Pengalaman Naik DayTrans dari Surabaya ke Jogja yang Menuntut Kesabaran

Pengalaman Naik DayTrans dari Surabaya ke Jogja yang Menuntut Kesabaran Terminal Mojok

Pengalaman Naik DayTrans dari Surabaya ke Jogja yang Menuntut Kesabaran (Unsplash.com)

Beberapa waktu lalu, teman saya yang terbiasa dengan kemacetan di Surabaya mengajak healing ke Jogja yang ternyata jalannya macet juga. Awalnya, kami berencana ke Jogja naik pesawat, tapi begitu melihat harga tiket pesawat untuk penerbangan PP Surabaya-Jogja ada di angka Rp3 juta—lebih mahal dari UMP Jogja itu sendiri—kami mengurungkan niat naik pesawat dan memilih moda transportasi yang lebih ramah kantong, yaitu mobil travel.

Travel yang dipilih teman saya adalah DayTrans karena waktu itu sedang ada diskon. Kami memesan dua tiket dengan harga Rp185 ribu per orang (harga normalnya Rp195 ribu) untuk sekali perjalanan atau Rp370 ribu untuk PP Surabaya-Jogja. Waktu itu kami memesan tiket di hari Kamis atau satu hari sebelum keberangkatan. Jika sesuai jadwal, kami akan berangkat ke Jogja pada hari Jumat pukul 20.00 WIB.

Sebagai orang yang punya pengalaman buruk ketinggalan pesawat karena terlambat check ini, saya memutuskan untuk datang ke pick up point (tempat penjemputan DayTrans) satu jam sebelum waktu keberangkatan. Lokasi penjemputannya berada deretan ruko yang ada di Jalan Ngagel (kabarnya sekarang kantor DayTrans Surabaya pindah ke depan Tunjungan Plaza). Kantor DayTrans sebenarnya cukup nyaman, ruangannya dilengkapi AC dan tersedia welcome drink berupa air mineral.

Sayangnya, jadwal keberangkatan yang harusnya pukul 20.00 WIB jadi molor lama sekali. Sebagai warga Surabaya yang sat set, saya mulai kehilangan kesabaran dan bertanya ke petugas DayTrans untuk memastikan kapan kami berangkat ke Jogja. Namun waktu itu si petugas mengatakan masih menunggu penumpang lain yang sedang otw menuju kantor DayTrans dan kami diminta untuk bersabar.

Saya nggak tahu apa masalah sebenarnya, tapi kalau memang benar terlambat gara-gara menunggu penumpang lain, bukankah seharusnya ada batas waktu tunggu? Misalnya nih kalau dalam 15 menit penumpang nggak datang, ya langsung ditinggal saja. Bukannya saya egois, tapi kasihan kan penumpang lain yang sudah datang lebih awal—sebelum jadwal keberangkatan—mosok harus menunggu lagi tanpa ada batas waktu yang jelas demi segelintir orang yang terlambat? Memang sih kita tinggal di Indonesia yang identik dengan jam karet, tapi apa iya kebiasaan buruk harus dimaklumi terus?

Akhirnya setelah menunggu sekitar satu jam dari jadwal keberangkatan semula, para penumpang diminta naik ke mobil. Jenis mobil yang digunakan DayTrans adalah Toyota HiAce dan seingat saya memiliki dua belas kursi penumpang dan satu kursi sopir. Meskipun kursinya nggak memiliki sandaran tangan dan nggak ada jarak antara satu kursi dengan kursi lainnya alias menempel, di setiap kursi terdapat safety belt dengan model reclining seat (bangkunya bisa direbahkan ke belakang).

Sebenarnya model reclining seat ini memang dibuat agar penumpang nyaman. Masalahnya, jarak antara bangku depan dan belakangnya terlalu sempit, sehingga saya harus bersabar untuk nggak menggeser posisi kursinya lebih ke belakang karena penumpang di belakang saya pasti nggak nyaman. Bisa-bisa kaki penumpang di belakang saya kejepit lantaran jarak yang terlalu sempit. Coba bayangkan gimana rasanya duduk dengan posisi tubuh 90 derajat dan menempuh perjalanan sekitar 324 kilometer, Rek. Pinggang saya langsung cosplay jadi kanebo kering alias kaku.

Kondisi mobil DayTrans yang saya naiki sebenarnya cukup bagus. AC-nya lumayan dingin, dalamnya bersih, tapi sayangnya nggak dilengkapi port USB untuk nge-charge HP. Untungnya saya membawa power bank sendiri. Kemampuan sopirnya mengemudi pun cukup bagus. Blio bisa bermanuver lumayan mulus tanpa ugal-ugalan. Masalahnya cuma satu, sebagus-bagusnya Toyota HiAce, mobil ini bukan bus patas yang dilengkapi fasilitas toilet. Sebagai orang yang beser, saya harus menahan diri nggak minum air banyak-banyak biar nggak kebelet pipis. Bagi orang seperti saya, perjalanan jarak jauh tanpa fasilitas toilet adalah penderitaan dan menuntut banyak kesabaran.

Berbeda dengan bus patas jurusan Surabaya-Jogja yang selalu berhenti di Ngawi untuk mampir di rumah makan sambil membiarkan penumpangnya istirahat sejenak, entah untuk pipis atau keperluan kamar mandi lainnya, DayTrans nggak gitu. Sepanjang perjalanan dari Surabaya menuju Jogja, mobil hanya berhenti di Solo untuk menurunkan penumpang.

Saran saya, jika kalian berencana naik DayTrans dari Surabaya ke Jogja atau sebaliknya, selain membekali diri dengan Counterpain, kalian juga wajib mengisi perut sampai kenyang biar nggak kelaparan sepanjang perjalanan. Atau minimal bawa camilan lah.

Sebenarnya ada satu poin plus dari DayTrans yang saya rasakan sih, yakni nggak mampir di rumah makan dan menurunkan penumpang di titik yang sudah ditentukan. Sebab, ada beberapa travel yang mampir dulu di rumah makan dan menurunkan penumpang sampai ke depan rumah sehingga waktu tempuh jadi lebih lama.

Secara keseluruhan, perjalanan dari Surabaya menuju Jogja kurang lebih memakan waktu 5 jam. Saya berangkat pukul 21.05 WIB dan tiba di Jogja sekitar pukul 02.10 WIB. Dari waktu tempuhnya lumayan cepat, mungkin karena kami melakukan perjalanan malam hari dengan kondisi jalan yang nggak macet dan lewat tol, ygy.

Untuk perjalanan pulang dari Jogja menuju Surabaya, saya dan teman saya masih menggunakan travel yang sama karena kami memang membeli tiket PP. Apesnya, jadwal keberangkatan DayTrans dari Jogja menuju Surabaya juga molor selama 30 menit. Lagi-lagi saya harus sabar menunggu.

Saya punya saran sih buat pihak DayTrans, semoga saja dibaca. Sebaiknya kantor DayTrans menyediakan fasilitas toilet di luar untuk penumpang, sehingga penumpang yang melakukan perjalanan di malam hari bisa tetap mendapatkan fasilitas toilet meskipun kantor DayTrans sudah tutup.

Kesimpulannya, kalau kalian memburu waktu tapi kantong pas-pasan, DayTrans bisa jadi pilihan. Tapi, kalau pengin nyaman, kursi kereta api kelas eksekutif dengan harga yang sedikit lebih mahal daripada tiket DayTrans adalah pilihan yang lebih masuk akal.

Penulis: Tiara Uci
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Tim Mendang-Mending: Surabaya-Jakarta PP Mending Naik Bus Atau Kereta Api?

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.
Exit mobile version