Namun, dari penggunaan selama dua bulan ini, tentu saja ada sisi negatifnya. Tidak mungkin sebuah produk sempurna secara utuh.
Salah satunya adalah kesan minimalis yang ditawarkan membuat Macbook tidak memiliki colokan HDMI. Alhasil, kita perlu membeli aksesoris tambahan untuk dapat menyambungkan ke proyektor. Ini cukup menyusahkan sih, apalagi bagi kalian yang memang punya keperluan untuk presentasi. Saya kira hal ini adalah tindakan sengaja. Semacam marketing agar dapat menjual produk secara terpisah.
Kemudian, saya merasa agak “tertipu” oleh beberapa review yang mengatakan kalau produk Apple tidak lemot, bahkan tidak ada buffering sama sekali. Sebagai gambaran, saya memakai Macbook Air 2017. Kalau dikatakan tidak lemot, saya setuju, tapi jika dikatakan tidak ada buffering sama sekali, sepertinya tidak juga. Apalagi ketika membuka aplikasi yang agak berat.
Aksesoris tambahan Macbook juga lumayan mahal. Misal tas laptop. Sekadar info, Macbook memiliki ukuran 13 inch, berbeda dengan laptop lain yang ukurannya 12 atau 14 inch. Alhasil tas yang ukuran 13 inch pasti punya Macbook, dan tentu saja harga yang ditawarkan lebih mahal. Benar-benar tidak masuk akal.
Belum lagi software yang dipakai juga tidak gratis dan harus ori. Bagi pengguna windows yang selalu pakai bajakan, hal ini lumayan bikin kaget.
Meski demikian, tentu ada cara-cara lain yang bisa dilakukan untuk “mengakali” sistem tersebut. Yah, pembajak akan selalu lebih unggul. Namun, software crack semacam itu juga tetep saja harus bayar. Meski dengan harga yang lebih murah dari ori.
Yah, sebuah produk bagus tentu saja sebanding dengan biaya dan perawatannya. Namun, jika memang sudah sangat memerlukan laptop yang daya tahan baterai yang sangat kuat, serta penggunaan yang efisien untuk keperluan kantoran, saya kira mencoba menggunakan Macbook tidak ada salahnya.
Penulis: M. Afiqul Adib
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Harga MacBook Pro 16 Inci Memang Mahal, tapi Ia Sangat Menggoda