Perbedaan Starbucks di Jepang dan Indonesia

Perbedaan Starbucks di Jepang dan Indonesia Terminal Mojok

Perbedaan Starbucks di Jepang dan Indonesia (Yu Photo/Shutterstock.com)

Meskipun identik dengan teh, faktanya, orang Jepang ternyata juga tergila-gila dengan kopi. Jepang menjadi negara yang cukup penting dalam perdagangan kopi di dunia. Data yang dirilis oleh International Coffee Organization (ICO) pada tahun 2015 menempatkan Jepang sebagai negara nomor empat di dunia yang penduduknya paling banyak mengonsumsi kopi setelah Amerika, Brazil, dan Jerman. Maka nggak heran kalau waralaba kopi terbesar di dunia, Starbucks, sangat populer di Negeri Sakura.

Hubungan Starbucks dengan Jepang juga unik, bahkan boleh dibilang spesial. Jepang adalah negara pertama di luar Amerika Serikat yang memiliki gerai Starbucks. Sejak pertama kali berdiri pada tahun 1996 di Ginza, Starbucks kemudian berkembang pesat dan mendirikan gerai di berbagai kota di Jepang. Bahkan, Starbucks Roastery terbesar di dunia nggak berada di Amerika Serikat, melainkan di Jepang. Didirikan di Tokyo, Starbucks Roastery Japan dibangun dengan konsep yang agak berbeda dengan Starbucks Reserve pada umumnya karena nggak cuma menjual kopi, tapi juga cocktail.

Secara historis, Starbucks dianggap telah merevolusi kebiasaan ngopi di Jepang. Dulu, orang Jepang kalau ngopi di kissaten, semacam warkop tradisionalnya Jepang. Kissaten umumnya dipenuhi dengan pengunjung yang merokok dan asap rokok menguar di penjuru ruangan. Selain itu, kissaten nggak menyediakan menu kopi yang biji kopinya bisa di-request.

Salah satu kissaten di Shibuya, Jepang (Mahathir Mohd Yasin/Shutterstock.com)

Kemudian datanglah Starbucks yang menawarkan konsep minum kopi yang sama sekali berbeda, Starbucks mempromosikan tempat ngopi yang bebas asap rokok dan menyediakan menu kopi yang bisa di-request sesuai keinginan pelanggan, biji kopinya pun lebih beragam.

Hal tersebut membuat Starbucks di Jepang berkembang pesat dalam tempo yang singkat. Ternyata nggak hanya orang Indonesia yang suka nongkrong di Starbucks, orang Jepang juga. Namun, meskipun sama-sama bernama Starbucks, ada beberapa perbedaan mencolok antara Starbucks di Jepang dengan Starbucks di Indonesia.

#1 Harga dan variasi menu

Starbucks di Jepang punya harga makanan dan minuman lebih mahal dibandingkan Starbucks di Indonesia, meskipun selisihnya nggak begitu banyak. Contohnya Americano ukuran tall di Jepang  harganya 340 yen atau Rp39 ribu, sementara di Indonesia harga minuman yang sama dibandrol Rp37 ribu. Untuk harga whole bean juga mahal di Jepang. Misalnya biji kopi Verona, di Indonesia harganya Rp125 ribu, kalau di Starbucks Jepang biji kopi Verona dijual dengan harga Rp185 ribu.

Kalau bicara soal menu, untuk minuman basic seperti Americano, Caramel Machiato, atau Latte, sama saja antara Starbucks Jepang dan Indonesia. Bedanya ada pada minuman seasonal-nya saja. Misalnya, karena bulan Mei di Jepang adalah musim semi, Starbucks di sana punya minuman musim semi yang diberi nama Banana-Banana, semacam Frappuccino tapi menggunakan susu pisang. Minuman ini jelas nggak tersedia di Starbucks Indonesia yang hanya mengenal dua musim.

Untuk menu makanannya, baik Starbucks Jepang maupun Indonesia nggak memiliki variasi makanan yang serupa. Meskipun sama-sama menjual cake, sandwich dan tar, rasanya jauh berbeda dan memiliki nama yang berbeda pula. Kecuali cookies dan permen lolipop, kalau kedua item tersebut ada di Starbucks Jepang maupun Indonesia. Merek permen lolipopnya juga sama, lho. Meskipun di Indonesia harga satu pcs lolipop Starbucks Rp20 ribu, di Jepang harganya Rp24 ribu.

Kalau teman-teman ke Jepang dan ingin mencoba ngopi di Starbucks, ada baiknya pesan Americano saja. Pilih single origin yang nggak dijual di Indonesia. Soalnya Starbucks Jepang punya lebih banyak pilihan biji kopi dibandingkan Starbucks Indonesia.

#2 Budaya antre

Meskipun sama-sama bernama Starbucks, Starbucks di Jepang dan Indonesia terlihat sangat berbeda terutama dari segi kebiasaan atau attitude pengunjungnya. Di Jepang, rata-rata pelanggan yang datang melakukan antrean nggak hanya saat berada di depan kasir, tapi juga di depan meja pick up.

Sementara di Starbucks Indonesia kan umumnya antrean hanya terjadi di depan kasir. Setelah itu pelanggan duduk sambil menunggu namanya dipanggil, atau akan berkerumun di depan meja pick up untuk menunggu orderannya jadi.

Antre rapi (Ned Snowman/Shutterstock.com)

Hal ini berbeda dengan di Jepang, pengunjung Starbcuks di sana nggak ada yang berkerumun di depan meja pick up, Bestie. Bahkan, hampir nggak ada barista yang memanggil nama pengunjung untuk mengambil orderannya, sebab setelah membayar di kasir, orang Jepang otomatis langsung mengantre di meja pick up sesuai urutan. Beuh, benar-benar rapi kayak sedang lomba baris-berbaris.

#3 Tempat sampah

Nah, hal yang terlihat sangat jauh berbeda ketika ngopi di Starbucks Jepang dan Starbucks Indonesia adalah soal sampah. Dua tahun belakangan ini, Starbucks Indonesia sudah menyediakan dua tong sampah di setiap gerainya. Satu tong sampah untuk membuang makanan/minuman atau sampah basah, dan satunya lagi tong sampah untuk paper.

Namun, ketika kita perhatikan, kedua tong sampah tersebut nggak pernah digunakan dengan baik oleh pengunjung. Boro-boro misahin sampah basah dan kering, melihat pelanggan Starbucks Indonesia membuang bekas cup-nya ke tong sampah saja jarang. Seringnya hanya diletakkan begitu saja di atas meja, dan beranggapan kalau membersihkan sampah bekas makan atau minumannya adalah tugas baristanya Starbucks.

Hal tersebut berbeda sekali dengan Starbucks di Jepang. Tong sampah di sana dibedakan menjadi beberapa bagian, ada paper cup, plastic cup, liquid, paper food, dan plastic. Bayangkan, pengunjung di sana harus memisahkan mana paper sisa makanan dan mana paper struk! Mereka juga harus membuang sisa minuman di sampah liquid, lalu membuang bekas cup di paper cup. Terlihat ribet sekali, kan? Tapi herannnya, pengunjungnya tertib dan membuang sampah sesuai dengan tempatnya.

Pengunjung di Jepang juga selalu membersihkan sisa makanan dan minumannya sendiri, menaruh tray dan bekas piringnya di tempat yang disediakan. Keren banget nggak, sih? Selain terlihat bersih, attitude seperti ini juga meringankan beban pekerja Starbucks-nya.

#4 Desain gerai

Ketika pertama kali ekspansi pasar kopi di Jepang, Starbucks sengaja nggak membuat gerai di Negeri Sakura dengan konsep yang modern, melainkan disesuaikan dengan bangunan tradisional warga Jepang saat itu. Hal ini membuat Starbucks berhasil mengambil sebagian besar hati peminum kopi di sana. Sampai hari ini, ada banyak gerai Starbucks di Jepang yang nggak kelihatan seperti gerai Starbucks pada umumnya. Bahkan kalau kita nggak masuk, hampir mustahil mengetahui kalau bangunan tersebut adalah gerai Starbucks.

Salah satu gerai Starbucks yang nampak tradisional di Kawagoe (Nor Gal/Shutterstock.com)

Hal tersebut berbeda dengan Starbucks di Indonesia. Saat masuk ke Indonesia, Starbucks langsung menawarkan kemewahan dengan desain interior yang wah dan modern. Lokasi gerai Starbucks Indonesia juga kebanyakan dibangun di mal, pusat perbelanjaan, dan rest area jalan tol. Meskipun ada juga sih beberapa gerai Starbucks di Indonesia menggunakan bangunan tradisional atau lawas, tapi jarang banget.

Starbucks di Jepang juga punya gerai khusus yang pelayanannya menggunakan bahasa isyarat dan memperkerjakan karyawan tuli. Gerai Starbucks tuli tersebut juga dibangun dengan desain interior yang disesuaikan dengan penyandang tuli. FYI, Starbucks nggak membangun gerai tuli di banyak negara, lho. Di Indonesia sendiri belum ada gerai Starbucks yang dibangun khusus untuk saudara kita yang tuli.

Itulah hal-hal yang membedakan Starbucks di Jepang dan Starbucks di Indonesia. Tolong jangan bertanya, kenapa nggak membandingkan Starbucks di Indonesia dan di Amerika Serikat yang merupakan negara asal Starbucks? Jawabannya sudah jelas, ya karena saya belum pernah berkunjung ke Amerika Serikat, Bestie.

Penulis: Tiara Uci
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Meskipun Nggak Punya Starbucks, Setidaknya Klaten Punya Hoki Pop Ice.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.
Exit mobile version