Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Rindu Bus Kuning alias Bikun UI yang Sering Dianggap Bus Paling Nyaman

Christian Evan Chandra oleh Christian Evan Chandra
1 September 2020
A A
Rindu Bus Kuning alias Bikun UI yang Sering Dianggap Bus Paling Nyaman

Rindu Bus Kuning alias Bikun UI yang Sering Dianggap Bus Paling Nyaman

Share on FacebookShare on Twitter

Semester ganjil ini saya masih harus melanjutkan studi Sarjana dari rumah akibat pandemi yang tak kunjung usai. Karena studi saya memasuki tahun akhir dan saya berencana lulus dalam tujuh semester, kemungkinan besar saya tidak akan merasakan lagi pembelajaran secara tatap muka di kampus dan tahu-tahu lulus. Hal ini tentu menyedihkan karena banyak hal yang akan saya rindukan, salah satunya adalah bus kuning, yang biasa disebut “bikun UI” di lingkungan Universitas Indonesia.

Jika membaca balada “odong” di Unpad yang diceritakan oleh Mas Dzulfikar Firdaus di Mojok, mungkin kalian membayangkan bahwa bikun kami sangat nyaman. Diceritakan bahwa sebagian besar berukuran besar, berpendingin udara, dan memiliki konfigurasi tempat duduk menyamping. Baiklah daripada kalian terus-terusan membayangkan, mari saya jelaskan.

Rute perjalanan si bikun UI

Seingat saya, bikun berlogo UI jumlahnya sekitar belasan unit dan itu pun dibagi dalam dua rute, jalur biru dan jalur merah. Akan tetapi, sehari-hari kami lebih senang membedakannya menjadi “bus FH” untuk jalur merah dan “bus FT” untuk jalur biru. Semua bus mengawali perjalanannya dari asrama, melewati halte Menwa sebagai tempat mereka yang sebelumnya menumpangi TransJakarta koridor 4A (rute Stasiun Manggarai – Universitas Indonesia PP) atau D21 (rute Lebak Bulus – Universitas Indonesia PP), dan sampailah di Stasiun KRL Universitas Indonesia.

Selama kurang lebih lima setengah semester menjadi penikmat setia bikun UI, bus pertama tiba di Stasiun UI sekitar pukul 07.10 WIB. Pada awalnya, saya selalu senang karena tidak banyak penumpang yang tiba sebelum pukul 07.30 WIB dan saya bisa memilih tempat duduk dengan nyaman. Sayangnya bikun kadang penuh sesak dengan mahasiswa yang ingin berangkat lebih awal padahal kelasnya masih pukul 08.00. Sesaat sebelum study from home, ada teman saya yang selalu terlambat hingga setengah jam dan bukan karena dia kesiangan, melainkan bus selalu penuh.

Memang ada lajur khusus untuk perhentian bikun. Tetapi sopir tidak selalu berhenti benar-benar di titik yang sama. Kitalah yang harus pandai-pandai menebak kapan bus mengerem dengan sempurna dan di mana pintunya terbuka. Salah-salah, kita tidak bisa naik meski telah mengantre lebih dulu. Oh iya, ketika rush hour, budaya dorong-dorongan tidak bisa lepas dan dorongan itu terasa keras sekalipun oleh mereka yang tidak gemuk.

Ada bikun UI, ada pula bikun PNJ

Berdasarkan kepemilikannya, ada bikun yang dimiliki oleh UI dan juga Politeknik Negeri Jakarta (PNJ). Ya, di dalam kompleks UI, ada sebuah politeknik yang diakses dari kompleks sarana olahraga. Bikun PNJ ini memang diutamakan untuk mengantar mahasiswa PNJ karena mereka tidak terjangkau oleh bikun UI, tetapi mahasiswa UI yang berkuliah di FH, FK, FKG, FKM, FIK, FMIPA, dan Fakultas Farmasi bisa menumpang untuk rute dari dan ke Stasiun Pondok Cina serta Stasiun UI itu sendiri. Tidak selamanya bikun UI hanya berisi mahasiswa UI.

Tidak semua bikun UI merupakan bus besar

Bikun UI kebanyakan berupa bus besar dengan tempat duduk menyamping (selain lima orang yang duduk di barisan paling belakang) berbahan fabric berwarna biru. Dilihat dari fisiknya, bisa ditebak bahwa bus ini dulunya digunakan sebagai bus pariwisata. Knob lubang AC di atas kepala sudah tidak ada sehingga kita tidak bisa berbuat apa-apa ketika kedinginan, demikian pula dengan lampu kecil di atas kursi yang sudah tidak berfungsi.

Baca Juga:

4 Hal Menjengkelkan yang Saya Alami Saat Kuliah di UPN Veteran Jakarta Kampus Pondok Labu

4 Dosa Pemilik Jasa Laundry yang Merugikan Banyak Pihak

Bus besar ini menjadi andalan utama dan selalu dimaksimalkan kapasitasnya. Jangankan penumpang berdiri yang berhadapan dengan penumpang duduk, ada saja penumpang yang berdiri tepat di depan pintu dan belakang bus. Untunglah, kedua pintu ini bisa dibuka dan ditutup secara otomatis. Bus besar ini lebih cocok untuk mereka yang menumpang tanpa teman dan/atau ingin mengenal orang-orang baru. Di antara seluruh bus besar, ada dua unit di antaranya yang selalu terngiang di kepala. Bus yang satu cukup unik karena terdapat boneka Boots (ya, Boots di serial Dora The Explorer) di kaca depan dan satunya lagi dengan pendingin udara yang mati plus kaca jendela tidak bisa dibuka sehingga panasnya luar biasa.

Kampus juga menyediakan beberapa unit bus berukuran sedang dengan tempat duduk menghadap depan dan konfigurasinya 2-3. Pintunya terletak di bagian depan dan tengah serta tidak bisa dibuka-tutup secara otomatis, sehingga mereka yang berdiri di dekat pintulah yang harus melakukannya secara manual. Kursinya kini berbahan kulit sintetis dengan warna beige sehingga tampak lebih terang dan mewah. Di setiap baris tersedia stopkontak listrik yang sayangnya tak lagi berfungsi. Jika bus besar cocok bagi mereka yang menumpanginya sendirian dan/atau ingin mengenal orang baru, bus sedang ini lebih cocok bagi mereka yang bepergian dalam kelompok atau pasangan bucin.

Lika-liku mahasiswa FMIPA pulang-pergi ke Jakarta yang memilih naik bikun 

Ketika saya masih menjadi maba tiga tahun lalu, tertulis di dinding halte bahwa bikun dijadwalkan lewat 12 menit sekali untuk setiap rutenya. Akan tetapi, waktu tunggu antarbus bisa jauh lebih lama dari ini, atau sebaliknya dua bus malah datang bersamaan dan dengan rute yang sama.

Melihat rute bikun UI, FMIPA terletak di tengah-tengah sehingga waktu tempuh untuk rute Stasiun UI – FMIPA pulang pergi relatif tidak berbeda antara menumpangi “bus FH” atau “bus FT”. Dengan demikian, jika kedua bus datang dengan selisih waktu yang tidak lama (apalagi bersamaan) dan keterisiannya kurang lebih sama, tentu sangat dilematis hendak memilih yang mana untuk ditumpangi.

Setiap pagi, saya selalu turun KRL di Stasiun UI agar memiliki lebih banyak pilihan bikun yang baru diisi oleh penghuni asrama dan mereka yang naik dari halte Menwa. Jika saya turun KRL di Stasiun Pondok Cina, satu-satunya pilihan adalah menumpangi bus FH dan seringkali kapasitasnya sudah penuh sampai tidak bisa lagi dimasuki oleh satu orang baru sekalipun. Memilih bus selalu merupakan dilema besar, mengapa demikian?

Ketika bus pertama yang tiba di depan saya adalah bus FH, dia bukan merupakan pilihan ideal. Dengan menumpanginya tentu saya bisa segera tiba di kelas, tetapi saya harus menyeberang setelah turun bus. Jika tak lama setelah bus ini pergi datanglah bikun PNJ ber-AC, pastilah bus yang berikutnya lebih adem. Ditambah lagi, dengan ukurannya yang lebih kecil, bisa jadi bus PNJ akan tiba duluan karena tidak butuh waktu lama untuk menaikturunkan penumpang di setiap haltenya dan juga ukuran lebih kecil berarti gerakan lebih lincah.

Dibandingkan terhadap bus FT, tetap saja bus FH kalah. Memang, bus FT bisa jadi memiliki waktu tempuh sedikit lebih lama jika banyak anak kos Kutek dan Kukel yang menumpanginya. Tetapi itu hanya berselisih hitungan detik dan saya tidak perlu menyeberang setelah turun bus. Sepenuh-penuhnya bus FT, saya masih punya peluang untuk memperoleh tempat duduk di pertengahan jalan dari FEB ke FT. Sedangkan, jika saya tidak mendapatkan kursi di bus FH ketika naik, bisa dipastikan saya tetap terus berdiri sampai akhirnya turun di FMIPA.

Dilema itu belum seberapa dibandingkan ketika saya hendak pulang. Sekalipun bus FT jauh lebih cepat sampai di halte Balairung dan jarak halte tersebut ke Stasiun Pondok Cina begitu dekat. Semua itu tidak ada artinya jika banyak orang turun bersamaan dan saya ada di barisan belakang sampai-sampai ketika tiba di stasiun, keretanya sudah terlanjur berangkat. Bisa jadi ketika saya naik bus FH yang sepi dan mengarah ke Stasiun UI, saya bisa menumpang kereta tersebut dan pulang lebih cepat. Hal yang sama terjadi ketika bus FH datang lebih dulu, berapa lama kemudian bus FT datang?

Kurang lebih, begitulah cerita bikun UI. Kami sangat bersyukur sudah terbantu sekian lamanya dengan kehadiran transportasi ini dan kami juga berterima kasih kepada para pengemudi. Kenangan bersama bikun UI tidak akan terlupakan. Akan tetapi, tentunya ada momen-momen yang tidak kalah menyebalkan untuk dikenang.

Yang jelas, jika kalian berpikir bahwa bikun UI sangat nyaman itu salah. Banyak kenangan yang menyenangkan sekaligus menantang yang akan selalu bikin rindu.

Sumber gambar: anakui.com

BACA JUGA Oppo A53 dengan Snapdragon 460 Pertama di Dunia? Hm, Realme 6 Aja deh! dan tulisan Christian Evan Chandra lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 1 September 2020 oleh

Tags: MahasiswaTransportasi
Christian Evan Chandra

Christian Evan Chandra

Analis aktuaria yang juga suka soal tulis-menulis, gadget, travelling, dan kuliner.

ArtikelTerkait

Drakor 'Law School' dan Realita Mahasiswa Korea yang Ambis Pol terminal mojok

Drakor ‘Law School’ dan Realita Mahasiswa Korea yang Ambis Pol

5 Mei 2021
5 Cara Jitu Menghasilkan Cuan yang Saya Lakukan Saat Jadi Mahasiswa, Bisa Bayar Kuliah dan Tabungan Menikah

5 Cara Jitu Menghasilkan Cuan yang Saya Lakukan Saat Jadi Mahasiswa, Bisa Bayar Kuliah dan Tabungan Menikah

23 Agustus 2024
Jember “Gagap” Jadi Kota Pelajar di Daerah Tapal Kuda, Fasilitas Publik Alakadarnya Bikin Repot Mahasiswa Mojok.co

Jember “Gagap” Jadi Kota Tujuan Belajar. Fasilitas Publik Alakadarnya dan Mengecewakan Mahasiswa

6 Februari 2024
Kampus Ruko Dipandang Aneh dan Disepelekan, tapi Saya Nggak Menyesal Kuliah di Sana Mojok.co

Kampus Ruko Dipandang Aneh dan Disepelekan, tapi Saya Nggak Menyesal Kuliah di Sana

1 Agustus 2025
Sidang Skripsi Nggak Perlu Dirayakan Berlebihan, Ingat Ada Revisi Mojok.co

Sidang Skripsi Nggak Perlu Dirayakan Berlebihan, Revisinya Belum Tentu Lancar 

24 Oktober 2023
skripsi itu baik

Skripsi Itu Baik, Kalau Ada yang Jahat, Mungkin Dia Skripsi yang Tersakiti

12 Desember 2019
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Pengajar Curhat Oversharing ke Murid Itu Bikin Muak (Unsplash)

Tolong, Jadi Pengajar Jangan Curhat Oversharing ke Murid atau Mahasiswa, Kami Cuma Mau Belajar

30 November 2025
3 Spot Jogging di Kota Semarang yang Cocok untuk Pemula Mojok.co

3 Spot Jogging di Kota Semarang yang Cocok untuk Pemula

28 November 2025
Gear Ultima, Wujud Kebohongan Motor Yamaha

Gear Ultima Wujud Kebohongan Yamaha, Katanya Bikin Motor Matik Ternyata Bikin Tank

28 November 2025
Sudah Saatnya Bandara di Indonesia Menjadi Ruang untuk Mempopulerkan Makanan Khas Daerah

Sudah Saatnya Bandara di Indonesia Menjadi Ruang untuk Mempopulerkan Makanan Khas Daerah

3 Desember 2025
Desa Ngidam Muncar, Desa Terbaik di Kabupaten Semarang (Unsplash)

Desa Ngidam Muncar, Desa Terbaik di Kabupaten Semarang dengan Pesona yang Membuat Saya Betah

4 Desember 2025
3 Sisi Lain Grobogan yang Nggak Banyak Orang Tahu

3 Sisi Lain Grobogan yang Nggak Banyak Orang Tahu

4 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana
  • Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih
  • Cerita Relawan WVI Kesulitan Menembus Jalanan Sumatera Utara demi Beri Bantuan kepada Anak-anak yang Terdampak Banjir dan Longsor


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.