Setelah masyarakat menikmati kudapan rasan-rasan berupa perebutan pasangan selebritis, kini masyarakat menikmati kudapan yang baru: perebutan takhta kepemimpinan salah satu partai politik. Apalagi kalau bukan geger gedhen setelah KLB Partai Demokrat di Deli Serdang yang menetapkan Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat periode 2021-2025.
Prahara tersebut kini memunculkan dua versi Ketua Umum Partai Demokrat: Moeldoko versi KLB Deli Serdang 2021 dan AHY versi Kongres V Partai Demokrat 2020.
Menanggapi isu dualisme tersebut, saya sendiri sudah mengumpulkan alternatif-alternatif nama yang mungkin bisa dipakai. Hal ini bisa digunakan jika salah satu kubu yang nantinya gagal mendapatkan legalitas dari Kemenkumham, tapi tetap keukeuh pengin menggunakan nama Demokrat.
#1 Demokrat Perjuangan
“Kudatuli” atau “Kerusuhan 27 Juli 1996”, begitulah peristiwa kelam perpolitikan Indonesia yang kemudian melahirkan PDI dengan embel-embel “perjuangan” sebagai buntut perselisihan dan dualisme partai Partai Demokrasi Indonesia antara kubu Megawati dengan kubu Soerjadi.
Belajar dari sejarah, siapa tau salah satu kubu partai ini nantinya berminat menambahkan kata “perjuangan”. Eh, saya pikir embel-embel “perjuangan” tampaknya terlalu melekat dengan partai Banteng, deh. Atau bisa juga, kok, pakai sinonimnya: Partai Demokrat Perlawanan, misalnya.
#2 Demokrat KPPD
Mendengar kata “dualisme”, sebagai penikmat sepak bola, entah mengapa saya selalu terngiang-ngiang oleh dualisme PSSI se-dekade silam. Dualisme yang turut pula melahirkan dua liga, dua klub, hingga dua timnas yang sama-sama mengaku resmi.
Dualisme itu bermula kala kubu PSSI yang kelak diketuai La Nyalla menentang PSSI yang resmi versi Djohar Arifin Husin. Lantas lahirlah KPSI (Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia) yang menetapkan La Nyalla sebagai ketuanya, hingga embel-embel KPSI selalu lekat dengan PSSI versi La Nyalla.
Tinggal tunggu kelanjutannya, nama-nama komite apa yang akan muncul untuk menanggapi kisruh ini, bisa jadi Demokrat KPPD (Komisi Penyelamat Partai Demokrat), atau TPPD (Tim Penyelamat Partai Demokrat). Setidaknya walau tidak bisa didaftarkan, bisa lah, embel-embel ini dipakai selama masa perjuangan War of Necessity ini.
#3 Demokrat 2001
Kembali lagi soal dualisme PSSI yang turut pula melahirkan dualisme klub. Format yang sering dipakai salah satu kubu dari dualisme klub adalah dengan cara menyematkan tahun kelahiran. Seperti Persebaya 1927 yang berkompetisi di liga PSSI versi Djohar Arifin (IPL), sebagai nama perjuangan dalam melawan Persebaya Surabaya versi PT Liga Indonesia yang menaungi kompetisi PSSI versi KPSI (ISL).
Nah, karena Partai ini didirikan 9 September 2001, tinggal tambahkan saja tahun kelahiran di belakang nama partai, maka jadi lah Partai Demokrat 2001. Atau opsi lain, jadi Partai Demokrat 2003, sebagai tahun disahkan-nya partai Biru ini.
#4 Demokrat Indonesia
Embel-embel “Indonesia” selain bisa dipakai sebagai pembeda antara Partai Demokrat di Indonesia dengan Partai Demokrat di Amerika sana, ide ini justru muncul setelah saya mengingat kembali dualisme sepak bola kita. Saya malah teringat dengan dualisme Arema yang masih terjadi sampai sekarang. Salah satu Arema selalu lekat dengan “Arema Indonesia”. Wajar, sebelum terjadi dualisme, Arema sudah menggunakan nama “Arema Indonesia”. Walaupun sedikit nggak nyambung, saya pikir embel-embel “Indonesia” mashok, kok.
#5 Demokrat United
Dari banyaknya nama, entah kenapa selalu nyambung dengan sepak bola. Ya sudah, saya punya usulan satu lagi: United. Ini juga mengingatkan dualisme Persebaya ISL dan Persebaya IPL. Kala itu, setelah Persebaya Surabaya versi ISL kalah di pengadilan oleh Persebaya 1927, Persebaya ISL yang kini kita kenal sebagai Bhayangkara Solo FC terpaksa beberapa kali berganti nama. Terhitung, dari pergantian tersebut, embel-embel “United” setidaknya dipakai tiga kali: Persebaya United, Surabaya United, hingga Bhayangkara Surabaya United. Saya pikir mashok-mashok aja, kok, menambahkan embel-embel jadi Partai Demokrat United.
Eh, ngomong-ngomong ini saya lagi ngomongin dualisme partai apa dualisme sepak bola, sih? Hadeuh.
BACA JUGA Panduan Singkat Andai Geger Geden Moeldoko VS AHY Diselenggarakan di Sardjito dan tulisan Dicky Setyawan lainnya.