Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Profesi

Nasib Pilu Pekerja Serabutan, Bisa Kerja 12 Jam Sehari Tanpa Jaminan Layak, tapi Tetap Dicap Malas oleh Masyarakat

Elika Dwi Ramadhani oleh Elika Dwi Ramadhani
26 Juni 2025
A A
Nasib Pilu Pekerja Serabutan, Bisa Kerja 12 Jam Sehari Tanpa Jaminan Layak, tapi Tetap Dicap Malas oleh Masyarakat Mojok.co

Nasib Pilu Pekerja Serabutan, Bisa Kerja 12 Jam Sehari Tanpa Jaminan Layak, tapi Tetap Dicap Malas oleh Masyarakat (unsplash.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Di tengah hiruk pikuk kota yang tak pernah tidur, ada ribuan orang yang bekerja tanpa kontrak, tanpa asuransi, tanpa kepastian upah, tapi tetap bangun pagi dan pulang larut dengan peluh di wajah dan perut yang kadang masih kosong. Mereka disebut pekerja serabutan. Kadang jadi kuli bangunan, besoknya jadi tukang parkir, lusa bantu angkut-angkut di pasar. Tak ada jaminan mereka akan bekerja besok, tapi tetap saja mereka bangun dan mencoba. 

Akan tetapi, ironisnya, mereka masih saja sering dicap sebagai malas, tidak niat hidup, bahkan beban masyarakat. Tuduhan itu, entah kenapa, paling sering datang dari mereka yang bekerja di ruangan berpendingin udara, duduk di balik meja, dan hidup dengan ritme gaji tetap setiap bulan.

Label malas itu sungguh menyakitkan karena tidak berdiri di atas realita. Pekerja serabutan tidak memiliki jam kerja, tidak delapan jam sehari. Mereka bisa menghabiskan waktu 12 jam, bahkan lebih. Itu semua demi upah yang hanya cukup untuk makan hari itu. Mereka bekerja dengan tenaga penuh, bukan duduk santai di depan laptop. Mereka tidak punya opsi cuti, tidak punya asuransi jika sakit, dan tidak bisa mengeluh ketika tenaga mereka dieksploitasi. Tapi, semua itu tak cukup untuk menghapus stigma bahwa mereka kurang berjuang.

Pekerja serabutan bukan simbol kemalasan

Masyarakat kita telah lama terjebak dalam standar sukses kelas menengah. Bekerja berarti berdasi, bergaji tetap, punya status. Siapa saja yang hidup di luar kerangka itu dianggap gagal atau belum berusaha cukup keras. 

Kita lupa bahwa realitas hidup tidak setara. Tidak semua orang punya akses pendidikan, relasi, dan modal untuk mendapatkan pekerjaan yang “layak” menurut standar formal. Bahkan, banyak dari mereka yang bekerja serabutan justru pernah mencoba masuk ke sistem, tapi ditolak oleh sistem. Sebab, mereka tak punya ijazah, tak kenal orang dalam, atau sekadar kalah cepat dengan pelamar lain.

Hal yang lebih menyedihkan, sebagian masyarakat kita justru merasa nyaman menghakimi dari atas. Mereka menggunakan logika meritokrasi seolah dunia ini adil sepenuhnya. Padahal, bagaimana mungkin seseorang bisa bersaing kalau sejak lahir dia harus membantu ibunya menjual gorengan. Bagaimana mungkin bisa bersaing kalau putus sekolah karena tak mampu beli seragam? Mereka terpaksa bekerja sejak usia belia demi menyambung hidup keluarga? Apakah pantas mereka disebut tidak berjuang hanya karena tidak mengenakan kemeja putih dan datang ke kantor?

Pekerja serabutan bukanlah simbol kemalasan. Mereka justru bukti nyata bahwa manusia bisa bertahan dalam kondisi paling sulit sekalipun. Tidak Merekalah bagian dari tulang punggung ekonomi informal Indonesia. Mereka membersihkan got, mengangkat barang, menjaga keamanan, dan menjalankan fungsi sosial yang sering tak terlihat. Tapi, negara pun sering lupa mengakui mereka secara resmi. Mereka tidak tercatat, tidak terorganisasi, dan karenanya mudah diabaikan dalam kebijakan.

Saatnya mengubah perspektif

Sudah waktunya kita mengubah cara pandang terhadap kerja. Kerja tidak hanya valid ketika dilakukan di kantor. Keringat tidak hanya layak dihargai ketika menetes di ruang rapat. Pekerja serabutan juga layak dimanusiakan. Layak mendapat pengakuan, perlindungan, dan ruang untuk berkembang. Pemerintah bisa memulai dengan memberikan jaminan sosial dasar, pelatihan kerja, atau bahkan akses ke pasar jasa yang adil. Masyarakat pun harus berhenti memandang rendah mereka. Siapa saja bisa jatuh dalam situasi yang sama jika nasib tidak berpihak.

Baca Juga:

Kerja Sambil Kuliah S2 demi Menutupi Hidup yang Terlanjur Medioker

Percayalah, Jakarta Selatan Bukan Tempat yang Ideal bagi Perantau yang Mulai dari Nol, Hidupmu Bakal Sengsara di Sini!

Mereka tidak minta dikasihani, hanya ingin dihormati. Setidaknya, berhentilah menyebut mereka malas. Karena kalau kita mau jujur, merekalah yang paling tahu arti kerja keras sebenarnya. Sementara sebagian dari kita hanya pandai memberi label, tapi tak pernah benar-benar mengerti apa yang mereka hadapi setiap hari.

Penulis: Elika Dwi Ramadhani
Editor: Kenia Intan

BACA JUGA Memilih Kuliah di Jurusan Seadanya yang Penting Kampus Negeri, Bisa Berujung pada Penyesalan

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 26 Juni 2025 oleh

Tags: pekerjapekerja serabutanserabutan
Elika Dwi Ramadhani

Elika Dwi Ramadhani

ArtikelTerkait

4 Hal Penting Lainnya Selain Kenaikan Upah Minimum 1,09 Persen

18 November 2021
Stasiun Metland Telagamurni, Penyelamat Pekerja Jakarta yang Tinggal di Pinggiran Kota Mojok.co

Stasiun Metland Telagamurni, Penyelamat Pekerja Jakarta yang Tinggal di Pinggiran Kota 

7 Januari 2024
7 Benda Kecil yang Diperlukan para Pekerja di Musim Hujan Terminal Mojok

7 Benda Kecil yang Diperlukan para Pekerja di Musim Hujan

11 Oktober 2022
pengetahuan mobile legends lebih berguna daripada gelar sarjana mojok.co

Pengetahuan Mobile Legends Lebih Berguna Ketimbang Gelar Sarjana

5 November 2020
Kuli Jawa: Rapi Hasilnya Rapi, walau Kerap Berisik Ketika Bekerja rumah orang jawa

5 Stereotip Orang Jawa yang Kerap Dianggap sebagai Kebenaran

18 Juli 2023
Wahai Karyawan Startup, Dosen, dan PNS, Bergabunglah dengan Serikat Pekerja!

Prabu Yudianto Menjelaskan Cara dan Pentingnya Membangun Serikat Pekerja

20 April 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Bukan Mojokerto, tapi Lumajang yang Layak Menjadi Tempat Slow Living Terbaik di Jawa Timur

Bukan Mojokerto, tapi Lumajang yang Layak Menjadi Tempat Slow Living Terbaik di Jawa Timur

18 Desember 2025
Toyota Vios, Mobil Andal yang Terjebak Label "Mobil Taksi"

Panduan Membeli Toyota Vios Bekas: Ini Ciri-Ciri Vios Bekas Taxi yang Wajib Diketahui!

18 Desember 2025
Lumajang Bikin Sinting. Slow Living? Malah Tambah Pusing (Unsplash)

Lumajang Sangat Tidak Cocok Jadi Tempat Slow Living: Niat Ngilangin Pusing dapatnya Malah Sinting

19 Desember 2025
Harga Nuthuk di Jogja Saat Liburan Bukan Hanya Milik Wisatawan, Warga Lokal pun Kena Getahnya

Harga Nuthuk di Jogja Saat Liburan Bukan Hanya Milik Wisatawan, Warga Lokal pun Kena Getahnya

21 Desember 2025
Perlintasan Kereta Pasar Minggu-Condet Jadi Jalur Neraka Akibat Pengendara Lawan Arah

Perlintasan Kereta Pasar Minggu-Condet Jadi Jalur Neraka Akibat Pengendara Lawan Arah

24 Desember 2025
Kuliah Bukan Perlombaan Lulus Tepat Waktu, Universitas Terbuka (UT) Justru Mengajarkan Saya Lulus Tepat Tujuan

Kuliah Bukan Perlombaan Lulus Tepat Waktu, Universitas Terbuka (UT) Justru Mengajarkan Saya Lulus Tepat Tujuan

24 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Talent Connect Dibimbing.id: Saat Networking Tidak Lagi Sekadar Basa-basi Karier
  • Ironi Perayaan Hari Ibu di Tengah Bencana Aceh dan Sumatra, Perempuan Makin Terabaikan dan Tak Berdaya
  • Kisah Kelam Pasar Beringharjo Jogja di Masa Lalu yang Tak Banyak Orang Tahu
  • Melacak Gerak Sayap Predator Terlangka di Jawa Lewat Genggaman Ponsel
  • Regenerasi Atlet Panahan Terancam Mandek di Ajang Internasional, Legenda “3 Srikandi” Yakin Masih Ada Harapan
  • Petung Jawa dan Seni Berdamai dengan Hidup

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.