Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Pojok Tubir

Pedagang Keliling dan Kenapa Kita Harus Membenci Para Koruptor

Tazkia Royyan Hikmatiar oleh Tazkia Royyan Hikmatiar
30 Juli 2021
A A
KPK penilapan duit bansos koruptor jaksa pinangki cinta laura pejabat boros buang-buang anggaran tersangka korupsi korupsi tidak bisa dibenarkan mojok

korupsi tidak bisa dibenarkan mojok

Share on FacebookShare on Twitter

Pedagang keliling yang tetap dan bersyukur meski keuntungan yang didapat tak seberapa adalah alasan kita untuk membenci koruptor.

Di tempat saya ada banyak pedagang keliling yang hilir-mudik. Mulai dari yang dagang sayuran hingga dagang mainan untuk anak kecil. Di antara para pedagang keliling itu, salah satu yang dari kecil selalu saya beli adalah es krim. Es krim yang saya maksud adalah es krim yang suka ada di resepsi pernikahan itu, lho. Wadahnya biasanya pakai cup plastik warna putih yang kecil. Bukan es krim yang sudah punya merk semacam Walls, Campina, ataupun Aice.

Nah, setelah lumayan lama merantau lantas pulang lagi ke rumah, saya dengarlah dentingan khas tukang dagang es krim itu. Akhirnya saya beli juga es krimnya. Daripada pilih pakai cup plastik, saya lebih memilih untuk pakai roti sebagai “wadah” es krimnya. Jadilah es krim itu mirip-mirip sandwich berisi es krim.

Oleh karena sudah lama nggak beli es krim ini, saya nggak hapal lagi harganya. Tapi, saya mengira-ngira saja. Saya kasih uang Rp4.000, eh tukang es krimnya malah kasih lagi uang Rp2.000-nya ke saya sambil bilang, “Dua ribuan, A.” Saya termenung. Hah? Beneran? Ya sudah, deh. Saya ambil lagi uangnya. Saat  makan es krimnya saya mikir keras, ini tukang es krim ngambil untungnya berapa? Modal dia roti tawar dua, es krimnya, kacang ijo, sendok, sama dorong roda keliling selama 6-8 jam. 500 perak? Apa bahkan kurang dari itu? Ya ampun.

Ah, saya pikir es krim macam Aice saja ada yang harga dua ribu. Heh! Tapi, kan dia perusahaan gede. Modalnya gede. Beli barangnya juga bisa jauh lebih murah. Saya bertengkar dengan pikiran sendiri.

Saya jadi teringat obrolan yang lalu sama saudara saya bahwa kami malas dagang yang untungnya sedikit. Minimal untung satu barangnya lima ribu, lah baru mau diambil orderannya. Itu juga kalau ngambilnya banyak. Kalau sedikit, mah mending nggak usah saja. Lantas saya pikir, apa tukang es krim itu bisa hidup dan menghidupi keluarganya, ya pakai keuntungan jual es krim murah gini? Tapi, toh dari saya kecil dia jualan ini, dan dia masih terlihat bugar juga.!

Ah, pedagang kecil model begini tuh masih banyak, lho. Mengambil keuntungan yang cuma recehan, tapi syukurnya mungkin nggak sereceh orang-orang yang penghasilannya jauh lebih besar.

Lihat tukang es krim ini bikin saya suka tetiba jadi kesal sama koruptor-koruptor bangsat itu. Apalagi sama komplotan penilep bansos. Setan aja mungkin nggak kepikiran nglakuin hal sejahat ini.

Baca Juga:

Menyesal Kuliah Jurusan Pendidikan, Tiga Tahun Mengajar di Sekolah Nggak Kuat, Sekolah Menjadi Ladang Bisnis Berkedok Agama

Korupsi dan Krisis Integritas Adalah Luka Lama Banten yang Belum Pulih

Tapi, ya. Memang sudah seharusnya saya dan kamu kesal ke tikus-tikus kantor itu. Sayangnya, perhatian kita seringkali teralihkan karena kita belum terlalu meyakini bahwa duit yang dikorup mereka itu duit kita. Saya kira itu masalahnya.

Kita nggak benar-benar merasa diambil duitnya karena memang kita juga nggak pernah pegang duit sebanyak yang mereka korup. Kita cuma merasa memiliki pada uang yang ada di genggaman saja. Jadinya ya, gitu. Sikap kita berbeda pada koruptor sama maling yang langsung mengambil duit kita dari dompet atau ATM misalnya. Kalau duit di dompet kita dicuri, pastilah kita muntab kalau ketemu sama malingnya. Pengin gebukin, masukin ke penjara, dsb. Pokoknya kasih hukuman yang setimpal!

Kita merasa perlu melakukannya karena paham betul bahwa duit yang diambil adalah milik kita, hasil jerih payah kita. Nah, sialnya perasaan semacam itu belum begitu kita rasakan pada uang yang diselipkan si koruptor bangsat itu. Kita belum benar-benar merasa memiliki uang yang dicuri itu. Makanya kesalnya kita kadang cuma sesaat pas kasusnya terbongkar saja. Kesal yang sama dirasakan ketika kita lihat ada orang lakukan kejahatan, tapi kita belum benar-benar menyadari bahwa sebenarnya kitalah korbannya. Maka, kita perlu lebih dari kesal yang cuma sesaat itu.

Imbasnya kita nggak benar-benar marah dengar kabar si Djoko Tjandracuih yang korup duit triliunan itu dihukum penjara cuma empat tahun doang (sengaja saya pakai kata “cuma” dan “doang” dalam satu kalimat. Kamu harus paham itu waktu yang bentar banget) belum dengan permintaan bandingnya yang disetujui, jadilah cuma tiga tahun. Belum lagi dengan penjaranya yang mungkin lebih mewah dari kos-kosan saya dulu yang harga sewanya cuma Rp200.000!

Ya, kita nggak terlalu peduli dengan itu. Kita nggak peduli si Juliari cuma dituntut 11 tahun penjara, padahal katanya bisa dihukum mokad karena korupsi di tengah bencana tak henti-henti di negeri ini. Sekali lagi itu belum dengan vonisnya, belum dengan dia yang ajukan banding, remisi, dll.

“Ya sudahlah, mau gimana lagi. Toh saya juga nggak ngerasa kehilangan uangnya meski katanya dikorup triliunan. Saya masih bisa cari lagi.” Begitulah mungkin yang kita pikirkan saat nggak tahu harus bagaimana lagi menghadapi hukum yang aneh buat para koruptor itu.

Kita lupa kalau uang yang dikorup itu adalah kumpulan uang-uang yang kita beri tanpa sadari. Kita lupa kalau pas beli kopi, beberapa persennya itu berakhir dikorup sama si bangke. Kita lupa kalau rumah, kendaraan, duit kuliah, dll, sebagian uang yang keluar buat kebutuhannya itu lari ke kantong koruptor itu. Kita lupa karena uang yang keluar itu memang tersistem dengan sendirinya biar kita nggak merasa mengeluarkan uang buat negara. Gitulah.

Oh iya, saya juga lupa kalau uang yang dikorup itu seharusnya buat memastikan rakyat kecil macam saya ini bisa sejahtera hidupnya, meski hatinya kadang tetap nggak bisa apa-apa karena dikoyak wanita.

Ya, kita patut untuk kesal dan benci lebih dari saat ini pada para koruptor itu. Pada mereka yang penghasilannya sudah besar sekali, tapi masih juga nggak merasa cukup. Kita patut benci pada mereka yang tak merasa malu dengan para pedagang kecil yang cuma meraup kecil saja keuntungan dari dagangnya, sedangkan ia foya-foya dengan uang hasil kerja keras mereka. Kita pantas membenci orang macam Juliari, Djoko Tjandra, Pinangki, agar kita merasa bertanggung jawab untuk mengawal hukum di Indonesia agar menegakkan keadilannya.

BACA JUGA Korupsi Bansos dan Dana Haji, Mana yang Lebih Bajingan? dan tulisan Tazkia Royyan Hikmatiar lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 21 September 2021 oleh

Tags: dana bansosdjoko tjandrajuliari batubaraKorupsikoruptorpedagang kelilingPojok Tubir Terminal
Tazkia Royyan Hikmatiar

Tazkia Royyan Hikmatiar

Lahir sebagai anak kelima dari enam bersaudara, alhamdulilah lahirnya di bidan bukan sama orang pintar daerah Bandung. Setelah tahu bahwa kata ternyata bisa membuat dia bahagia, akhirnya saya memutuskan untuk mendalami sastra di salah satu perguruan tinggi swasta di Yogyakarta. Sempat mengikuti banyak komunitas kepenulisan, namun sekarang lebih fokus bekerja untuk keabadian di Pers Mahasiswa Poros UAD. Saya bisa dihubungi lewat WA di 088216427712

ArtikelTerkait

Menaruh Belas Kasih pada Keluarga Koruptor Itu Tak Masuk Akal, Koruptornya Aja Nggak Kasihan sama Keluarganya

Menaruh Belas Kasih pada Keluarga Koruptor Itu Tak Masuk Akal, Koruptornya Aja Nggak Kasihan sama Keluarganya

10 April 2025
Mengingat Kembali Gempa Jogja pada 27 Mei 2006 terminal mojok

Mengingat Kembali Gempa Jogja pada 27 Mei 2006

27 Mei 2021
Menikahkan Korban Pemerkosaan dengan Pelaku Adalah Pemikiran Paling Ugal-ugalan! terminal mojok.co

Menikahkan Korban Pemerkosaan dengan Pelaku Adalah Pemikiran Paling Ugal-ugalan!

28 Mei 2021
Kalau Eks Koruptor Boleh Nyaleg, Mending SKCK Dihapus Aja, Buat Apa?

Mau Profesi Minim Risiko? Jadilah Koruptor!

12 September 2022
satpol pp ukulele dirusak mojok

4 Barang yang Bisa Dirusak Pak Satpol PP Pontianak selain Ukulele

22 Juni 2021
jadi presiden selama sehari lambang negara jokowi nasionalisme karya anak bangsa jabatan presiden tiga periode sepak bola indonesia piala menpora 2021 iwan bule indonesia jokowi megawati ahok jadi presiden mojok

3 Cara Memupuk Nasionalisme selain Menyanyikan ‘Indonesia Raya’

24 Mei 2021
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

4 Aturan Tak Tertulis Berwisata di Jogja agar Tetap Menyenangkan Mojok.co

4 Aturan Tak Tertulis Berwisata di Jogja agar Liburan Tetap Menyenangkan

30 November 2025
5 Tips Agar Kantong Nggak Jebol Dikeroyok Diskon Natal dan Tahun Baru Mojok.co

5 Tips Agar Kantong Nggak Jebol Dikeroyok Diskon Natal dan Tahun Baru

2 Desember 2025
Bengawan Solo: Sungai Legendaris yang Kini Jadi Tempat Pembuangan Sampah

Bengawan Solo: Sungai Legendaris yang Kini Jadi Tempat Pembuangan Sampah

2 Desember 2025
Menanti Gojek Tembus ke Desa Kami yang Sangat Pelosok (Unsplash)

“Gojek, Mengapa Tak Menyapa Jumantono? Apakah Kami Terlalu Pelosok untuk Dijangkau?” Begitulah Jeritan Perut Warga Jumantono

29 November 2025
4 Hal yang Membuat Orang Solo seperti Saya Kaget ketika Mampir ke Semarang Mojok.co

4 Hal yang Membuat Orang Solo seperti Saya Kaget ketika Mampir ke Semarang

3 Desember 2025
Menengok Bagaimana Penjaga Palang Kereta Api Bekerja, Termasuk Berapa Gajinya dan Gimana Cara Mendaftarnya  

Menengok Bagaimana Penjaga Palang Kereta Api Bekerja, Termasuk Berapa Gajinya dan Gimana Cara Mendaftarnya  

1 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.