Di dunia ini, tidak ada satupun negara maju yang abai dengan kualitas pendidikan rakyatnya. Ini tercermin dari mudahnya akses pendidikan dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Salah satu teman saya yang pernah ditolak di UGM sebanyak 2 kali bercerita, kuliah di Leiden, Belanda bisa lebih murah daripada kuliah di kampus-kampus kenamaan Indonesia.
Negara-negara maju ini menyadari, sekalipun daerahnya tidak memiliki sumber daya alam melimpah, mereka tetap harus memiliki manusia-manusia berkualitas. Ambil contoh Singapura, negara sekecil itu bisa memimpin ekonomi di Asia Tenggara. Apalagi kalau bukan karena manusia-manusianya yang berkualitas.
Intinya, akses terhadap pendidikan memainkan peran penting terhadap kualitas rakyatnya. Ujung-ujungnya, kondisi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat akan ikut terangkat.
Sudah begitu banyak contoh bagaimana pendidikan tinggi membawa banyak manfaat terhadap individu. Namun, entah mengapa pemerintah Indonesia seolah tutup mata. Bahkan, baru-baru ini, ramai beredar Ditjen Dikti malah menyebut bahwa pendidikan tinggi adalah kebutuhan tersier. Benar-benar ya, pendidikan tinggi atau kuliah di Indonesia nggak milik semua orang.
Daftar Isi
#1 Kuliah tidak untuk orang miskin
Orang yang paling tidak cocok kuliah di perguruan tinggi Indonesia adalah orang yang tidak punya uang atau miskin. Di banyak negara maju, syarat utama untuk kuliah adalah kecerdasan berpikir. Namun, di Indonesia syarat utama kuliah ya harus kaya.
Uang kuliah tunggal (UKT) di perguruan tinggi sangat mahal. Contohnya UKT di Universitas Negeri Maret (UNS) bisa mencapai angka Rp30 juta, padahal UMR Solo hanya Rp2,2 juta. Kalaupun gaji pekerja di Solo dalam satu bulan ditabung semua selama satu tahun, tetap tidak akan cukup digunakan untuk membayar UKT dalam satu semester.
Saya dulu kuliah di Unesa dengan biaya per semester hanya Rp500.000 Adik saya kuliah di kampus yang sama (angkatan 2013) UKT-nya Rp3,5 juta. Sekarang, di tahun 2024, ada mahasiswa Unesa yang UKT-nya tembus di angka Rp32 juta. Dengan nominal UKT sebesar itu, sama artinya negara melarang orang miskin untuk kuliah.
#2 Orang yang tidak ingin mencari kerja dengan mudah
Orang kedua yang tidak cocok kuliah adalah mereka yang tidak ingin mendapatkan pekerjaan dengan mudah dan cepat. Sekarang ini, syarat menjadi pekerja di Indonesia itu berat. Selain harus memiliki ijazah minimal S1, calon pelamar juga dituntut untuk berpenampilan menarik meskipun pekerjaan yang ditawarkan adalah admin yang hanya duduk di depan komputer yang posisinya berada di sudut ruangan.
Hampir mustahil menemukan pekerjaan bergaji tinggi di Indonesia tanpa memiliki ijazah S1. Lha wong yang sudah bergelar S1 dari kampus kenamaan saja belum tentu langsung dapat kerja, tapi harus berjuang dulu melawan dominasi orang dalam dan pekerja titipan. Apalagi mereka yang tidak memiliki gelar S1 dan tidak punya orang dalam, pasti nangis di pojokan sambil merenungi nasib menjadi pengangguran.
#3 Orang kritis nggak cocok kuliah di perguruan tinggi Indonesia
Kritis adalah cara berpikir yang melibatkan analisa dan evaluasi yang teliti terhadap suatu informasi ataupun permasalahan. Orang yang kritis cenderung mempertanyakan kebijakan yang tidak rasional. Mahasiswa yang demo menuntut agar UKT diturunkan adalah contoh orang yang berpikir kritis.
Sayangnya, banyak perguruan tinggi di negeri ini justru tidak suka dengan mahasiswa kritis. Mahasiswa kritis dianggap sebagai pemberontak dan tukang demo sehingga perlu ditertibkan dengan berbagai macam cara, salah satunya adalah dengan diancam DO.
Orang yang kritis tidak cocok kuliah di Indonesia. Sebab, pikiran kritis mereka bisa mengancam kebijakan pendidikan di negeri ini yang sudah mulai melenceng dari marwah Undang-Undang Dasar 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
#4 Anak guru
Almarhum Ibu saya semasa hidupnya bekerja sebagai PNS guru di sekolah dasar. Gajinya sebagai PNS tidak pernah lebih dari Rp5 juta. Sebagai ibu yang merangkap kepala keluarga karena bapak saya sudah lebih dulu dipanggil Tuhan, Ibu saya harus membiayai kami (saya dan adik saya) kuliah di Unesa.
Meskipun gaji ibu saya sebenarnya sangat kurang untuk membiayai dua orang anak yang semuanya kuliah. Pihak kampus (Unesa) tetap mengkategorikan ibu saya sebagai orang yang mampu hanya karena beliau adalah PNS guru. Biaya UKT adik saya dipatok sebesar Rp3,5 juta atau lebih mahal dari rata-rata UKT teman-temannya. Nominal tersebut di tahun 2013 sudah besar karena UMR Surabaya waktu itu hanya Rp1,5 juta.
Guru adalah profesi yang sering disalahpahami sebagai orang kaya. Padahal sebenarnya, gaji mereka tidak sebanyak ASN di kementerian. Image kaya tersebut membuat banyak guru harus berjibaku dengan hutang bahkan hingga terjerat pinjol untuk biaya hidup dan kuliah anak yang mahal.
Negeri ini memang aneh, guru yang setiap hari mendidik anak orang lain justru kesulitan untuk memberikan pendidikan yang layak bagi anaknya sendiri.
Itulah tadi jenis manusia yang kurang cocok kuliah Indonesia. Kalau kalian masuk dalam empat kategori di atas, tapi kalian termasuk orang pintar dan cerdas. Mungkin bisa mencari informasi beasiswa di luar negeri. Ada banyak kampus berkualitas di dunia ini yang bisa dipilih. Rekomendasi kampusnya bisa dibaca di sini.
Penulis: Tiara Uci
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA 4 Tipe Orang yang Sebaiknya Nggak Usah Kuliah S2, Cuma Buang-buang Waktu dan Duit
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.