Semarang Kota Terbaik di Indonesia Versi Universitas Indonesia

Semarang Kota Terbaik di Indonesia Versi Universitas Indonesia. (Unsplash.com)

Semarang Kota Terbaik di Indonesia Versi Universitas Indonesia. (Unsplash.com)

Sebuah kejutan yang menyenangkan. Kalau saya ditanya soal Semarang dan status yang baru saja mereka dapatkan berdasarkan penilaian yang dilakukan Universitas Indonesia. Lantaran nggak ada yang nanya ke saya, ya sudah, saya tulis saja. Selamat, Semarang, kamu jadi kota terbaik di Indonesia.

Jadi, Universitas Indonesia menggunakan yang namanya sistem penilaian UI Green Metric. Komponen penilaian mencakup 6 variabel. Mereka adalah penataan ruang, tata kelola air, tata kelola sampah atau limbah, penggunaan energi terbarukan, manajerial akses mobilitas, dan tata pamong atau pemerintahan. 

Prof. Dr. Riri Fitri Sari, Ketua UI Green Metric mengungkapkan bahwa proses seleksi yang dilakukan didasarkan kepada 3 pilar, yaitu lingkungan hidup, ekonomi, dan sosial. Nah, bobot indikator yang dipakai mencakup penataan ruang dan infrastruktur (16 persen), energi dan perubahan iklim (19 persen), tata kelola sampah dan limbah (19 persen), tata kelola Air (15 persen), akses dan mobilitas (16 persen), tata pamong (15 persen).

“UI Green Metric tidak hanya bertujuan meningkatkan kesadaran daerah terhadap keberlanjutan, namun mendorong seluruh masyarakat agar turut mendukung upaya peningkatan Kabupaten/Kota yang hijau dan berkelanjutan dengan endorsement dari pihak Kementerian,” ungkap Prof. Fitri seperti dikutip Kompas.

Nah, Semarang sendiri menjadi yang terbaik di bidang penataan ruang dan infrastruktur. Untuk sebuah kota yang dikenal sebagai langganan banjir dan macet di beberapa titik, ini capaian yang luar biasa.

Selain luar biasa, capaian ini juga bisa dibilang sangat menyenangkan, lho. Gimana nggak menyenangkan ketika sebuah kota yang terkenal dengan kuliner lumpia ini mengalahkan beberapa kota yang cukup populer. Semarang mengalahkan Jakarta Selatan, Madiun, Kediri, Padang, dan Parepare. Jogja? Duh, jangan ditanya.

Mengalahkan Jakarta Selatan saja sudah jadi prestasi. Lha ini Semarang jadi yang terbaik di Indonesia, versi penilaian Universitas Indonesia, ya. Coba kalau Universitas Terbuka yang bikin penilaian, pakai UT Green Metric, kota mana yang jadi pemenang, ya?

Tapi lupakan soal UT. Ada beberapa alasan mengapa saya bahagia melihat Semarang jadi kota terbaik di Indonesia versi Universitas Indonesia. Nah, yang ingin saya jelaskan itu alasan utamanya. Ya biar nggak kepanjangan aja tulisan ini. Saya sudah ditunggu deadline yang lain.

Semarang (seharusnya bisa) mendobrak stigma negatif

Saya tidak bisa membantah apabila ada warga dari kota lain yang protes kenapa Semarang yang menang. Semua kembali ke Universitas Indonesia. Namun, dari peristiwa ini, saya bahagia karena sebuah kota bisa mendobrak stigma negatif.

Nah, kalau bicara Semarang, salah satu stigma yang terkenal adalah “kota langganan banjir”. Selain itu, macet juga jadi bahasan yang mulai biasa kalau ngomongin sisi kotanya.

Salah satu sebab stigma itu menjadi tak lekang oleh waktu adalah berkat sebuah lagu berjudul “Jangkrik Genggong”. Ada sebuah lirik di dalam lagu tersebut yang membuat kota ini diingat sebagai sebuah tempat yang kurang enak untuk dijadikan tempat tinggal. Adapun liriknya berbunyi seperti ini:

Semarang kaline banjir

Jo sumelang rak dipikir

Jangkrik upo sobo ning tonggo

Melumpat ning tengah jogan

Padahal, you know what, banjir ini nggak menutup seluruh permukaan daerah di sana. Banjir tuh di bagian yang dekat pantai. Namun, faktanya, kalau ngomongin Semarang, ingatnya ya kaline banjir. Selain banjir, biasanya soal cuaca yang kelewat panas muncul di sela-sela obrolan.

Nah, kalau ngomongin banjir, tentu berkaitan dengan infrastruktur dan tata kota. Dan kebetulan, di dua kategori itu, Semarang tercatat unggul. Tentu saja Universitas Indonesia yang bikin catatan ya. Artinya, kota ini sudah mencapai sebuah perbaikan dan perkembangan hingga layak untuk menjadi pemenang, mengalahkan Jaksel dan kota-kota cantik lainnya.

Oleh sebab itu, prestasi ini, saya harap bisa perlahan mengikis stigma negatif yang selama ini melekat. Memang bakal butuh proses lama, tapi setidaknya sekarang ada “sebuah cara” untuk melawan anggapan negatif tersebut. Lagian, ini yang menilai Universitas Indonesia, lho. Nggak main-main.

Akhir kata, semoga Semarang semakin berkembang. Menjadi sebuah daerah yang layak huni untuk usia tua seperti Batu di Malang. Saya 5 tahun kuliah di Malang, jadi agak tahu enaknya hidup di sana. Kalau susah menjadi seperti Batu karena cuaca, ya paling nggak kayak Solo, deh. Sama-sama agak gerah, tapi layak huni.

Bravo, Semarang.

Penulis: Moddie Alvianto W.

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA 6 Kuliner Hidden Gem di Semarang yang Wajib Dicoba.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.
Exit mobile version