafe atau warung kopi menyiasati keberadaan mereka, demi kenyamanan dan keselamatan bisnis.

Penulis: Dito Yudhistira Iksandy
Editor: Kenia Intan 

BACA JUGA Cafe Hidden Gem Jogja Meresahkan Warga Kampung, Jalanan Jadi Padat dan Berisik

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version