Beberapa waktu lalu, muncul istilah “Tempik Gundul”. Istilah ini sempat bikin bahan perbincangan masyarakat Gunungkidul. Lantas, apa maksud dari istilah tersebut?
Hampir setiap akhir pekan atau hari libur, jalanan di Gunungkidul selalu dipadati para pengunjung. Wisatawan dari berbagai daerah terlihat tumpah ruah masuk ke kawasan wisata. Dari sekian banyak tempat wisata yang ada di tanah kelahiran saya ini, destinasi wisata pantai sampai saat ini masih menjadi primadona.
Sejak tempat wisata di Gunungkidul mulai dikenal luas oleh masyarakat Indonesia atau bahkan dunia, berbagai istilah penyebutan nama untuk daerah saya pun bermunculan. Beberapa istilah yang mungkin sudah tidak asing lagi di telinga kawula milenial, mulai dari Jogja Lantai 2, South Mountain, hingga Gunkid, bertebaran di media sosial.
Tidak tahu persis apa motivasi orang sehingga harus repot-repot menciptakan julukan atau singkatan-singkatan nama untuk daerah saya ini. Seolah, nama “Gunungkidul” tidak cukup keren sehingga harus diubah sedemikian rupa menjadi nama yang cenderung oksidentalisasi atau pembaratan.
Memberi julukan untuk branding suatu daerah tentu sah-sah saja. Tidak ada hukum yang melarang untuk hal ini. Namun, jika penyebutan nama daerah sudah mengarah kepada hal-hal yang cenderung merusak reputasi, menyudutkan beberapa pihak, dan akhirnya menimbulkan salah kaprah, tentu ini yang patut dipertanyakan.
Salah satu topik yang beberapa waktu lalu sempat menjadi perbincangan hangat dan cukup menyedot perhatian kawula muda Gunungkidul adalah adanya istilah Tempik Gundul. Ini merupakan singkatan dari Tempat Piknik Gunungkidul. Ya, jika Anda mengetik istilah tersebut di Google, sejumlah tempat wisata di Gunungkidul akan keluar.
Sekilas, singkatan tersebut tampak kreatif, lucu, dan cukup menghibur masyarakat. Membaca itu, awalnya saya juga biasa-biasa saja dan menganggapnya sebagai banyolan yang tidak penting.
Seiring berjalannya waktu, istilah tersebut semakin bertebaran di media sosial, semakin berkembang, dan cukup meresahkan. Yang semula hanya kata-kata saja, kini dilengkapi dengan gambar. Seolah kurang mantap jiwa, “orang kreatif” tersebut juga menambahkan gambar bentuk gua yang mirip dengan kemaluan wanita.
Dalam gambar tersebut, terlihat sebuah batu terbelah atau gua berwarna cokelat yang mirip miss V. Di samping atas gambar juga terdapat sebuah plang berwarna putih dengan tulisan “Tempik Gundul” lengkap dengan artinya “Tempat Piknik Gunung Kidul” dan logo Kabupaten Gunungkidul.
Sebagai orang yang lumayan sering bepergian ke beberapa wilayah Gunungkidul, saya hampir tidak pernah menemui bentuk gua seperti itu. Saya pun mencoba mengonfirmasi beberapa kawan yang sering keluyuran untuk menanyakan keberadaan gua tersebut. Hasilnya nihil, tidak ada satu pun kawan yang pernah melihatnya.
Hingga akhirnya, saya menghubungi salah seorang tokoh muda Gunungkidul via WhatsApp, Yudi Sugiono (32) atau yang akrab disapa Mas Gudel. Ia memberi penjelasan cukup serius mengenai gua dan plang tersebut. Tokoh muda sekaligus MC kondang Gunungkidul itu menegaskan bahwa informasi mengenai gua menyerupai kemaluan wanita dan plang bertulisan “Tempik Gundul” tersebut hoaks atau tidak benar.
“Terkait beberapa gambar semacam gua berbentuk alat vital wanita memang tidak ada, Mas. Apalagi plakat Tempik Gundul yang ada logo Kabupaten Gunungkidul, sudah bisa dipastikan hasil editan,” tutur Mas Gudel (Rabu, 23/03/2022).
Pria asal Playen tersebut menambahkan, bagi orang awam atau yang baru melihat gambar plang tersebut, tentu akan mengira bahwa plang tersebut asli karena ada logo Kabupaten Gunungkidul. Padahal, foto tersebut hasil editan dari pihak yang tidak bertanggung jawab.
Sebenarnya, Mas Gudel tidak mempermasalahkan adanya singkatan-singkatan terkait tempat wisata di Gunungkidul. Hanya saja, logo Kabupaten Gunungkidul yang disandingkan dengan plang bertuliskan “Tempik Gundul” hasil editan, sangat tidak elok dan bisa menimbulkan salah kaprah.
Terlepas dari itu, sebenarnya masih banyak salah kaprah lainnya tentang Kabupaten Gunungkidul. Misalnya, penulisan “Kabupaten Gunungkidul” yang dipisah menjadi “Kabupaten Gunung Kidul”. Tidak sedikit ditemukan artikel ilmiah yang menulis Kabupaten Gunung Kidul. Padahal, nama kabupaten ini yang baku adalah Gunungkidul (disambung, bukan dipisah).
Tentu semua tergantung konteks, apabila menerangkan sebuah gunung yang ada di bagian kidul (selatan), tata cara penulisannya bisa dipisah, yakni Gunung Kidul (sebuah gunung yang berada di selatan). Namun, jika menyebut wilayah administrasi, tata cara penulisannya yang benar adalah disambung, misalnya Sukamaju, Wonosobo, dan Gunungkidul.
Ada juga salah kaprah lainnya tentang Gunungkidul, yaitu mengira bahwa Wonosari adalah nama kabupaten. Tidak sedikit kawan-kawan saya dari luar daerah yang acap kali menganggap bahwa saya “orang Wonosari” bukan “orang Gunungkidul”.
Misalnya seperti ini,
“Oalah, Jevi asal Semanu, Kabupaten Wonosari itu, to?”
“Kapan kamu balik ke Wonosari, Jev?”
“Wonosari sekarang keren, ya, banyak pantai-pantai indah di sana.”
Mendengar pernyataan yang terakhir itu, otak saya jadi berpikir, sejak kapan Wonosari punya pantai? Yang ada juga Alun-alun Wonosari, Masjid Gede Al-Ikhlas, dan Warung Bakso Pak Wariyun.
Bagi kawan-kawan yang ada di luar sana, catat nih, Wonosari itu nama kecamatan di Gunungkidul, ya, bukan nama kabupaten. Memang, Wonosari itu ibu kota Kabupaten Gunungkidul, tapi tidak semua wilayah yang ada di Gunungkidul itu lantas menjadi bagian dari Kota Wonosari, kan, Gaes?
Itulah sejumlah salah kaprah yang berkaitan dengan Gunungkidul, tempat saya bernapas dan berkembang. Dari sekian banyak salah kaprah tentang Gunungkidul, mungkin yang perlu ditekankan adalah foto atau gambar plang Tempik Gundul dan gua berbentuk vagina. Sebagai warga Gunungkidul asli, saya menyatakan bahwa gambar-gambar yang bertebaran di media sosial tersebut adalah hoaks.
Penulis: Jevi Adhi Nugraha
Editor: Audian Laili