• Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
  • Login
Terminal Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Home
    • Mojok.co
  • NusantaraHOT
  • Gaya Hidup
    • Game
    • Fesyen
    • Otomotif
    • Olahraga
    • Sapa Mantan
    • Gadget
    • Personality
  • Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Acara TV
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Politik
  • Profesi
  • Home
    • Mojok.co
  • NusantaraHOT
  • Gaya Hidup
    • Game
    • Fesyen
    • Otomotif
    • Olahraga
    • Sapa Mantan
    • Gadget
    • Personality
  • Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Acara TV
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Politik
  • Profesi
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Gaya Hidup
  • Pojok Tubir
  • Kampus
  • Hiburan
  • Tiktok
  • Politik
  • Kesehatan
  • Mau Kirim Tulisan?
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Featured

Petugas Medis Boleh Dianggap Pahlawan, tapi Jangan Lupa Mereka Juga Korban

Yamadipati Seno oleh Yamadipati Seno
22 Maret 2020
A A
Petugas Medis Boleh Dianggap Pahlawan, tapi Jangan Lupa Mereka Juga Korban
Share on FacebookShare on Twitter

Akun Twitter @amasna melempar pendapat yang cukup menarik. Begini dia bilang:

Untuk para dokter dan perawat yang meninggal karena nanganin covid-19 harusnya nanti masuk daftar pahlawan nasional. Put their names up so people remember what they sacrificed. The government failed them, the nation owes them.

— 🦉ia Masna | Get Vax’d (@amasna) March 21, 2020

Pada dasarnya saya setuju dengan pendapat @amasna. Para dokter dan perawat, atau kita sebut saja petugas medis, layak kok mendapatkan gelar pahlawan. Mereka meninggal setelah mewakafkan waktu dan tenaga memerangi virus corona. Namun, sebaiknya pendapat ini disimpan sampai badai pandemi virus corona benar-benar bablas.

Yang perlu kita ingat dan betul-betul renungkan saat ini bukan soal status petugas medis sebagai pahlawan. Yang perlu kita catat adalah petugas medis itu korban. Korban dari apa? Korban dari kesombongan pemerintah dan ego busuk anak manusia.

Akhir Januari 2020 yang lalu, saya berkeliling apotek di Jogjakarta. Kalau tak salah hitung, ada lima apotek yang saya datangi. Saat itu, harga masker sudah melambung naik.

Per kotak yang biasanya dibanderol Rp20 sampai Rp25 ribu sudah tembus ratusan ribu. Apalagi, para pembeli sudah nggak boleh borong seenaknya. Per orang dibatasi dua paket saja. Per paket isinya lima lembar masker. Masuk pertengahan Februari, masker sudah menjadi barang langka.

Kecenderungan yang sama terjadi ketika artikel dan video tentang cara membuat disinfektan sederhana mulai berdar. Alkohol 70 persen bernasib seperti masker. Mulai langka. Bahkan Bupati Banyumas mengajak banyak orang menjadikan ciu sebagai pengganti alkohol 70 persen untuk membuat hand sanitizer. Ciu adalah minuman keras.

Akhir Maret 2020, surgical glove sudah mulai langka. Alat pengamanan yang sangat dibutuhkan petugas medis ini ludes diborong orang goblok. Ketika masker, alkohol, dan surgical glove diborong habis untuk dijual lagi dengan harga tinggi, petugas medis mau pakai apa? Beredar sebuah petugas medis menggunakan mantol plastik sebagai ganti pakaian pengamanan. Rasanya ingin memaki sekeras mungkin.

Aksi aji mumpung seperti ini memang sudah tertanam secara paten di dalam benak anak manusia. Ada yang bilang insting untuk bertahan hidup. Namun, ketika ego busuk itu tidak bisa ditekan, yang ada adalah anak manusia memakan anak manusia lainnya. Petugas medis, yang harusnya menjadi ujung tombak, berujung menjadi korban virus corona.

Ketika terjadi kelangkaan benda-benda penting untuk petugas medis, pemerintah gagap menangani. Terlambat. Sama seperti penimbun, pemerintah tidak tanggap dengan potensi pandemi. Diri mereka habis ditelan oleh kesombongan sendiri. Bagaimana dengan anggota DPR yang KATANYA mewakili rakyat? Sama saja sombongnya.

Tanggal 3 Februari 2020, Ribka Tjiptaning dari PDIP menyebut KORONA sebagai “KOMUNITAS RONDO MEMPESONA”. Ribka menyebutkan kepanjangan kata KORONA itu dengan nada santai ketika rapat penanganan virus corona.

Tanggal 10 Februari, Luhut Binsar Pandjaitan risih betul ketika ditanya soal virus corona. “Corona? Corona kan sudah pergi.” Kita tahu, virus corona ternyata masih betah di Indonesia karena pemerintah yang gagap dan warganya yang bandel banget ini.

Nggak berhenti di situ, Luhut sempat ditanya soal adanya suspect di Batam. Luhut malah menjawabnya dengan candaan. “Hah? Mobil Corona?” Kata Luhut sambil tersenyum. (((SAMBIL TERSENYUM))).

Penyangkalan dan rasa enggan untuk membahas ini menggambarkan kalau pemerintah memang tak siap menghadapi “peperangan zaman baru”. Kegagapan ini menulari banyak aspek, terutama yang menderita adalah aspek kesehatan dengan petugas medis sebagai intinya.

Tanggal 11 Februari 2020, Menkes yang nggak mau saya tulis namanya itu menantang peneliti Harvard. Menkes menantang peneliti Harvard untuk kasih bukti dari riset yang mengatakan kalau virus corona harusnya sudah masuk ke Indonesia. Bukannya dibaca dan diendapkan, tetapi malah disembur balik. Kini, petugas kesehatan dan warga yang harus mengunyah kesombongan Menkes terhormat sedunia akhirat itu.

Selain kesombongan di atas, kita masih disuguhi oleh komentar-komentar dan kebijakan absurd dari pemerintah. Mulai dari guyuran 72 miliar untuk promosi pariwisata, yang mana di dalamnya ada untuk buzzer, sampai virus corona bisa ditangkal pakai susu kuda liar dan kebiasaan makan nasi kucing.

Yang ingin saya katakan adalah: ketika virus corona masih berstatus wabah belum pandemi, pemerintah harusnya sudah menyiapkan langkah ideal. Petugas medis seharusnya yang paling awal dibekali “peralatan tempur”. Rumah-rumah sakit di-upgrade, puskesmas diperkuat, warga diedukasi, dan yang juga penting dilakukan: kontrol harga benda-benda penunjang kerja petugas medis.

Akan tetapi tidak. Pemerintah kita menghamba investasi dan cuan. Sebuah tingkah yang bikin petugas medis jadi korban. Sebuah kebijakan yang membuat lonjakan orang positif virus corona sulit ditepis. Petugas medis, kelak, boleh dinobatkan sebagai pahlawan. Tapi kini, kita perlu mengakui secara jujur kalau mereka juga korban dari sistem yang suram ini.

BACA JUGA Daripada Berharap pada Negara, Wudu Jadi Jalan Ninja Saya Mencegah Corona atau tulisan Yamadipati Seno lainnya. Follow Twitter Yamadipati Seno.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pengin gabung grup WhatsApp Terminal Mojok? Kamu bisa klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 13 Agustus 2021 oleh

Tags: pemerintahpetugas medisvirus corona

Ikuti untuk mendapatkan artikel terbaru dari Terminal Mojok

Unsubscribe

Yamadipati Seno

Yamadipati Seno

ArtikelTerkait

Bisakah Kita Menikmati Musik Tanpa Peduli Pilihan Politik sang Musisi? (Pixabay.com)

Bisakah Kita Menikmati Musik Tanpa Peduli Pilihan Politik sang Musisi?

1 November 2022
Lomba Desa: Kegiatan Nggak Penting yang Bikin Repot Warga

Lomba Desa: Kegiatan Nggak Penting yang Bikin Repot Warga

18 Oktober 2022
Festival Tawuran Jaksel: Kenapa sih Pemerintah Berlomba Bikin Ide Konyol?

Festival Tawuran Jaksel: Kenapa sih Pemerintah Berlomba Bikin Ide Konyol?

13 Oktober 2022
Baca Ini Sebelum Anda Memuja Bjorka

Baca Ini Sebelum Anda Memuja Bjorka

12 September 2022
pancasilais pdi p pancasila PDIP mojok

Meramalkan Nasib PDIP setelah Kenaikan Harga BBM

7 September 2022
Kok Bisa ya Pemerintah Kepikiran Bikin Fatwa Haram Beli BBM Subsidi? Nggak Malu?

Kok Bisa ya Pemerintah Kepikiran Bikin Fatwa Haram Beli BBM Subsidi? Nggak Malu?

26 Agustus 2022
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
Menghitung Kekayaan Patrick Star, Warga Bikini Bottom yang Selalu Feeling Good

Menghitung Kekayaan Patrick Star, Warga Bikini Bottom yang Selalu Feeling Good

Jika Karl Marx Hidup Lagi, Ia Akan Bilang kalau Jadi Silent Reader Itu Candu

Jika Karl Marx Hidup Lagi, Ia Akan Bilang kalau Jadi Silent Reader Itu Candu

tuhan dan anak-anak

Anak-Anak dan Imajinasi Liar Mereka tentang Tuhan



Terpopuler Sepekan

Tersiksa dari Bali ke Jepang Bersama Maskapai LCC Terbaik di Dunia Bernama AirAsia
Otomotif

Tersiksa dari Bali ke Jepang Bersama Maskapai LCC Terbaik di Dunia Bernama AirAsia

oleh Tiara Uci
19 Maret 2023

Saya merasa baik-baik aja naik AirAsia dan udah akrab dengan delay-nya. Tapi kok penerbangan kali ini rasanya berbeda.

Baca selengkapnya
Suka Duka Tinggal di Pelosok Kabupaten Bangkalan Madura

Suka Duka Tinggal di Pelosok Kabupaten Bangkalan Madura

20 Maret 2023
3 Dosa Tempat Kursus Bahasa Inggris di Kampung Inggris Pare yang Bikin Kecewa

3 Dosa Tempat Kursus Bahasa Inggris di Kampung Inggris Pare yang Bikin Kecewa

20 Maret 2023
7 Kelebihan dan Kekurangan yang Saya Rasakan Saat Naik Pelita Air, Maskapai “Baru” Pertamina

7 Kelebihan dan Kekurangan yang Saya Rasakan Saat Naik Pelita Air, Maskapai “Baru” Pertamina

16 Maret 2023
KA Tawang Alun, Penghubung Malang dan Banyuwangi (Unsplash)

KA Tawang Alun, Penghubung Malang dan Banyuwangi yang Sayangnya Cuma 1 Armada

19 Maret 2023

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=_zeY2N8MAE4

Subscribe Newsletter

* indicates required

  • Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
DMCA.com Protection Status

© 2023 Mojok.co - All Rights Reserved .

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Login
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Gaya Hidup
    • Sapa Mantan
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Hewani
    • Kecantikan
    • Nabati
    • Olahraga
    • Otomotif
    • Personality
  • Pojok Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Hiburan
    • Acara TV
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Tiktok
  • Politik
  • Kesehatan
  • Mau Kirim Tulisan?
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2023 Mojok.co - All Rights Reserved .

Halo, Gaes!

atau

Masuk ke akunmu di bawah ini

Lupa Password?

Lupa Password

Silakan masukkan nama pengguna atau alamat email Anda untuk mengatur ulang kata sandi Anda.

Masuk!