Dari sekian banyak hal yang jadi dampak atas pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur (Kaltim), kekepoan orang-orang luar tentang IKN, terutama Titik Nol IKN, adalah yang paling menyebalkan. Masalahnya, sebagai orang yang sejak lahir sudah tinggal dan dibesarkan di Kalimantan, saya ikut jadi sasaran pertanyaan-pertanyaan yang bikin males.
Sejak dibuka untuk umum, kunjungan ke Titik Nol IKN seakan tak ada putusnya. Bahkan, hal itu bikin ada anggapan bahwa kamu belum jadi orang Kalimantan Timur kalau belum ke Titik Nol IKN. Hadeh.
Perlu kalian tahu ya, luas Provinsi Kaltim itu 127.347 kilometer persegi. Itu luas banget lho. Sebagai perbandingan, DKI Jakarta itu luasnya 661,5 kilometer persegi. Artinya, Kaltim itu luas wilayahnya 190 kalinya DKI Jakarta. Kebayang nggak? Wajar kalau nggak semua orang pernah ke Titik Nol IKN di Sepaku, Penajam Paser Utara (PPU) itu.
Kalau orang Jakarta belum pernah ke Monas, atau orang Jogja belum pernah lewat Tugu, itu masih masuk akal kalau dianggap aneh. Secara, Jakarta sama Jogja itu nggak gede-gede amat, malah terhitung mini kalau dibandingkan dengan Kaltim. Lha, kalau orang Kalimantan belum afdal kalau belum ke Titik Nol itu yang aneh.
Yang menyebalkan dari pertanyaan tersebut adalah banyak orang yang sebenarnya nggak tahu apa-apa tentang Kaltim, namun bikin asumsi-asumsi. Dan sedihnya, nggak sedikit yang pakai nada merendahkan. Semoga saja, semua hanya karena mereka tidak tahu.
Pertanyaan yang sering saya terima terkait Titik Nol IKN adalah kayak masih banyak monyetkah di sana, ada mal sama bandara atau tidak, ada peradaban kah, ada sinyalkah, dan sejenisnya, akan saya jawab di sini. Biar kalian paham dikit, lah.
“Di sana masih banyak monyetkah?”
Iya, sih. Benar bahwa memang masih ada beberapa wilayah yang sampai hari ini menjadi tempat bermain monyet atau orangutan. Tapi ya, bukan berarti semua wilayah Kaltim itu hutan, atau rawa-rawa seperti bayangan kalian tentang sabana di Serengeti yang sering muncul di National Geographic itu.
Pertanyaan ini sebenarnya terhitung aneh juga. Di pulau lain pun masih banyak monyetnya, apa kalian baru tahu? Wah, ini.
“Ada mal dan bandara nggak sih?
Ya ada dong. Orang-orang ngeyelan yang masih percaya Covid-19 itu rekayasa elite global juga ada di sini. Lengkap. Walaupun terdengar mengesalkan, tapi pertanyaan-pertanyaan tadi itu sebenarnya masih bisa ditoleransi. Sebabnya, sejak lama Kalimantan emang masih digambarkan sebagai pulau full hutan di banyak kepala orang-orang khususnya di Pulau Jawa.
“Ada peradaban nggak?”
Kira-kira nih, kalau mau dijadiin ibu kota baru, itu ada peradabannya nggak?
“Ada sinyal nggak sih?”
Nggak, orang Kalimantan berkomunikasi dengan telepati. Ngeri kan?
Pertanyaanmu lho.
“Di sana masih full hutan ya?”
Kalau dibanding Jawa, jelas masih banyak. Kalau full, ya nggak dong. Kalimantan itu nggak seperti yang kalian bayangkan ya, Gaes. Jelas nggak kayak Jumanji atau semacamnya. Kalau dibandingin sama Jawa, ya susah. Kan pembangunan dari dulu dipusatkan di sana, jadi ya, jelas masih agak telat. Tapi, saya yakin sih, setelah IKN jadi, beda cerita. Something bad? Something good? A bit of both? IDK.
Jadi sekarang jelas ya, nggak semua orang Kalimantan pernah ke Titik Nol IKN. Selain luas, ya ngapain harus ke situ. Untuk pertanyaan lain, seharusnya juga jadi jelas. Jadi, please, ganti pertanyaan kalau ketemu orang Kalimantan.
Pertanyaannya mbok yang rada mbois gitu lho. Masak ya sinyaaal teros.
Penulis: Rusdianto
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Mengenal Penajam Paser Utara, Ibu Kota Negara yang Baru