Kedengarannya satset ya cuma scan barcode menu terus pesan. Tapi, gimana kalau yang datang ke kafe adalah orang-orang tua yang nggak paham gituan? Atau mereka yang nggak bawa smartphone?
Kafe menjadi destinasi yang saya kunjungi ketika weekend atau butuh sendiri, terutama saat kantong dalam kondisi “sehat”. Saat sedang “sehat” itulah saya berkesempatan menyeruput minuman kelas atas yang penamaannya sangat rumit seperti Hot Salted Caramel Mocha, Iced Buttercream Tiramisu Latte, Vanilla Sweet Cream Cold Brew, Iced Shaken Hibiscus Tea with Lemonade, Shakiso Guji Americano, dll. Biasanya saya duduk di depan laptop sambil melihat orang-orang sekitar yang punya masalah masing-masing.
Saya yakin, yang menjadikan kafe sebagai tempat pelarian ini nggak cuma saya, banyak juga yang berpikiran sama. Buktinya, saat ini keberadaan kafe makin menjamur. Pertumbuhan kafe yang kian masif diiringi perkembangan teknologi yang kian pesat mendorong para pemilik kafe berlomba-lomba berinovasi. Mereka mencoba menunjukkan sisi modernitas seiring perkembangan zaman.
Salah satu bentuk inovasi yang kentara di banyak kafe saat ini adalah menu kafe yang disematkan dalam sebuah barcode. Biasanya barcode menu tersebut diletakkan di tiap meja pelanggan atau tempat pemesanan. Ketika ingin melihat dan memesan menu, pelanggan diminta scan barcode menu tersebut menggunakan smartphone mereka.
Salah satu kolega saya saat bekerja bahkan mengatakan bahwa keberadaan barcode menu menjadi salah satu indikator canggihnya sebuah kafe. Katanya biar nggak ketinggalan dengan digitalisasi.
Baca halaman selanjutnya: Canggih, sih, tapi…