Keputusan KAI untuk mengubah susunan rangkaian di KA Argo Cheribon relasi Gambir-Cirebon dan KA Ranggajati relasi Jember-Cirebon dari eksekutif dan bisnis menjadi eksekutif dan ekonomi new generation modifikasi per 1 November 2024 menimbulkan dua sisi berbeda. Satu sisi, KAI ingin memberikan pengalaman perjalanan yang lebih nyaman kepada para penumpang langganan dari dua kereta tersebut. Sisi lainnya, perubahan itu membuat layanan kereta api kelas bisnis di Indonesia kian berkurang jumlahnya.
Sebagai operator perjalanan kereta api, KAI terlihat tambah serius sedikit demi sedikit menghapus layanan kelas bisnis dari peredaran. Senjakala kereta api bisnis semakin terlihat jelas di penghujung 2024. Kelas primadona yang dulu pernah berjaya dan laris kini tinggal menunggu waktu untuk punah.
Daftar Isi
- Rencana penghapusan total yang sudah berembus sejak 14 tahun lalu
- Usia armada dan peningkatan fasilitas jadi alasan lain pendukung penghapusan
- Kereta api bisnis terkesan nanggung
- Hanya tersisa beberapa layanan saja di Jawa dan Sumatera
- Tinggal menunggu waktu untuk kereta api bisnis benar-benar punah dari peredaran
Rencana penghapusan total yang sudah berembus sejak 14 tahun lalu
Ignasius Jonan adalah orang yang menggagas penghapusan total kereta api bisnis di Indonesia. Rencana itu muncul sejak 2010 silam saat Jonan masih menjabat sebagai Dirut KAI. Baru pada 2014 KAI mulai memaparkannya ke hadapan publik khususnya pelanggan setia kereta api. Secara garis besar, KAI akan menghapus layanan kelas bisnis secara berkala selama jangka waktu 7 tahun. Sebagai gantinya, KAI memesan 160 set gerbong baru dari pabrikan PT. INKA di Madiun, termasuk gerbong ekonomi yang akan menggusur peran kelas bisnis.
Jonan ingin agar layanan kelas kereta api di Indonesia jadi lebih sederhana dengan hanya ada kelas eksekutif dan ekonomi. Implementasi dari ide Jonan tersebut mulai dirasakan 2 tahun kemudian pada 2016. Meski sudah berganti dirut, KAI di bawah pimpinan Edi Sukmoro tetap melancarkan penghapusan bertahap kelas bisnis . Korban pertama dari penghapusan ini adalah KA Purwojaya relasi Cilacap-Gambir yang diubah menjadi kelas eksekutif per 23 Februari 2016. Sejak saat itu, makin banyak kereta api yang melepaskan kelas bisnisnya.
Menyusul KA Purwojaya, secara berturut ada KA Tegal Bahari (Gambir-Tegal), KA Cirebon Ekspres (Gambir-Cirebon), KA Parahyangan (Gambir-Bandung), KA Fajar Utama/ Senja Utama Yogyakarta (Pasarsenen-Yogyakarta), KA Fajar Utama/Senja Utama Solo (Pasarsenen – Solo Balapan). Lalu, KA Sancaka (Surabaya Gubeng-Yogyakarta), KA Mutiara Selatan (Surabaya Gubeng-Bandung), KA Mutiara Timur (Surabaya Pasarturi- Banyuwangi), KA Lodaya (Bandung-Solo Balapan). Terakhir, KA Sawunggalih (Pasarsenen-Kutoarjo), dan KA Kamandaka (Cilacap-Semarang Tawang). Rata-rata kereta di atas diubah layanannya menjadi campuran eksekutif dan ekonomi premium sepanjang 2016-2019.
Bukan hanya di Jawa, KAI juga mengganti layanan kelas bisnis pada kereta api yang beroperasi di tanah Sumatera. KA Limex Sriwijaya relasi Tanjungkarang-Kertapati dipilih untuk menanggalkan gerbong bisnis pada rangkaiannya untuk diganti menjadi gerbong ekonomi premium. Kereta ini menghela gerbong campuran eksekutif dan ekonomi premium mulai 2019 hingga akhirnya diberhentikan oleh KAI pada 2022.
Usia armada dan peningkatan fasilitas jadi alasan lain pendukung penghapusan
Selain untuk penyederhanaan kelas, ada 2 alasan lain di balik upaya masif penghapusan kelas bisnis oleh KAI. Alasan pertama, usia armada gerbong kelas bisnis yang sudah uzur. Saat ini rata-rata gerbong bisnis yang masih layak digunakan usianya di atas 30 tahun. Paling tua adalah gerbong keluaran 1978 yang diproduksi pabrikan Gosa dari Yugoslavia (sekarang Serbia), sedangkan yang termuda adalah gerbong yang didatangkan pada 1991. Setelah 1991, KAI sudah tidak pernah lagi mengimpor gerbong baru untuk kelas bisnis hingga sekarang.
Semakin bertambahnya usia, semakin berkurang performa sebuah gerbong dan kelayakan fasilitas yang menyertainya. Sebetulnya, KAI sudah rutin melakukan maintenance gerbong bisnis di balai yasa untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi setelah pemakaian bertahun-tahun. KAI juga menguprade fasilitas di kelas bisnis termasuk memasang 6 AC split sekaligus menggantikan kipas angin dinding untuk mendinginkan kabin penumpang. Meski begitu, tetap saja fasilitas yang ditawarkan kelas bisnis dianggap sudah katrok dan ketinggalan zaman.
Kereta api bisnis terkesan nanggung
Alasan kedua, KAI ingin segera moving forward dengan meningkatkan fasilitas armada kereta demi kenyamanan pelanggan setia. Kelas bisnis jadi yang dikorbankan dalam hal ini karena kalangan petinggi KAI menilai pelayanan kelas bisnis terkesan tanggung. Tanggung di sini diartikan bahwa pelayanan kelas bisnis tidak terlalu punya perbedaan yang mencolok dengan kelas ekonomi. Nyaris semua fasilitasnya sama, kecuali kursi penumpang bisnis yang bisa diatur sesuai arah perjalanan kereta dan hanya bisa diduduki 2 penumpang.
Sebagai ganti dari penghilangan kelas bisnis, KAI berinovasi dengan menghadirkan kelas ekonomi yang lebih modern. Mulai Januari 2018, PT. INKA mengujicobakan rangkaian gerbong ekonomi premium stainless steel generasi pertama yang langsung beroperasi di beberapa perjalanan kereta api. Fasilitas yang tersedia terlihat lebih baik seperti reclaining captain seat konfigurasi 2-2, layar LED untuk entertainment, port jack untuk audio, lampu baca, dan lampu kabin yang bisa diatur untuk mode malam. Kapasitasnya direduksi menjadi 80 penumpang untuk kenyamanan.
Belum selesai sampai situ, eksistensi kelas bisnis semakin diusik dengan kemunculan rangkaian ekonomi wajah baru. KAI telah memutuskan pengadaan 612 unit ekonomi new generation modifikasi dan ekonomi stainless steel new generation. Sepanjang 2023 – 2024, kedua jenis rangkaian ini sudah dioperasikan oleh KAI secara bertahap.
Ekonomi new generation modifikasi punya keunggulan reclining captain seat yang lebih empuk dari ekonomi premium, papan informasi digital, dan layar LED untuk hiburan. Lain halnya dengan ekonomi stainless steel new generation yang menghadirkan fasilitas layaknya kelas eksekutif seperti reclining captain seat, papan informasi digital, layar LED, dan sudah menggunakan pintu dengan tombol otomatis.
Hanya tersisa beberapa layanan saja di Jawa dan Sumatera
Terhitung sampai November 2024, tersisa 6 layanan kereta api yang masih bertugas menggunakan kelas bisnis di Jawa dan Sumatera. Mayoritas tersebar di Jawa dengan 4 layanan, yaitu KA Gumarang relasi Surabaya Pasarturi-Pasarsenen, KA Mutiara Timur relasi Surabaya Pasarturi-Ketapang, KA Banyubiru relasi Solo Balapan-Semarang Tawang, dan KA Tegal Bahari relasi Tegal-Pasarsenen. Lintas Sumatera tinggal kebagian 2 layanan, yaitu KA Sribilah Utama relasi Medan – Rantauprapat, dan KA Sindang Marga relasi Kertapati-Lubuklinggau.
Dalam 9 tahun terakhir antara 2015-2024, jumlah layanan kelas bisnis menunjukkan tren yang menurun tiap tahunnya. Dari yang semula pernah menyentuh angka 25 layanan pada 2015, merosot tajam hingga tersisa 6 layanan pada 2024 ini. Tahun 2022 lalu, KAI sempat mengembalikan 2 layanan bisnis yang sempat dihapus sebelumnya. Terbukti pada 2023, jumlahnya sempat meningkat dari 8 layanan menjadi 10 layanan. Sayangnya itu hanya bertahan setahun saja dan kembali berkurang sampai sekarang.
Pengurangan jumlah layanan kelas bisnis juga berdampak pada jumlah armada gerbong bisnis yang masih layak beroperasi. Data dari GAPEKA (Grafik Perjalanan Kereta Api) 2023 menyebut bahwa tinggal tersisa 73 unit armada gerbong bisnis yang ada di Jawa dan Sumatera. Sebanyak 53 unit dirawat oleh depo kereta di Jawa, yaitu Depo Cirebon, Depo Purwokerto, dan Depo Surabaya Pasarturi. Sisa 20 unit lainnya ada di Sumatera di bawah monitor Depo Medan dan Depo Kertapati.
Terbatasnya ketersediaan unit gerbong membuat layanan kereta api bisnis yang tersisa kerap saling bertukar rangkaian. Contohnya, rangkaian gerbong bisnis milik Depo Surabaya Pasarturi yang biasanya dipakai oleh KA Gumarang ke Jakarta suatu saat bisa digunakan untuk keberangkatan KA Mutiara Timur ke Banyuwangi. Hal itu sudah wajar terjadi di Daop dan Divre dalam beberapa tahun terakhir.
Pernah ada masa ketika kelas bisnis jadi primadona di kalangan pengguna kereta api Indonesia. Tingkat okupansinya selalu tinggi dibuktikan dengan karcis yang ludes terjual di loket. Saat musim mudik lebaran serta libur natal dan tahun baru tiba, hampir jarang ditemui kursi kosong di dalam kabin gerbong. Mungkin itu segelintir kenangan yang bisa diingat sebelum kelas bisnis benar-benar punah dari peredaran.
Melihat kenyataan di lapangan sekarang, bukan mustahil untuk mengatakan bahwa ajal kereta api bisnis di Indonesia tinggal sebentar lagi. Bisa saja dalam waktu 2-3 tahun ke depan KAI akan menyuntik mati seluruh kelas bisnis. Mengakhiri pengabdian melayani penumpang yang sudah dijalani sejak dekade 1960-an.
KAI punya 2 pilihan dalam memperlakukan bekas armada kelas bisnis jika nantinya sudah resmi pensiun. Pertama, gerbong-gerbong tersebut akan dibesituakan tanpa tersisa. Kedua, KAI akan memodifikasinya menjadi armada untuk kepentingan lain seperti kereta bagasi, kereta makan, atau kereta penyelamat. Melihat opsi-opsi tadi, rasa-rasanya opsi kedua lebih cocok untuk diambil supaya para pelanggan kereta api masih bisa menikmati bekas kejayaan kelas bisnis walau sudah berganti rupa.
Penulis: Muhammad Luthfi Lazuardi
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA KA Gajahwong, Kereta Kelas Eksekutif Rute Jakarta-Jogja Termurah yang Nggak Murahan