Beberapa waktu lalu, saya punya jadwal agenda di Semarang. Masalahnya, jalur transportasi dari Ponorogo, tempat saya, ke Semarang cukup menyulitkan. Hal itu karena tidak ada bus dengan rute Ponorogo langsung Semarang. Jika ingin naik bus, rute yang bisa ditempuh adalah Ponorogo-Madiun naik bus arah Surabaya. Kemudian di Madiun oper bus ke arah Jogja. Kemudian turun di Solo, lalu oper bus ke arah Semarang. Ruweet, Bestie..
Sementara kalau ingin naik kereta, kita bisa naik kendaraan pribadi menuju stasiun Madiun. Kemudian dari Madiun naik kereta dengan tujuan stasiun Lawang Semarang. Lebih simpel sih daripada naik bus ngecer.
Bus Narendra jadi solusi
Namun, ada juga opsi lain yang lebih enak. Yaitu naik bus jurusan Ponorogo-Jakarta, kemudian kita pesan untuk turun di Semarang.
Kebetulan saat itu, saya memesan PO Bus Narendra. Harga tiketnya bervariasi. Saya dan kawan memilih untuk pesan yang harga Rp250.000,00. Sebenarnya harga tiketnya Rp290.000,00. Berhubung lagi ada promo dapatlah harga segitu.
Harga tiket itu untuk perjalanan dari Ponorogo-Jakarta. Buat penumpang yang turun Semarang, Tegal, dan Palimanan diberlakukan harga yang sama. Nggak masalah sih, kalau buat saya. Soalnya itu sudah sangat membantu perjalanan. Daripada pusing harus oper berkali-kali.
Waktu itu sama agen tiket resminya kita disuruh siap di salah satu loket di Terminal Seloaji Ponorogo sekitar pukul 17.00 sore. Sayangnya, saya dan kawan harus menunggu agak lama. Bus Narendra baru datang sekitar pukul 18.30. Tampaknya ada kesalahpahaman antara pihak agensi dengan penjaga loket.
Namun, hal itu terobati manakala masuk ke ruangan bus yang benar-benar kayak sarana buat healing gitu, Bestie. Jauh banget kalau dibandingkan sama bus Ponorogo-Trenggalek yang rutin saya tumpangi sebulan sekali. Hehehe.
Sebenarnya, jenis Bus Narendra ada yang double decker. Akan tetapi, kali itu saya dan kawan pesennya yang satu lantai aja, alias solo. Pasalnya kita hanya sampai Semarang saja.
Lho, mana toiletnya?
Yang menarik mata saya, seluruh lantai bus dilapisi karpet tebal dan empuk. Sayangnya, penumpang tidak diminta melepas alas kaki ketika masuk. Padahal kalau dikasih aturan gitu kayaknya bisa aja. Soalnya ada tiga anak tangga yang tidak dilapisi karpet yang bisa kita gunakan untuk melepas sepatu.
Nah, yang masih jadi misteri buat saya adalah keberadaan toilet di bus ini. Katanya salah satu fasilitasnya kan ada toilet. Tapi saya dan kawan tidak menemukannya. Kami hanya menemukan satu ruangan kotak yang dari luar mirip toilet, tapi isinya nggak ada apa-apanya. Malah dipakai tidur sama kru bus.
Entah kami yang kurang jeli mencari atau memang karena masih harga promo jadi ruangan yang bakal toilet itu belum jadi. Kami memang tidak bertanya kepada kru karena tahu sebentar lagi akan sampai rest area.
Dan kita akan bicara tentang fitur bus yang paling penting, tempat duduk.
Tempat duduk yang lebar