Kalian pastinya sudah sering mendengar anggapan bahwa anime hanya layak ditonton oleh anak kecil. Sedangkan bagi para orang dewasa terlihat “saru” ketika menontonnya. Jangan salah, penonton serial Kamen Rider juga merasakan hal yang salam
Sebagai seorang yang menyukai dan mengikuti beberapa anime, tidak jarang saya menemui stereotip seperti itu. Coba bayangkan jika kalian seseorang yang menggemari anime dan serial Kamen Rider. Tapi, ketika kalian sedang menonton Kamen Rider kalian dikatakan menonton tayangan anak kecil dan tidak bermutu? Perkataan tersebut bahkan dikatakan oleh orang yang menggemari anime.
Kecewa? Pasti! Lha wong sama-sama suka menonton produk hiburan dari Jepang, bisa-bisanya bilang seperti itu. Marai kagol. Idealnya penggemar anime baik yang tidak menyukai atau menyukai serial Kamen Rider itu saling jaga. Sama-sama dicap menonton tontonan anak kecil kok, harusnya saling back-up lah.
Hal ini benar-benar saya alami. Ketika saya menonton serial Kamen Rider sewaktu kuliah, tidak jarang saya mendapatkan label seperti itu. Baik dari teman yang tidak terlalu mengikuti kultur jejepangan sampai yang suka anime juga berkata demikian.
Ditambah lagi jumlah orang yang sefrekuensi dengan saya itu sangat jarang atau hampir tidak ada. Zaman saya SMP sampai sekarang bekerja, saya tidak menemukan teman yang memiliki minat menonton Kamen Rider. Sudah minoritas dihina pula, duh.
Saya ingin menegaskan bahwa penggemar Kamen Rider tidak kalah nelangsa. Stereotip sebagai orang yang hobi mantengin tontonan bocah tidak hanya diterima para penggemar anime, saya juga dapat, dan memang rasanya nggak enak banget.
Tidak hanya perkataan bahwa menonton serial Kamen Rider seperti anak kecil, tapi juga dikatakan bahwa tontonan ini tidak bermutu dan tidak masuk di akal. Sejak kapan jenis acara hiburan seperti ini harus bermutu dan realistis? Hadeh.
Kalau boleh, saya akan menguraikan beberapa hal yang menjadi pembelaan saya sebagai salah satu penggemar serial yang mengusung judul baru tiap tahun ini. Beberapa hal di bawah bisa menjadi bahan renungan untuk mengakhiri stereotip yang sudah terlanjur traveling di pikiran banyak orang.
#1 Soal tidak masuknya logika di dalam serial Kamen Rider
Sejak kapan tontonan seperti Kamen Rider harus sesuai logika? Nggak perlu! Serial ini bukan berita yang harus masuk logika. Wong berita sekarang saja suka aneh kok.
Serial Kamen Rider masuk kategori “tokusatsu” yang secara bahasa berarti efek spesial atau efek visual. Jadi kalau menggunakan efek visual di setiap adegan pertarungan ataupun di adegan epik lainnya, ya wajar lah.
Banyaknya efek visual yang digunakan atau CGI memang bertujuan membuat setiap episodenya menarik. Mulai dari adegan berubah sang Rider hingga mengeluarkan jurus pamungkas akan dibalut dengan efek visual yang memesona. Ya masak mau berubah harus ganti baju pelindung manual tanpa efek CGI, yo kesuwen to yo.
Biasanya orang yang tidak tahu akan mempermasalahkan lamanya sang Rider untuk berubah, “Keburu dipukul musuhnya, berubahnya lama.” kata mereka. Duh duh duh, padahal bagaimana para Rider bertransformasi menjadi salah satu nilai jual dari tontonannya.
Setiap efek CGI dari cara Rider bertransformasi atau henshin adalah hal yang layak ditunggu-tunggu. Keselarasan koreografi gerakan berubah dengan efek CGI yang disajikan menjadi sebuah tontonan yang menarik.
Masih soal perkataan lamanya henshin dan kenapa musuhnya tidak segera memukul, alasannya gampang, para antagonis di serial Kamen Rider memang dibuat benar-benar buruk. Mereka dibekali sifat takabur yang tinggi sehingga menggampangkan sang Rider sehingga tidak menyerang saat henshin.
Para monster berpikir akan menang mudah jika para protagonis tidak berubah. Maka, mereka sombong dan menunggu lakon baiknya berubah menjadi Rider. Jadi, antagonis di serial Kamen Rider dibekali sifat sombong yang merupakan sifat yang paling dibenci oleh Tuhan.
#2 Adanya unsur politik di Kamen Rider
Agak kurang pas kalau disebut tontonan hanya untuk anak kecil. Serial Kamen Rider juga punya beberapa seri yang kental dengan unsur politik yang sulit dicerna anak-anak. Sebagai contoh Kamen Rider Build yang tayang pada tahun 2017.
Pada seri Kamen Rider Build pada tahun 2017 menceritakan bagaimana Jepang yang terbagi menjadi tiga negara bagian karena tumbuh tembok yang sangat tinggi. Ketiga negara tersebut juga saling beradu taktik militer untuk saling menguasai. Peperangan antara negara yang saling serang dan aksi licik dari para pemimpin negara dipertontonkan di seri ini.
Contoh lainnya di seri Kamen Rider Build adalah, kalian akan disuguhi bagaimana anak dari pemimpin salah satu negara yang mengkhianati ayahnya untuk merebut kekuasaan sang ayah. Yang mana hal ini akan berakhir menyedihkan. Sang ayah yang telah dikhianati mengorbankan diri untuk sang anak.
#3 Ada seri tidak ramah anak
Seri Kamen Rider Ryuki barangkali tidak asing di telinga kalian. Ya, dulu tayangan ini memang sempat ditayangkan di televisi Indonesia. Singkatnya serial yang rilis pada tahun 2002 ini menceritakan pertarungan antar-Rider di dunia cermin yang dibuat oleh seorang peneliti untuk mengubah masa lalu.
Para Rider ditantang untuk saling bertarung di dunia cermin tersebut. Kalian bisa melihat para Rider saling bunuh satu sama lain. Ada satu tokoh antagonis yang benar-benar jahat bernama Kamen Rider Ouja. Ia sama sekali tidak ragu untuk membunuh Rider lain. Pasalnya sang Rider merupakan narapidana dari kasus pembunuhan orang tuanya di sebuah rumah yang terbakar saat berusia 13 tahun.
Apakah anak-anak dapat mencerna cerita seperti itu? Saya rasa serial ini bukan tontonan yang ramah anak. Bahkan lebih layak ditonton oleh orang dewasa.
#4 Harga item yang bisa dikoleksi mahal
Alasan ketiga ini menjadi alasan yang pamungkas. Dalam serial ini kalian juga akan menjumpai beberapa barang koleksi. Utamanya dimulai dari alat berubah sampai senjata dari Ridernya.
Harga barang koleksinya tidaklah murah. Ambil contoh saja salah satu item di serial yang sedang berjalan saat ini, Kamen Rider Saber. Satu set perangkat berubah asli yaitu DX-Driver dihargai kisaran Rp1 juta dan Wonderbook bisa dihargai mulai Rp200 ribu.
Angka tersebut tidak mungkin bisa dijangkau oleh anak-anak bukan? Kecuali anak sultan. Bahkan penggemar yang sudah dewasa juga akan berpikir puluhan kali sebelum memutuskan untuk membeli item koleksi tersebut. Apalagi seperti saya yang bekerja di Jogja dengan UMR “nerimo ing pandum”. Entah kapan bisa ikut mengoleksinya.
Akhir kata saya mengharap tidak ada lagi stereotip yang dilontarkan untuk penikmat anime ataupun tokusatsu khususnya Kamen Rider. Ya mungkin umur kami memang sudah memasuki usia kepala 20 atau bahkan 30, tapi menyukai tontonan seperti ini bukan suatu kejahatan kan?
Apalagi kami menonton untuk mengobati rasa lelah dan penat di tengah kesibukan aktivitas sehari-hari. Serta mengaktifkan lagi memori nostalgia pada saat kecil dahulu. Di mana dunia terasa indah dan mudah.
Bagi kalian yang masih merasa terkena stereotip oleh teman atau saudara bahkan pacar, sudah saatnya kalian mengeluarkan jurus pamungkas, LOMBOK ABANG!!!
Sumber gambar: YouTube Yozar Remixer
BACA JUGA Stereotip Ngehek bagi Bapak-bapak yang Masih Suka Nonton Anime